Langit cerah pagi itu. Di sebuah apartemen sewaan, seorang calon pengantin wanita merias diri.Rias wajah dan tatanan rambutnya ringan saja.Rambut hitam sebahunya yang berponi dicepol sederhana di belakang tengkuk, sementara pulasan lipstick merah menjadi satu-satunya elemen rias paling menonjol di wajahnya.Ibunya memaksa Noveleta Dinar, calon pengantin wanita itu memakai bulu mata palsu.Tawaran tersebut sempat ditolak.Tapi akhirnya bulu mata palsu itu dipakainya juga. “Nggak nyesal sih akhirnya menuruti saran untuk pakai bulumata palsu itu karena mata saya jadi terlihat lebih hidup waktu di foto,” kata Dinar sambil tertawa mengenang pagi sebelum ia berangkat ke New York City Hall untuk mengikat janji pernikahan dengan Amir Sidharta yang sejak empat tahun sebelumnya jadi kekasih Dinar. Gaun pengantin putih rancangan Auguste Soesastro melekat indah di tubuhnya yang semampai.
Persiapan pernikahan, menurut Amir dan Dinar berjalan sangat singkat. “Kami memutuskan menikah di New York awal April, apply visa Mei dan dan waktu pernikahan yang sedianya akan dilakukan pada Agustus, kami sepakati dimajukan ke Juni,” kata Dinar. Menurutnya, pemindahan jadwal nikah itu karena ia ingin jalan-jalan di New York bersama sahabatnya sebelum menikah. “Saya meminta pernikahan dilakukan pada bulan Juni karena ingin punya me time dulu sebelum menikah. Saya mau jalan-jalan dan merayakan ulang tahun bersama sahabat saya di New York sambil nonton festival musik The Governers Ball,” Dinar mengenang sambil tertawa. Ia berangkat tiga minggu lebih awal dari Amir untuk melakukan persiapan pernikahan, mulai survey lokasi untuk membuat jamuan makan malam untuk merayakan pernikahan mereka, dan beberapa hal lain. Perpindahan jadwal itu disepakati juga karena beberapa pertimbangan lain, seperti karena sesuai dengan jadwal libur putra-putri Amir, Radyatra Sidharta dan Prajnacita Sidharta, juga faktor cuaca yang masih bersahabat.
Soal pengurusan administrasi pernikahan, Amir mengambil peran utama. “Semua urusan administrasi, dilakukan secara online dan Amir yang bertanggung jawab karena dia lebih mengerti,” kata Dinar. “Saking semua hal kami urusi berdua saja, saya dan Dinar rasanya sampai mau bikin konsultan pengurusan pernikahan di New York. Bagaimana tidak, hanya dalam lima hari semua urusan administrasi beres dan kami bisa juga mengurusi persiapan pestanya,” kata Amir sambil terbahak.
Acara pernikahan mereka dihadiri sedikit sekali tamu, bila dibandingkan dengan pesta-pesta pernikahan yang biasa digelar di Indonesia. Pemberkatan pernikahan mereka di City Hall hanya dihadiri keluarga inti seperti ibunda Dinar, kakak Amir, Yuke dan keluarga, juga kedua anak Amir serta sahabat Dinar yang khusus datang dari Jakarta untuk menyaksikan pernikahan Dinar dan Amir. Baru pada jamuan makan malam yang diadakan di sebuah restoran Italia bernama Aurora, hadir 30 orang keluarga, kerabat dan sahabat mereka berdua.
Masa pacaran dijalani selama empat tahun oleh pasangan ini. “Kami sebelumnya sudah kenal tapi hanya sekadar hi and bye saja. Kesempatan lebih dekat hadir pada suatu pameran senirupa yang diadakan oleh Sidharta Auctioneer di Grand Indonesia. Saya ingat, pameran itu memamerkan karya Ricky “Babay” Janitra, kami bertemu dan ngobrol agak banyak. Saat itu saya sedang tidak punya pasangan juga. Keesokan harinya Amir mengirim pesan di Facebook menanyakan kabar dan memberi pin Blackberry Messenger (BBM). Saya sih tidak berpikir kalau Amir tertarik sama saya tapi lebih mengira dia hanya “menebar jala”. Ternyata saya tersangkut jalanya dan jadi beneran lebih dekat sama Amir,” kata Dinar. Tawa berderai tak bisa ia bendung manakala menceritakan ini. Amir sendiri ikut tertawa geli menyimak cerita istrinya dengan ekspresi yang luar biasa jenaka. Hal yang menarik dari Amir bagi Dinar adalah sosoknya yang ngemong dan bisa diajak bicara mengenai apa saj,a juga tidak judgemental. “Amir itu pintar tapi tidak sok pintar,” cetus Dinar yang dulu menyangka usia Amir hanya bertaut beberapa tahun saja dari usianya. “Ternyata waktu kami mulai deket itu dia sudah umur 47 dan kami bertaut usia 20 tahun. Tapi saya tidak pernah melihat dia setua itu karena mungkin semuanya nyambung saja,” katanya.
