“Kamu adalah pasangan aku di kehidupan ini dan kehidupan lain”. News Anchor Annisa Pagih masih ingat betul perkataan pasangannya, Timothy Matindas. Pria yang biasa dipanggil Tim itu adalah Head of Client Services di sebuah International digital consultancy firm. Tim bukan hanya berjanji untuk bersama Annisa sampai mati namun juga setelahnya. Melihat keyakinan Tim membuat Annisa mantap memilih pria tersebut untuk menemani hidupnya sebagai suami, sahabat, dan rekan kerja.
Memasuki tahun ketiga pacaran, mereka kemudian yakin bahwa orang inilah yang akan menemani seumur hidup. Namun karena pada saat itu masih banyak yang ingin dikejar maka mereka menunda persiapan pernikahan. Kedua belah keluarga punya andil besar dalam keputusan tersebut, bahkan bisa dibilang keluarga-lah yang sudah merasa gemas agar mereka segera meresmikan hubungan.
Mulanya Annisa dan Tim ingin mengadakan resepsi pernikahan di Jakarta dan Bali, meski belum memiliki konsep pasti. Namun setelah ditelaah kembali dan melihat biaya yang tak sedikit, mereka mengubah rencana. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengalokasikan bujet untuk kehidupan di masa mendatang dan untuk honeymoon. Berbekal informasi yang mereka dapat saat browsing, Annisa dan Tim beralih ke Ide elope wedding yakni nikah tamasya. Annisa menginginkan konsep intimate wedding yang privat, seperti karakter keduanya yang introvert. Jika ada tempat dimana memang tercipta untuk intimate wedding, bagi mereka adalah di Cecil Peak di puncak gunung New Zealand.
Sebelum berangkat ke New Zealand, terlebih dahulu Annisa dan tim melakukan prosesi lamaran dan akad nikah di Hotel Hilton Bandung. Mengusung konsep outdoor intimate wedding yang klasik dan simple dengan nuansa warna dusty pink dan putih di pool area. Esok harinya Annisa dan Tim terbang ke New Zealand bersama 4 orang fotografer dari Visuel Project untuk blessing ceremony sekaligus bulan madu selama 2 minggu. Menggunakan helikopter berwarna hitam, Annisa dan Tim terpesona dengan pemandangan gunung dan bukit-bukit yang mengelilingi Queenstown.
Mendarat di puncak Cecil Peak, mereka tak berenti merasa takjub. Semuanya terlihat luar biasa karena bisa dibilang tempat ini mewakili diri mereka dan melebihi ekspetasi. Awalnya mereka membayangkan sebuah gunung batu berwarna abu-abu namun nyatanya, yang ada di hadapan adalah gunung berwarna coklat keemasan. Tim menatap Annisa dengan senyum mengembang dan rona bahagia, melihat Annisa berjalan pelan dengan gaun putih klasik rancangan desainer Malik Moestaram. Janji suci diucapkan di atas kokohnya gunung, dinaungi langit yang lapang, diantara jajaran bukit dan disinari pendar cahaya matahari. Alam menjadi saksi pengukuhan cinta Annisa dan Tim. Tak ada dekorasi yang lebih indah dari dekorasi alam buatan tuhan. (WHY) Foto: Dok. Visuel Project
Memasuki tahun ketiga pacaran, mereka kemudian yakin bahwa orang inilah yang akan menemani seumur hidup. Namun karena pada saat itu masih banyak yang ingin dikejar maka mereka menunda persiapan pernikahan. Kedua belah keluarga punya andil besar dalam keputusan tersebut, bahkan bisa dibilang keluarga-lah yang sudah merasa gemas agar mereka segera meresmikan hubungan.
Mulanya Annisa dan Tim ingin mengadakan resepsi pernikahan di Jakarta dan Bali, meski belum memiliki konsep pasti. Namun setelah ditelaah kembali dan melihat biaya yang tak sedikit, mereka mengubah rencana. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengalokasikan bujet untuk kehidupan di masa mendatang dan untuk honeymoon. Berbekal informasi yang mereka dapat saat browsing, Annisa dan Tim beralih ke Ide elope wedding yakni nikah tamasya. Annisa menginginkan konsep intimate wedding yang privat, seperti karakter keduanya yang introvert. Jika ada tempat dimana memang tercipta untuk intimate wedding, bagi mereka adalah di Cecil Peak di puncak gunung New Zealand.
Sebelum berangkat ke New Zealand, terlebih dahulu Annisa dan tim melakukan prosesi lamaran dan akad nikah di Hotel Hilton Bandung. Mengusung konsep outdoor intimate wedding yang klasik dan simple dengan nuansa warna dusty pink dan putih di pool area. Esok harinya Annisa dan Tim terbang ke New Zealand bersama 4 orang fotografer dari Visuel Project untuk blessing ceremony sekaligus bulan madu selama 2 minggu. Menggunakan helikopter berwarna hitam, Annisa dan Tim terpesona dengan pemandangan gunung dan bukit-bukit yang mengelilingi Queenstown.
Mendarat di puncak Cecil Peak, mereka tak berenti merasa takjub. Semuanya terlihat luar biasa karena bisa dibilang tempat ini mewakili diri mereka dan melebihi ekspetasi. Awalnya mereka membayangkan sebuah gunung batu berwarna abu-abu namun nyatanya, yang ada di hadapan adalah gunung berwarna coklat keemasan. Tim menatap Annisa dengan senyum mengembang dan rona bahagia, melihat Annisa berjalan pelan dengan gaun putih klasik rancangan desainer Malik Moestaram. Janji suci diucapkan di atas kokohnya gunung, dinaungi langit yang lapang, diantara jajaran bukit dan disinari pendar cahaya matahari. Alam menjadi saksi pengukuhan cinta Annisa dan Tim. Tak ada dekorasi yang lebih indah dari dekorasi alam buatan tuhan. (WHY) Foto: Dok. Visuel Project