27 September lalu, bertepatan dengan Hari Pariwisata Dunia, Google Indonesia mengumumkan bahwa gambar Street View pertama dari Candi Borobudur kini dapat diakses di Google Maps. Ini artinya, Anda dapat menjelajahi candi yang sempat menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia ini di manapun Anda berada menggunakan platform apapun selama ada akses internet melalui Google Maps atau Google Street View.
Peluncuran ini dilakukan langsung di Candi Borobudur, Magelang. Di pagi yang cerah itu dewi bersama beberapa teman media lain berkesempatan mengapresiasi langsung kemegahan Candi Buddha terbesar di dunia ini dan juga melihat proses pengambilan gambar untuk Street View oleh trekker dan Mr. Trekker, sebutan bagi orang yang membawa trekker yang berbentuk seperti ransel seberat 18 kg tersebut. Alat ini memiliki 15 kamera di dalam case berbentuk bola sehingga bisa menghasilkan gambar panorama 360 derajat. Saat ini di Indonesia baru memiliki 1 trekker dan Mr. Trekker, yaitu Eko Pramono yang telah melewati seleksi ketat dan pelatihan yang cukup lama. Cynthia Wei, Program Manager dari Google Street View menjelaskan, lamanya proyek memetakan suatu lokasi tidak bisa diprediksi, apalagi situs outdoor seperti Borobudur, karena sangat tergantung cuaca.
Mereka hanya bisa melakukan pengambilan gambar ketika cuaca cerah. Ada tiga cara untuk melakukan pengambilan gambar, yaitu dengan menggunakan mobil untuk jalanan, trolley untuk lokasi yang stabil seperti museum, dan terakhir trekker untuk lokasi yang lebih sulit sehingga kamera harus digendong seperti ransel.
Setelah mengagumi Borobudur dari dekat dan juga melihat bagaimana Mr. Trekker melakukan simulasi pekerjaannya dengan berkeliling Candi sampai berpeluh keringat, kami kembali ke area pelataran Borobudur untuk konferensi pers dengan Google Indonesia yang juga didukung oleh Kementerian Pendidikan Dasar & Menengah dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata, dan juga pihak Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko.
“Misi Google adalah untuk mengorganisasi informasi dunia, membuatnya mudah diakses dan bermanfaat bagi semua orang. Dengan menghadirkan gambar Street View Borobudur dan kisah sejarah di Cultural Institute untuk pertama kalinya, kami berharap ini bisa membantu pelestarian budaya dan sejarah bagi penerus bangsa, dan menginspirasi lebih banyak orang di Indonesia dan seluruh dunia untuk mengunjungi dan mengapresiasi warisan budaya bangsa kita,” kata Shinto Nugroho, Head of Public Policy & Government Relations Google Indonesia.
Perkataan ini diamini oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya, M.Sc., yang meskipun berhalangan hadir ke acara namun menyempatkan menyampaikan sambutannya via video. Beliau berharap dengan kemajuan teknologi ini akan membawa lebih banyak orang menghargai keindahan alam dan kultur Indonesia. Mayoritas wisatawan memulai perjalanan mereka dengan melakukan pencarian di internet, maka peta digital ini akan memberi kemudahan bagi mereka untuk menemukan destinasi terbaik. Karena Street View di Borobudur dan 10 candi di di sekitarnya ini adalah permulaan dan akan semakin banyak destinasi wisata lainnya sehingga diharapkan orang-orang akan semakin tertarik untuk mengeksplor Indonesia. (DV) Foto: Dok. ImageDynamics (DV) Foto: Dok. ImageDynamics
Peluncuran ini dilakukan langsung di Candi Borobudur, Magelang. Di pagi yang cerah itu dewi bersama beberapa teman media lain berkesempatan mengapresiasi langsung kemegahan Candi Buddha terbesar di dunia ini dan juga melihat proses pengambilan gambar untuk Street View oleh trekker dan Mr. Trekker, sebutan bagi orang yang membawa trekker yang berbentuk seperti ransel seberat 18 kg tersebut. Alat ini memiliki 15 kamera di dalam case berbentuk bola sehingga bisa menghasilkan gambar panorama 360 derajat. Saat ini di Indonesia baru memiliki 1 trekker dan Mr. Trekker, yaitu Eko Pramono yang telah melewati seleksi ketat dan pelatihan yang cukup lama. Cynthia Wei, Program Manager dari Google Street View menjelaskan, lamanya proyek memetakan suatu lokasi tidak bisa diprediksi, apalagi situs outdoor seperti Borobudur, karena sangat tergantung cuaca.
Mereka hanya bisa melakukan pengambilan gambar ketika cuaca cerah. Ada tiga cara untuk melakukan pengambilan gambar, yaitu dengan menggunakan mobil untuk jalanan, trolley untuk lokasi yang stabil seperti museum, dan terakhir trekker untuk lokasi yang lebih sulit sehingga kamera harus digendong seperti ransel.
Setelah mengagumi Borobudur dari dekat dan juga melihat bagaimana Mr. Trekker melakukan simulasi pekerjaannya dengan berkeliling Candi sampai berpeluh keringat, kami kembali ke area pelataran Borobudur untuk konferensi pers dengan Google Indonesia yang juga didukung oleh Kementerian Pendidikan Dasar & Menengah dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata, dan juga pihak Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko.
“Misi Google adalah untuk mengorganisasi informasi dunia, membuatnya mudah diakses dan bermanfaat bagi semua orang. Dengan menghadirkan gambar Street View Borobudur dan kisah sejarah di Cultural Institute untuk pertama kalinya, kami berharap ini bisa membantu pelestarian budaya dan sejarah bagi penerus bangsa, dan menginspirasi lebih banyak orang di Indonesia dan seluruh dunia untuk mengunjungi dan mengapresiasi warisan budaya bangsa kita,” kata Shinto Nugroho, Head of Public Policy & Government Relations Google Indonesia.
Perkataan ini diamini oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya, M.Sc., yang meskipun berhalangan hadir ke acara namun menyempatkan menyampaikan sambutannya via video. Beliau berharap dengan kemajuan teknologi ini akan membawa lebih banyak orang menghargai keindahan alam dan kultur Indonesia. Mayoritas wisatawan memulai perjalanan mereka dengan melakukan pencarian di internet, maka peta digital ini akan memberi kemudahan bagi mereka untuk menemukan destinasi terbaik. Karena Street View di Borobudur dan 10 candi di di sekitarnya ini adalah permulaan dan akan semakin banyak destinasi wisata lainnya sehingga diharapkan orang-orang akan semakin tertarik untuk mengeksplor Indonesia. (DV) Foto: Dok. ImageDynamics (DV) Foto: Dok. ImageDynamics
Author
DEWI INDONESIA
FOOD & TRAVEL
CASA CUOMO, Simfoni Kuliner Italia di Jakarta