Jauh sebelum menikah, Zivanna Letisha Siregar sudah tahu bahwa pernikahannya kelak akan menjadi acara yang memungkinkan keluarga besarnya berkumpul dan bergembira. Itu sebabnya, bayangan ingin melakukan pesta di ruangan terbuka seperti taman atau pantai tak pernah singgah dalam benaknya. “Saya tahu persis jumlah keluarga saya cukup banyak dan pasti akan lebih nyaman bagi para sesepuh untuk datang ke acara pernikahan 'indoor',” kata Zivanna yang biasa dipanggil Zizi ini. Pesta di dalam gedung dengan dekorasi yang manis dan feminin seperti yang selalu dibayangkan itu terwujud saat pernikahannya dengan Haries Agrareza Harahap dilangsungkan pada Februari 2016 lalu. Nuansa elegan, feminin, dan manis hadir sempurna di seluruh rangkaian acara pernikahannya mulai dari hari pengajian, akad nikah, hingga resepsi pernikahan. “Saya beruntung sekali bertemu Tante Ina, dekorator pernikahan yang mengerti sekali apa keinginan saya,” katanya.
Persiapan mulai dilakukan Zizi setelah proses lamaran. “Setelah Arga melamar secara pribadi dan bertemu dengan keluarga, kami langsung membicarakan rangkaian pernikahan seperti apa yang akan kami pilih. Apakah itu tradisional atau nasional,” putri Indonesia yang kini menjadi presenter di sebuah televisi ini mengatakan. “Kebetulan kami berdua sama-sama keturunan Sumatera Utara. Marga saya Siregar dan suami saya bermarga Harahap. Karena cukup dominan, kedua keluarga sepakat melaksanakan rangkaian pernikahan dalam adat Tapanuli Selatan dan nasional,” jelas Zizi yang mendapat bantuan dari wedding organizer saat membuat konsep acara pernikahan nasional. “Rangkaian acara adat kami konsultasikan dengan seorang ahli adat yang masih memiliki hubungan keluarga sehingga acara bisa berjalan sesuai dengan pakem-pakem tradisional dari keluarga kami berdua,” kata Zizi lagi.
Keberadaan ahli adat itu menurutnya sangat membantu dalam teknis pelaksanaan acara karena baik Zizi mau pun keluarganya tak ingin menyalahi aturan adat yang baku. Acara lamaran, misalnya, dilaksanakan dengan acara adat penuh. “Acara lamaran dalam adat Tapanuli disebut dengan istilah Manulak Sere. Di Tapanuli Selatan, bila seorang anak perempuan sudah melaksanakan upacara Manulak Sere ini, maka ia dianggap sudah sah menikah secara adat dengan pasangannya. Itu sebabnya, orang-orang tua selalu menyarankan untuk mendekatkan waktu antara lamaran dan akad nikah karena setelah acara ini, secara adat sebetulnya sepasang calon pengantin sudah dianggap sah sebagai pasangan secara adat, tapi belum sah secara agama,” Zizi menjelaskan. Kecuali resepsi yang diadakan di Dharmawangsa Hotel, semua rangkaian acara, baik lamaran, pengajian hingga akad nikah dilangsungkan di kediaman orang tua Zizi di bilangan Ampera, Jakarta Selatan. “Akad nikah di rumah dilaksanakan secara nasional, dilanjutkan dengan prosesi adat sementara resepsi dilaksanakan pada malam harinya, secara nasional, dengan sentuhan adat Tapanuli Selatan pada dekorasi dan tarian pembuka, namun sama sekali tidak ada prosesi adat lagi,” kata Zizi.
Menjalani prosesi adat pernikahan Tapanuli Selatan sarat dengan nasehat dan pemberian makan dirasa menarik oleh Zivanna . “Semua orang duduk dalam lingkaran, satu per satu diberikan giliran berbicara, sesuai dengan 'pangkat'nya masing-masing dalam keluarga. Tak lupa ditengah-tengahnya ada nasi lengkap dengan lauk pauk yang nantinya digunakan untuk memberi makan (menyuapi) kami berdua. Isi 'tumpeng' atau dalam bahasa batak disebut dengan indahan pangupa,” katanya. Indahan pangupa ini terdiri atas bermacam-macam jenis masakan yang masing-masing memiliki arti. “Yang saya ingat dari indahan pangupa saya kemarin antara lain, nasi yang merupakan makanan pokok, ada juga dua ekor masakan berbahan ikan yang ditata bersebelahan. Ikan ini diibaratkan doa supaya kami sebagai suami istri dapat berjalan beriringan. Lalu ada telur rebus yang harus kami makan sampai habis lalu berteriak Horas! Dalam adat Tapanuli, telur ini adalah simbol sumber kehidupan. Sementara doa untuk kelanggengan pernikahan disimbolkan dengan udang. Katanya supaya kami bisa terus bersama sampai tua dan punggung kami bungkuk seperti udang,” Zizi mengisahkan.
