Saya bertemu Keo, panggilan Aditya, saat saya menemani ibu hadir di acara ulang tahun teman arisan ibu. Teman ibu yang ternyata ibunya Keo. Kami dikenalkan, lalu saling bertanya dan bercakap-cakap tanpa berpikir ini lebih dari pertemanan. Kala itu, saya dan Keo masing-masing memiliki kekasih.
Hari demi hari kami berteman, Saya putus dengan pacar, Keo pun pisah dengan pasangannya. Pertemanan yang nyaman dan menyenangkan ini lalu berlanjut pada keputusan kami untuk berpacaran. Tiga tahun berpacaran, Keo kemudian melamar saya di San Francisco, Amerika Serikat. Suatu sore, kami menaiki boat mengelilingi Golden Gate Bridge. Berlayar menggunakan sailing boat, hingga tiba saatnya matahari terbenam. Tiba-tiba, kapten kapal meminta saya dan Keo duduk di deck kapal untuk difoto. Saya melihat tangan Keo memegang kotak kecil yang terbuka dan berisi cincin. Keo menyerahkan cincin itu sambil berkata, “Sheila, would you marry me?”. Saya terdiam sejenak kemudian menangis terisak-isak. Saya tersenyum dan tanpa sedikit keraguan menjawab “Yes I do” yang disambut senyuman hangat Keo.
Saya dan Keo mempunyai delapan bulan untuk mempersiapkan pernikahan kami. Tantangan terbesar adalah menggabungkan seluruh adat keluarga saya dan keluarga Keo yang terdiri dari lima adat. Jawa, Minang, Batak, Bugis, dan Betawi. Dengan kerja sama banyak pihak, saya senang sekali. Saya dan Keo melakukan pengajian, siraman, dan upacara melepas lajang dengan adat Minang yaitu Malapeh Bujang. Sementara acara siraman menggunakan adat Bugis yang bernuansa warna hijau kekuningan dan dilanjutkan prosesi Macceko atau menggunting rambut halus di sekitar dahi dan suapan calon mempelai yang dilakukan kedua orang tua kami. Pada hari yang sama, tiba saatnya menggelar malam Mappacci yaitu ritual adat Bugis dengan memberikan daun pacci atau daun pacar ke tangan calon mempelai wanita.
Pada saat akad nikah, 23 Juli 2016, saya dan Keo menggunakan adat Jawa Timur dan Betawi. Pada saat Keo datang ke rumah saya, Keo dan keluarganya disambut dengan gelaran prosesi adat Betawi yaitu palang pintu. Setelah Keo masuk ke rumah, nuansa adat Jawa Timur berupa gamelan mengiringi Keo menuju meja akad nikah. Selesai akad nikah, kami menjalani prosesi sungkeman kepada orang tua dan prosesi bubak kawah. Saya dan Keo menginginkan konsep pernikahan tradisional dengan suasana alam saat resepsi. Kami menggunakan adat Bugis dengan tema tradisional rumah adat Makassar beserta halaman pekarangannya. Saya dan Keo memakai baju adat daerah Makassar yaitu baju bodo dengan sarung sutera khas Makassar. Di saat acara resepsi keesokan harinya, saya menjalani prosesi Mangulosi sebagai adat Batak, yaitu acara pemberian kain tenun khas Batak ulos yang bermakna memberikan kehangatan dan keberkahan bagi kedua mempelai.
Kami memilih lokasi akad dan resepsi di Grand Ballroom Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta. Yang dekorasinya ditangani Stupa Caspea saat akad nikah dan Suryanto Decoration pada saat resepsi. Untuk makanan para tamu dan keluarga, kami memercayakannya pada Akasya catering serta Emil MKE sebagai wedding organizer kami. Untuk hari pernikahan ini, saya mengenakan baju akad nikah karya Eddy Betty. Adi Adrian dan Ambar Paes bertindak sebagai penata rias wajah dan rambut saya. Sementara pada saat resepsi, saya memilih karya Biyan sebagai busana dan Sanggar Tamalate yang menata rambut saya menjadi sedemikian cantik elegan. Saat akad nikah, saya menginginkan dekorasi tradisional berupa pelaminan rumah Betawi Jawa beserta gebyok yang dihiasi bunga-bunga dan pepohonan berwarna putih dan hijau. Dekorasi saat resepsi, kami menggunakan adat Bugis dan Makassar tradisional yaitu pohon-pohon vertical garden yang mempercantik dekorasi ballroom. Rumah panggung kayu besar khas tradisional Makassar, rumah gadang sebagai panggung musik, dan taman-taman seperti kita menerima tamu di halaman rumah sendiri.
Saya merasa hidup semakin menyenangkan. Senang itu tidak harus dengan berlibur ke luar negeri atau makan malam mewah. Keo dan saya bisa bahagia dengan berdua menonton film di kamar tidur sambil makan makanan yang kami pesan online. Kehadiran dia lebih dari segalanya. Hati ini dipenuhi cinta, rasa nyaman, dan kegembiraan karena saya tahu ada seseorang mencintai dan mendampingi saya seumur hidupnya.
