Kain tradisional menyimpan sejuta pesona. Kain-kain itu berkisah lewat tiap jalinan benang dan warnanya. Eksplorasi atas kain-kain tradisional Indonesia pun bak tak ada habisnya. Kali ini Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF) 2019 menggandeng enam desainer Indonesia untuk mempersembahkan hasil imajinasi dan eksplorasi mereka akan kain-kain tradisional Indonesia.
Keenam desainer itu adalah Andreas Odang, Danny Satriadi, Denny Wirawan, Norma Hauri, Stella Risa, dan Yongki Budisutisna. Mereka masing-masing menghadirkan koleksi mini dalam pagelaran busana dengan tajuk “Kain Negri”.
Denny Wirawan
Mengusung judul “Satriyan”, Denny Wirawan mempersembahkan koleksi mini dari BaliJava. Nama tersebut diambil dari salah satu motif batik Gedog Tuban yang menjadi material utama pembuatan pakaian dalam koleksi ini.
“Satriyan” juga berarti ksatria. Judul ini dipilih untuk memberikan penghormatan kepada masyarakat Jawa Timur yang masih terus berjuang, khususnya di daerah Tuban yang masih mengandalkan hidup dari pertanian sekaligus menenun dan membatik.
Kain batik Gedog Tuban yang menjadi bahan dasar utama dalam koleksi ini dipadukan dengan bordiran dan aplikasi manik-manik. Pakaian-pakaian dalam koleksi ini juga menampilkan potongan rapi luaran yang berpadu manis dengan bawahan bervolume.
Andreas Odang
Untuk pagelaran busana kali ini Andreas Odang menghadirkan minikoleksi bertajuk “retrOrient”. Ia memadukan dua kain tenun Garut dan kain songket Palembang serta menggabungkan dua referensi gaya dalam koleksinya, gaya retro dan gaya oriental.
Nuansa kain songket Palembang yang terpengaruh budaya Cina diperkuat dengan desain pakaian cheongsam/qipao. Sementara, kain Garut dengan motif-motifnya geometris memberikan aksen gaya retro era ’60-‘70an lengkap dengan siluet trapeze, potongan mini, midi, dan maksi, serta celana bell-botom.
Norma Hauri
Norma Hauri mempersembahkan mini koleksi bertajuk “Monarch” untuk pagelaran busana “Kain Negri”. Inspirasinya didapatkan dari dari gaya para putri monarki di era modern yang berbaur dengan gaya putri hasil imajinasinya.
Untuk koleksi mini ini, Norma Hauri kembali memilih kain tenun Bali sebagai material dasar pakaian-pakaian yang didesainnya. Kain Bali itu ia padukan dengan material yang lebih modern seperti jacquard, gabardine, dan organza dengan kombinasi potongan jahitan yang modern. Hasilnya adalah gaya seorang bangsawan yang sureal, layaknya terjebak antara dunia nyata dan khayal.
Stella Risa
Seperti nama koleksinya, “Segara”, Stella Risa membuat koleksi yang terinspirasi dari budaya bahari Indonesia. Dengan mengeksplorasi kain lurik, Stella membuat koleksi resor dengan palet yang didominasi warna-warna pesisir pantai.
Flamboyan dan mewah merupakan dua kesan yang coba dipantik Stella melalui koleksi ini. Lewat perpaduan warna biru gelap dan ungu pucat serta adanan material taffeta dan kain lurik, Stella mewujudkan keseimbangan desain antara tradisi dan modernitas.
Danny Satriadi
Untuk pagelaran “Kain Negri”, Danny Satriadi menyuguhkan koleksi dari label-nya, Arkamaya. Mengurusng tema “Way of Life”, Danny Satriadi menyajikan deretan pakaian dengan deain dan siluet yang kalem dengan palet warna yang didominasi putih, biru muda, dan kuning serta perpaduan antara motif dengan nuansa alami dan geometris.
Danny memilih batik Pekalongan sebagai material utama koleksi ini. Untuk koleksi ini, ia memadukan kain batik Pekalongan dengan inovasi teknologi pencetakan kain organik bekerja sama dengan Inoui Textile Digital Printing.
Ia menghadirkan koleksi pakaian dengan potongan yang tegas dan terpengaruh siluet kimono dan hanbok. Hasilnya adalah serangkaian pakaian kontemporer yang sarat tradisi dan identitas Indonesia.
Yongki Budisutisna
Yongki Budisutisna turut mempersembahkan koleksinya dalam pagelaran busana “Kain Negri”. Bertajuk “Malika”, Yongki menghadirkan gaun-gaun yang dibuat menggunakan kain batik Cirebon. Motif batik bunga-bunga yang mendominasi koleksi sini dan potongan A-line yang feminin menjadikan koleksi mini dari Etnos karya Yongki Budisutisna ini terlihat semakin manis nan romantis. (Teks: SIR/Foto: Jakarta Fashion & Food Festival.)