Mengakomodir keinginan kedua orang tua, menurut Zizi, memang sebisa mungkin ia dan Arga lakukan sejak mula mereka mempersiapkan pernikahan. “Kami ingin meminimalisir debat-debat yang mungkin terjadi antara orangtua dan anak, jadi kami memilih untuk lebih banyak nurut saja, terutama pada bagian adat. Di bagian lain, saya dan Arga tetap ambil bagian. Misalnya, kami melaksanakan akad nikah di rumah, ijab kabul persis di tengah-tengah rumah, karena permintaan ayah saya. Namun dekorasi akad nikah yang bernuansa putih dan emas adalah pilihan saya karena dari dulu nuanasa seperti itu yang saya banyangkan untuk acara pernikahan. Dua warna itu buat saya selalu bisa menghadirkan suasana sacral dan elegan” kata Zizi. aku selalu inginkan adalah putih dan emas, melambangkan kesucian tapi tetap ada nuansa elegan.
Ijab kabul diakui Zivanna sebagai momen paling mengharukan. “Saya tidak kuasa menahan air mata pada saat Arga yang saat itu masih berstatus calon suami akhirnya berjabat tangan dengan Ayah saya dan mengucapkan ikrar suci tersebut,” Zizi mengenang. Selain itu, saat pengajian yang diadakan sehari sebelum akad nikah pun meninggalkan kesan haru yang mendalam bagi Zizi. “Sebab, Ayah yang biasanya paling tegar, hari itu menjadi orang yang paling mudah menangis. Mungkin karena saya adalah anak pertama di keluarga dan kami sangat dekat, momen meminta maaf dan memberi izin pada saat pengajian pun jadi momen yang luar biasa mengharukan untuk beliau, juga saya dan keluarga yang lain,” kata Zizi yang juga tak bisa menutupi rasa harunya manakala ayahnya mengajak berdansa berdua di sela-sela acara resepsi sebelum kemudian ia menyerahkan putri sulungnya pada Arga sang suami. Bagi Zizi, acara dansa itu serupa simbol restu dari ayahnya.
Rasa lega dan bahagia deras mengalir di hati Zizi ketika semua rangkaian acara selesai digelar dengan lancar dan menyenangkan. Komunikasi disebut Zizi sebagai kunci penting yang harus dimiliki pasangan pengantin dan keluarganya sejak memulai persiapan pernikahan. “Penting sekali komunikasi yang baik dengan semua pihak. Mulai dari orang tua, keluarga kita, keluarga calon pasangan, WO, vendor dekorasi, catering, gedung, dan yang paling penting adalah dengan calon pasangan kita. Kadang kita saking sibuknya mempersiapkan pernikahan, lupa saling menginformasikan kepada pasangan, padahal itulah fondasi yang paling penting,” kata Zizi. Ketika ditanya tentang apa hadiah paling berkesan yang diterima, dengan antusias Zivanna mengatakan,. “Hadiah dari sahabat-sahabat saya yang memberikan satu set bathrobe dan slipper untuk saya dan suami dengan inisial nama kami masing-masing. Rasanya mau saya pajang saja karena terlalu sayang untuk dipakai,” katanya sambil tertawa. (ISA), Foto: Dok. Zivanna/Fotologue
Persiapan mulai dilakukan Zizi setelah proses lamaran. “Setelah Arga melamar secara pribadi dan bertemu dengan keluarga, kami langsung membicarakan rangkaian pernikahan seperti apa yang akan kami pilih. Apakah itu tradisional atau nasional,” putri Indonesia yang kini menjadi presenter di sebuah televisi ini mengatakan. “Kebetulan kami berdua sama-sama keturunan Sumatera Utara. Marga saya Siregar dan suami saya bermarga Harahap. Karena cukup dominan, kedua keluarga sepakat melaksanakan rangkaian pernikahan dalam adat Tapanuli Selatan dan nasional,” jelas Zizi yang mendapat bantuan dari wedding organizer saat membuat konsep acara pernikahan nasional. “Rangkaian acara adat kami konsultasikan dengan seorang ahli adat yang masih memiliki hubungan keluarga sehingga acara bisa berjalan sesuai dengan pakem-pakem tradisional dari keluarga kami berdua,” kata Zizi lagi.
Keberadaan ahli adat itu menurutnya sangat membantu dalam teknis pelaksanaan acara karena baik Zizi mau pun keluarganya tak ingin menyalahi aturan adat yang baku. Acara lamaran, misalnya, dilaksanakan dengan acara adat penuh. “Acara lamaran dalam adat Tapanuli disebut dengan istilah Manulak Sere. Di Tapanuli Selatan, bila seorang anak perempuan sudah melaksanakan upacara Manulak Sere ini, maka ia dianggap sudah sah menikah secara adat dengan pasangannya. Itu sebabnya, orang-orang tua selalu menyarankan untuk mendekatkan waktu antara lamaran dan akad nikah karena setelah acara ini, secara adat sebetulnya sepasang calon pengantin sudah dianggap sah sebagai pasangan secara adat, tapi belum sah secara agama,” Zizi menjelaskan. Kecuali resepsi yang diadakan di Dharmawangsa Hotel, semua rangkaian acara, baik lamaran, pengajian hingga akad nikah dilangsungkan di kediaman orang tua Zizi di bilangan Ampera, Jakarta Selatan. “Akad nikah di rumah dilaksanakan secara nasional, dilanjutkan dengan prosesi adat sementara resepsi dilaksanakan pada malam harinya, secara nasional, dengan sentuhan adat Tapanuli Selatan pada dekorasi dan tarian pembuka, namun sama sekali tidak ada prosesi adat lagi,” kata Zizi.
