Peragaan dari tiga desainer Indonesia Fashion Forward (IFF) terdiri dari Day and Night, Lekat, dan PVRA tidak muluk-muluk. Tanpa gimik-gimik berlebihan, ketiga brand ini menampilkan koleksi pakaian smart casual yang solid dan penuh karakter.
Day and Night membuka peragaan dengan deretan pakaian minimalis yang menjadi DNA desain mereka. Sederet pakaian putih-putih membuka gelaran, menampilkan pakaian-pakaian basic yang tidak biasa. Desain rancangan Yelly Yumentu berhasil mengelevasi pakaian putih-putih dari sekadar basic menjadi sebuah necessity alias pakaian yang perlu dimiliki. Desainnya yang minimalis dan detail-detail unik yang ditampilkannya dalam koleksi ini menjadi staple pieces bak kanvas yang bisa Anda padu-padankan menjadi ragam tampilan lainnya.
Setelahnya, giliran PVRA yang mengambil alih panggung runway. Seorang model masuk ke arena peragaan sembari membawa troli berisi baris-baris sepatu. Musik ceria pun mengalun, membawa kita pada suasana Amerika Latin, sebagai cue bagi model lain untuk mulai masuk bertelanjang kaki. Sang model lalu menghampiri si “penjaja sepatu” dan mengenakan sepasang sepatu dari troli, keduanya berinteraksi sebentar dengan tingkah ceria lalu lanjut berjalan seperti memamerkan sepatu barunya.
Begitulah sepanjang peragaan PVRA menghadirkan permainan drama yang cukup segar di tengah deretan peragaan busana yang sering kali datar-datar saja dengan model berwajah lempeng berjalan seperti biasa. Padu padan yang mereka pilih pun cukup strategis. Meski sepatu menjadi bintang utama koleksi ini, mereka tak lantas memilih pakaian dengan sembarang. Setelan-setelan monokrom dengan warna bold seperti terakota, tille, kuning, dusty pink dan kuning cerah menjadi padanan yang pas. Cukup cerah dan bervariasi sehingga membuat penonton tidak bosan, tetapi tidak berlebihan sehingga menutupi sepatu mereka.
Untuk koleksi sepatu Mereka sendiri, PVRA menampilkan desain yang sedikit berbeda. Terutama dari segi warna. Jika selama ini Anda mengenal PVRA dengan warna-warna netral yang menjadi ciri khasnya, kali ini PVRA menghadirkan sepatu dengan warna senada pakaian para model: kombinasi terakota, tille, kuning, dan beige. Aplikasi payet pun masih menjadi ciri utama sepatu PVRA dalam koleksi ini. Namun, kini duo desainer Kara Nugroho dan Putri Katianda mencoba bermain-main dengan payet hasil daur ulang kaca dan plastik. Entah itu dari bekas botol make-up atau skincare.
Sebagai penutup Lekat lalu memprersembahkan koleksi yang penuh karakter. Lekat membuka peragaannya dengan pakaian-pakaian yang terkesan understated dengan muted colors seperti dusty pink, abu-abu, dan beige.
Koleksinya itu kemudian berprogresi menjadi deret-deret pakaian penuh warna yang memadukan warna-warna bold dan berbagai prints. Tabrak motif pun diaplikasikan dalam merangkai satu pakaian. Seperti shirtdress yang bagian depannya dibuat dengan kain biru bermotif bunga dengan gaya realis, sementara bagian belakangnya terbuat dari material dengan motif bunga yang karikatural. Motif bunga memang menjadi benang merah dalam koleksi ini. Ia muncul dalam berbagai bentuk dan dalam berbagai material. Entah itu kain sifon tipis atau katun.
Persembahan ketiga desainer ini tak muluk-muluk, tetapi cukup istimewa. Ketiganya tidak mencoba melebih-lebihkan koleksi mereka, tetapi menguatkan apa yang menjadi karakter desainnya. (SIR). Foto: GCM Group.
Day and Night membuka peragaan dengan deretan pakaian minimalis yang menjadi DNA desain mereka. Sederet pakaian putih-putih membuka gelaran, menampilkan pakaian-pakaian basic yang tidak biasa. Desain rancangan Yelly Yumentu berhasil mengelevasi pakaian putih-putih dari sekadar basic menjadi sebuah necessity alias pakaian yang perlu dimiliki. Desainnya yang minimalis dan detail-detail unik yang ditampilkannya dalam koleksi ini menjadi staple pieces bak kanvas yang bisa Anda padu-padankan menjadi ragam tampilan lainnya.
Setelahnya, giliran PVRA yang mengambil alih panggung runway. Seorang model masuk ke arena peragaan sembari membawa troli berisi baris-baris sepatu. Musik ceria pun mengalun, membawa kita pada suasana Amerika Latin, sebagai cue bagi model lain untuk mulai masuk bertelanjang kaki. Sang model lalu menghampiri si “penjaja sepatu” dan mengenakan sepasang sepatu dari troli, keduanya berinteraksi sebentar dengan tingkah ceria lalu lanjut berjalan seperti memamerkan sepatu barunya.
Begitulah sepanjang peragaan PVRA menghadirkan permainan drama yang cukup segar di tengah deretan peragaan busana yang sering kali datar-datar saja dengan model berwajah lempeng berjalan seperti biasa. Padu padan yang mereka pilih pun cukup strategis. Meski sepatu menjadi bintang utama koleksi ini, mereka tak lantas memilih pakaian dengan sembarang. Setelan-setelan monokrom dengan warna bold seperti terakota, tille, kuning, dusty pink dan kuning cerah menjadi padanan yang pas. Cukup cerah dan bervariasi sehingga membuat penonton tidak bosan, tetapi tidak berlebihan sehingga menutupi sepatu mereka.
Untuk koleksi sepatu Mereka sendiri, PVRA menampilkan desain yang sedikit berbeda. Terutama dari segi warna. Jika selama ini Anda mengenal PVRA dengan warna-warna netral yang menjadi ciri khasnya, kali ini PVRA menghadirkan sepatu dengan warna senada pakaian para model: kombinasi terakota, tille, kuning, dan beige. Aplikasi payet pun masih menjadi ciri utama sepatu PVRA dalam koleksi ini. Namun, kini duo desainer Kara Nugroho dan Putri Katianda mencoba bermain-main dengan payet hasil daur ulang kaca dan plastik. Entah itu dari bekas botol make-up atau skincare.
Sebagai penutup Lekat lalu memprersembahkan koleksi yang penuh karakter. Lekat membuka peragaannya dengan pakaian-pakaian yang terkesan understated dengan muted colors seperti dusty pink, abu-abu, dan beige.
Koleksinya itu kemudian berprogresi menjadi deret-deret pakaian penuh warna yang memadukan warna-warna bold dan berbagai prints. Tabrak motif pun diaplikasikan dalam merangkai satu pakaian. Seperti shirtdress yang bagian depannya dibuat dengan kain biru bermotif bunga dengan gaya realis, sementara bagian belakangnya terbuat dari material dengan motif bunga yang karikatural. Motif bunga memang menjadi benang merah dalam koleksi ini. Ia muncul dalam berbagai bentuk dan dalam berbagai material. Entah itu kain sifon tipis atau katun.
Persembahan ketiga desainer ini tak muluk-muluk, tetapi cukup istimewa. Ketiganya tidak mencoba melebih-lebihkan koleksi mereka, tetapi menguatkan apa yang menjadi karakter desainnya. (SIR). Foto: GCM Group.