Keenam desainer itu adalah Andreas Odang, Danny Satriadi, Denny Wirawan, Norma Hauri, Stella Risa, dan Yongki Budisutisna. Mereka masing-masing menghadirkan koleksi mini dalam pagelaran busana dengan tajuk “Kain Negri”.
Denny Wirawan
Mengusung judul “Satriyan”, Denny Wirawan mempersembahkan koleksi mini dari BaliJava. Nama tersebut diambil dari salah satu motif batik Gedog Tuban yang menjadi material utama pembuatan pakaian dalam koleksi ini.
“Satriyan” juga berarti ksatria. Judul ini dipilih untuk memberikan penghormatan kepada masyarakat Jawa Timur yang masih terus berjuang, khususnya di daerah Tuban yang masih mengandalkan hidup dari pertanian sekaligus menenun dan membatik.
Kain batik Gedog Tuban yang menjadi bahan dasar utama dalam koleksi ini dipadukan dengan bordiran dan aplikasi manik-manik. Pakaian-pakaian dalam koleksi ini juga menampilkan potongan rapi luaran yang berpadu manis dengan bawahan bervolume.
Andreas Odang
Untuk pagelaran busana kali ini Andreas Odang menghadirkan minikoleksi bertajuk “retrOrient”. Ia memadukan dua kain tenun Garut dan kain songket Palembang serta menggabungkan dua referensi gaya dalam koleksinya, gaya retro dan gaya oriental.
Nuansa kain songket Palembang yang terpengaruh budaya Cina diperkuat dengan desain pakaian cheongsam/qipao. Sementara, kain Garut dengan motif-motifnya geometris memberikan aksen gaya retro era ’60-‘70an lengkap dengan siluet trapeze, potongan mini, midi, dan maksi, serta celana bell-botom.
Norma Hauri
Norma Hauri mempersembahkan mini koleksi bertajuk “Monarch” untuk pagelaran busana “Kain Negri”. Inspirasinya didapatkan dari dari gaya para putri monarki di era modern yang berbaur dengan gaya putri hasil imajinasinya.
Untuk koleksi mini ini, Norma Hauri kembali memilih kain tenun Bali sebagai material dasar pakaian-pakaian yang didesainnya. Kain Bali itu ia padukan dengan material yang lebih modern seperti jacquard, gabardine, dan organza dengan kombinasi potongan jahitan yang modern. Hasilnya adalah gaya seorang bangsawan yang sureal, layaknya terjebak antara dunia nyata dan khayal.
Stella Risa
Seperti nama koleksinya, “Segara”, Stella Risa membuat koleksi yang terinspirasi dari budaya bahari Indonesia. Dengan mengeksplorasi kain lurik, Stella membuat koleksi resor dengan palet yang didominasi warna-warna pesisir pantai.
Flamboyan dan mewah merupakan dua kesan yang coba dipantik Stella melalui koleksi ini. Lewat perpaduan warna biru gelap dan ungu pucat serta adanan material taffeta dan kain lurik, Stella mewujudkan keseimbangan desain antara tradisi dan modernitas.
Danny Satriadi
Untuk pagelaran “Kain Negri”, Danny Satriadi menyuguhkan koleksi dari label-nya, Arkamaya. Mengurusng tema “Way of Life”, Danny Satriadi menyajikan deretan pakaian dengan deain dan siluet yang kalem dengan palet warna yang didominasi putih, biru muda, dan kuning serta perpaduan antara motif dengan nuansa alami dan geometris.
Danny memilih batik Pekalongan sebagai material utama koleksi ini. Untuk koleksi ini, ia memadukan kain batik Pekalongan dengan inovasi teknologi pencetakan kain organik bekerja sama dengan Inoui Textile Digital Printing.
Ia menghadirkan koleksi pakaian dengan potongan yang tegas dan terpengaruh siluet kimono dan hanbok. Hasilnya adalah serangkaian pakaian kontemporer yang sarat tradisi dan identitas Indonesia.
Yongki Budisutisna
Yongki Budisutisna turut mempersembahkan koleksinya dalam pagelaran busana “Kain Negri”. Bertajuk “Malika”, Yongki menghadirkan gaun-gaun yang dibuat menggunakan kain batik Cirebon. Motif batik bunga-bunga yang mendominasi koleksi sini dan potongan A-line yang feminin menjadikan koleksi mini dari Etnos karya Yongki Budisutisna ini terlihat semakin manis nan romantis. (Teks: SIR/Foto: Jakarta Fashion & Food Festival.)