Meski hanya dikerjakan berdua, persiapan pernikahan mereka berjalan cukup lancar. “Semua seperti dimudahkan. Desember 2014 ada acara lamaran yang dihadiri keluarga kami. Jadi memang rencana untuk menikah sudah ada. Tapi detailnya bagaimana sama sekali belum kami pikirkan. Pokoknya kami tahu, kami akan menikah di 2015,” Dinar menceritakan. Menurutnya Amir bukan orang yang romantis. “Jadi jangan bayangkan ada momen “would you be my wife” atau cincin yang dicelupkan dalam sup. Wong beli cincin tunangannya saja sama saya di Cikini,” kata Dinar, lagi-lagi sambil tertawa berderai. (ISA), Foto: Dok. Dinar dan Amir
Persiapan pernikahan, menurut Amir dan Dinar berjalan sangat singkat. “Kami memutuskan menikah di New York awal April, apply visa Mei dan dan waktu pernikahan yang sedianya akan dilakukan pada Agustus, kami sepakati dimajukan ke Juni,” kata Dinar. Menurutnya, pemindahan jadwal nikah itu karena ia ingin jalan-jalan di New York bersama sahabatnya sebelum menikah. “Saya meminta pernikahan dilakukan pada bulan Juni karena ingin punya me time dulu sebelum menikah. Saya mau jalan-jalan dan merayakan ulang tahun bersama sahabat saya di New York sambil nonton festival musik The Governers Ball,” Dinar mengenang sambil tertawa. Ia berangkat tiga minggu lebih awal dari Amir untuk melakukan persiapan pernikahan, mulai survey lokasi untuk membuat jamuan makan malam untuk merayakan pernikahan mereka, dan beberapa hal lain. Perpindahan jadwal itu disepakati juga karena beberapa pertimbangan lain, seperti karena sesuai dengan jadwal libur putra-putri Amir, Radyatra Sidharta dan Prajnacita Sidharta, juga faktor cuaca yang masih bersahabat.
Soal pengurusan administrasi pernikahan, Amir mengambil peran utama. “Semua urusan administrasi, dilakukan secara online dan Amir yang bertanggung jawab karena dia lebih mengerti,” kata Dinar. “Saking semua hal kami urusi berdua saja, saya dan Dinar rasanya sampai mau bikin konsultan pengurusan pernikahan di New York. Bagaimana tidak, hanya dalam lima hari semua urusan administrasi beres dan kami bisa juga mengurusi persiapan pestanya,” kata Amir sambil terbahak.
Acara pernikahan mereka dihadiri sedikit sekali tamu, bila dibandingkan dengan pesta-pesta pernikahan yang biasa digelar di Indonesia. Pemberkatan pernikahan mereka di City Hall hanya dihadiri keluarga inti seperti ibunda Dinar, kakak Amir, Yuke dan keluarga, juga kedua anak Amir serta sahabat Dinar yang khusus datang dari Jakarta untuk menyaksikan pernikahan Dinar dan Amir. Baru pada jamuan makan malam yang diadakan di sebuah restoran Italia bernama Aurora, hadir 30 orang keluarga, kerabat dan sahabat mereka berdua.
Masa pacaran dijalani selama empat tahun oleh pasangan ini. “Kami sebelumnya sudah kenal tapi hanya sekadar hi and bye saja. Kesempatan lebih dekat hadir pada suatu pameran senirupa yang diadakan oleh Sidharta Auctioneer di Grand Indonesia. Saya ingat, pameran itu memamerkan karya Ricky “Babay” Janitra, kami bertemu dan ngobrol agak banyak. Saat itu saya sedang tidak punya pasangan juga. Keesokan harinya Amir mengirim pesan di Facebook menanyakan kabar dan memberi pin Blackberry Messenger (BBM). Saya sih tidak berpikir kalau Amir tertarik sama saya tapi lebih mengira dia hanya “menebar jala”. Ternyata saya tersangkut jalanya dan jadi beneran lebih dekat sama Amir,” kata Dinar. Tawa berderai tak bisa ia bendung manakala menceritakan ini. Amir sendiri ikut tertawa geli menyimak cerita istrinya dengan ekspresi yang luar biasa jenaka. Hal yang menarik dari Amir bagi Dinar adalah sosoknya yang ngemong dan bisa diajak bicara mengenai apa saj,a juga tidak judgemental. “Amir itu pintar tapi tidak sok pintar,” cetus Dinar yang dulu menyangka usia Amir hanya bertaut beberapa tahun saja dari usianya. “Ternyata waktu kami mulai deket itu dia sudah umur 47 dan kami bertaut usia 20 tahun. Tapi saya tidak pernah melihat dia setua itu karena mungkin semuanya nyambung saja,” katanya.
Meski hanya dikerjakan berdua, persiapan pernikahan mereka berjalan cukup lancar. “Semua seperti dimudahkan. Desember 2014 ada acara lamaran yang dihadiri keluarga kami. Jadi memang rencana untuk menikah sudah ada. Tapi detailnya bagaimana sama sekali belum kami pikirkan. Pokoknya kami tahu, kami akan menikah di 2015,” Dinar menceritakan. Menurutnya Amir bukan orang yang romantis. “Jadi jangan bayangkan ada momen “would you be my wife” atau cincin yang dicelupkan dalam sup. Wong beli cincin tunangannya saja sama saya di Cikini,” kata Dinar, lagi-lagi sambil tertawa berderai. (ISA), Foto: Dok. Dinar dan Amir