(Diceritakan oleh Sheila Kalla pada Rianty Rusmalia) Foto: Dok. Jacky Suharto
Hari demi hari kami berteman, Saya putus dengan pacar, Keo pun pisah dengan pasangannya. Pertemanan yang nyaman dan menyenangkan ini lalu berlanjut pada keputusan kami untuk berpacaran. Tiga tahun berpacaran, Keo kemudian melamar saya di San Francisco, Amerika Serikat. Suatu sore, kami menaiki boat mengelilingi Golden Gate Bridge. Berlayar menggunakan sailing boat, hingga tiba saatnya matahari terbenam. Tiba-tiba, kapten kapal meminta saya dan Keo duduk di deck kapal untuk difoto. Saya melihat tangan Keo memegang kotak kecil yang terbuka dan berisi cincin. Keo menyerahkan cincin itu sambil berkata, “Sheila, would you marry me?”. Saya terdiam sejenak kemudian menangis terisak-isak. Saya tersenyum dan tanpa sedikit keraguan menjawab “Yes I do” yang disambut senyuman hangat Keo.
Saya dan Keo mempunyai delapan bulan untuk mempersiapkan pernikahan kami. Tantangan terbesar adalah menggabungkan seluruh adat keluarga saya dan keluarga Keo yang terdiri dari lima adat. Jawa, Minang, Batak, Bugis, dan Betawi. Dengan kerja sama banyak pihak, saya senang sekali. Saya dan Keo melakukan pengajian, siraman, dan upacara melepas lajang dengan adat Minang yaitu Malapeh Bujang. Sementara acara siraman menggunakan adat Bugis yang bernuansa warna hijau kekuningan dan dilanjutkan prosesi Macceko atau menggunting rambut halus di sekitar dahi dan suapan calon mempelai yang dilakukan kedua orang tua kami. Pada hari yang sama, tiba saatnya menggelar malam Mappacci yaitu ritual adat Bugis dengan memberikan daun pacci atau daun pacar ke tangan calon mempelai wanita.
Pada saat akad nikah, 23 Juli 2016, saya dan Keo menggunakan adat Jawa Timur dan Betawi. Pada saat Keo datang ke rumah saya, Keo dan keluarganya disambut dengan gelaran prosesi adat Betawi yaitu palang pintu. Setelah Keo masuk ke rumah, nuansa adat Jawa Timur berupa gamelan mengiringi Keo menuju meja akad nikah. Selesai akad nikah, kami menjalani prosesi sungkeman kepada orang tua dan prosesi bubak kawah. Saya dan Keo menginginkan konsep pernikahan tradisional dengan suasana alam saat resepsi. Kami menggunakan adat Bugis dengan tema tradisional rumah adat Makassar beserta halaman pekarangannya. Saya dan Keo memakai baju adat daerah Makassar yaitu baju bodo dengan sarung sutera khas Makassar. Di saat acara resepsi keesokan harinya, saya menjalani prosesi Mangulosi sebagai adat Batak, yaitu acara pemberian kain tenun khas Batak ulos yang bermakna memberikan kehangatan dan keberkahan bagi kedua mempelai.
Kami memilih lokasi akad dan resepsi di Grand Ballroom Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta. Yang dekorasinya ditangani Stupa Caspea saat akad nikah dan Suryanto Decoration pada saat resepsi. Untuk makanan para tamu dan keluarga, kami memercayakannya pada Akasya catering serta Emil MKE sebagai wedding organizer kami. Untuk hari pernikahan ini, saya mengenakan baju akad nikah karya Eddy Betty. Adi Adrian dan Ambar Paes bertindak sebagai penata rias wajah dan rambut saya. Sementara pada saat resepsi, saya memilih karya Biyan sebagai busana dan Sanggar Tamalate yang menata rambut saya menjadi sedemikian cantik elegan. Saat akad nikah, saya menginginkan dekorasi tradisional berupa pelaminan rumah Betawi Jawa beserta gebyok yang dihiasi bunga-bunga dan pepohonan berwarna putih dan hijau. Dekorasi saat resepsi, kami menggunakan adat Bugis dan Makassar tradisional yaitu pohon-pohon vertical garden yang mempercantik dekorasi ballroom. Rumah panggung kayu besar khas tradisional Makassar, rumah gadang sebagai panggung musik, dan taman-taman seperti kita menerima tamu di halaman rumah sendiri.
Saya merasa hidup semakin menyenangkan. Senang itu tidak harus dengan berlibur ke luar negeri atau makan malam mewah. Keo dan saya bisa bahagia dengan berdua menonton film di kamar tidur sambil makan makanan yang kami pesan online. Kehadiran dia lebih dari segalanya. Hati ini dipenuhi cinta, rasa nyaman, dan kegembiraan karena saya tahu ada seseorang mencintai dan mendampingi saya seumur hidupnya.
(Diceritakan oleh Sheila Kalla pada Rianty Rusmalia) Foto: Dok. Jacky Suharto