Menjalani prosesi adat pernikahan Tapanuli Selatan sarat dengan nasehat dan pemberian makan dirasa menarik oleh Zivanna . “Semua orang duduk dalam lingkaran, satu per satu diberikan giliran berbicara, sesuai dengan 'pangkat'nya masing-masing dalam keluarga. Tak lupa ditengah-tengahnya ada nasi lengkap dengan lauk pauk yang nantinya digunakan untuk memberi makan (menyuapi) kami berdua. Isi 'tumpeng' atau dalam bahasa batak disebut dengan indahan pangupa,” katanya. Indahan pangupa ini terdiri atas bermacam-macam jenis masakan yang masing-masing memiliki arti. “Yang saya ingat dari indahan pangupa saya kemarin antara lain, nasi yang merupakan makanan pokok, ada juga dua ekor masakan berbahan ikan yang ditata bersebelahan. Ikan ini diibaratkan doa supaya kami sebagai suami istri dapat berjalan beriringan. Lalu ada telur rebus yang harus kami makan sampai habis lalu berteriak Horas! Dalam adat Tapanuli, telur ini adalah simbol sumber kehidupan. Sementara doa untuk kelanggengan pernikahan disimbolkan dengan udang. Katanya supaya kami bisa terus bersama sampai tua dan punggung kami bungkuk seperti udang,” Zizi mengisahkan.
Mengakomodir keinginan kedua orang tua, menurut Zizi, memang sebisa mungkin ia dan Arga lakukan sejak mula mereka mempersiapkan pernikahan. “Kami ingin meminimalisir debat-debat yang mungkin terjadi antara orangtua dan anak, jadi kami memilih untuk lebih banyak nurut saja, terutama pada bagian adat. Di bagian lain, saya dan Arga tetap ambil bagian. Misalnya, kami melaksanakan akad nikah di rumah, ijab kabul persis di tengah-tengah rumah, karena permintaan ayah saya. Namun dekorasi akad nikah yang bernuansa putih dan emas adalah pilihan saya karena dari dulu nuanasa seperti itu yang saya banyangkan untuk acara pernikahan. Dua warna itu buat saya selalu bisa menghadirkan suasana sacral dan elegan” kata Zizi. aku selalu inginkan adalah putih dan emas, melambangkan kesucian tapi tetap ada nuansa elegan.
Ijab kabul diakui Zivanna sebagai momen paling mengharukan. “Saya tidak kuasa menahan air mata pada saat Arga yang saat itu masih berstatus calon suami akhirnya berjabat tangan dengan Ayah saya dan mengucapkan ikrar suci tersebut,” Zizi mengenang. Selain itu, saat pengajian yang diadakan sehari sebelum akad nikah pun meninggalkan kesan haru yang mendalam bagi Zizi. “Sebab, Ayah yang biasanya paling tegar, hari itu menjadi orang yang paling mudah menangis. Mungkin karena saya adalah anak pertama di keluarga dan kami sangat dekat, momen meminta maaf dan memberi izin pada saat pengajian pun jadi momen yang luar biasa mengharukan untuk beliau, juga saya dan keluarga yang lain,” kata Zizi yang juga tak bisa menutupi rasa harunya manakala ayahnya mengajak berdansa berdua di sela-sela acara resepsi sebelum kemudian ia menyerahkan putri sulungnya pada Arga sang suami. Bagi Zizi, acara dansa itu serupa simbol restu dari ayahnya.
Rasa lega dan bahagia deras mengalir di hati Zizi ketika semua rangkaian acara selesai digelar dengan lancar dan menyenangkan. Komunikasi disebut Zizi sebagai kunci penting yang harus dimiliki pasangan pengantin dan keluarganya sejak memulai persiapan pernikahan. “Penting sekali komunikasi yang baik dengan semua pihak. Mulai dari orang tua, keluarga kita, keluarga calon pasangan, WO, vendor dekorasi, catering, gedung, dan yang paling penting adalah dengan calon pasangan kita. Kadang kita saking sibuknya mempersiapkan pernikahan, lupa saling menginformasikan kepada pasangan, padahal itulah fondasi yang paling penting,” kata Zizi. Ketika ditanya tentang apa hadiah paling berkesan yang diterima, dengan antusias Zivanna mengatakan,. “Hadiah dari sahabat-sahabat saya yang memberikan satu set bathrobe dan slipper untuk saya dan suami dengan inisial nama kami masing-masing. Rasanya mau saya pajang saja karena terlalu sayang untuk dipakai,” katanya sambil tertawa. (ISA), Foto: Dok. Zivanna/Fotologue