Di sela-sela kesibukan mengelola studio desainnya, Veronica menggurat pena untuk membuat kaligrafi. Ia mengenal seni menulis dekoratif ini saat kuliah di jurusan desain komunikasi di Swinburne University, Melbourne, Australia. Membuat kaligrafi adalah relaksasi bagi dirinya. “Karena harus berkonsentrasi, dengan menjauhkan diri dari pekerjaan lain atau hal lain. Banyak hal dari kehidupan sehari-hari yang dapat memecah konsentrasi kita. Terlebih di era teknologi yang berkembang pesat dan serba instan ini, ketika orang terbiasa mengerjakan sesuatu sambil mengirim email atau whatsapp.” Ia juga merasa kaligrafi merupakan meditasi dalam menemukan keseimbangan hidup.
Karyanya yang ia pasang di media sosial ternyata memperoleh sambutan hangat dari teman-temannya, bahkan ada yang ingin belajar dan memintanya membuka kelas. Dari lingkaran teman, namanya mulai dikenal kalangan lebih luas. Veronica pun diminta menjadi mentor untuk kelas kaligrafi yang diselenggarakan berbagai perusahaan dan lembaga di Indonesia maupun di luar negeri.
Salah satu karyanya kini bahkan dapat diapresiasi konsumen Jepang. Rintisan bisnis ke Negeri Sakura tersebut berawal dari kunjungannya untuk berlibur. Suatu hari ia mampir di sebuah toko kakami atau kertas untuk pintu geser di kawasan Nishijin, Kyoto, karena ia menyukai kertas dan alat-alat tulis. Pemilik toko ini, Koh Kado, seorang desainer grafis dan pengajar di sebuah universitas di Kyoto. Pembicaraan yang terjalin antara penjual dan pembeli pun berkembang lebih dari sebuah transaksi, karena keduanya berkecimpung di dunia yang sama. “Koh Kado ternyata mendesain untuk Chanel dan brand lain di Jepang,” ujar Veronica.
Komunikasi mereka tetap terjalin hingga Veronica kembali ke Jakarta. “Dia bilang, dia suka kaligrafi aku. Dia cerita, dia ingin membuat sesuatu dengan konsep irama musik yang ditransformasikan ke dalam kertas, yang belum dapat diwujudkannya.”
Koh Kado mengirim klip musik yang disukainya, lalu Veronica mencipta kaligrafi berdasarkan irama musik itu. Dari sana pula kolaborasi mereka tercipta. Karya Veronica pun dicetak pada kertas dan amplop untuk dijual di Kamisoe, toko milik Koh Kado.
Selain menerima pesanan kaligrafi untuk berbagai penggunaan, termasuk kartu ucapan atau kartu undangan, ia tertarik mengembangkan bisnis stationary dengan membuka toko online.
Inspirasi karya Veronica datang dari mana saja, bahkan ia mencermati ornament atau detail tertentu pada benda. Desain kemasan produk di sebuah toko kosmetik bersejarah di Paris yang telah berusia lebih dari 200 tahun, Bully 1803, telah membuatnya terkesan. Para pegawai toko itu menguasai kaligrafi dasar, karena mereka harus menulis nama pembeli pada tiap kemasan dari produk yang dibeli. “Sehingga kita merasa begitu istimewa,” tuturnya. Ia menyukai benda atau produk yang memiliki cerita. (LC) Foto: Veronica Halim