Tahun 2020 merupakan tahun penting bagi Amerika Serikat. Itulah tahun saat mereka mesti memilih presiden baru. Pemilihan ini menjadi kian krusial di tengah situasi sosial-politik di Negeri Paman Sam yang semakin terpecah antara yang liberal dan konservatif.
Di tengah itu semua, Michael Kors menawarkan semangat optimistis lewat koleksi musim semi/panas terbarunya. “Seiring dengan keadaan dunia yang semakin kacau, [optimisme] merupakan satu-satunya yang kita punya,” kata Kors.
Pemikiran itu ia dapatkan setelah mengunjungi Pulau Ellis di New York dan mempelajari sejarah kedatangan keluarganya yang juga seorang imigran. Seperti dilansir Vogue pengalaman itu membuatnya lebih patriotis, lebih terbuka.
Perjalanan itu tak Hanya membuahkan semangat patriotisme sebagai sumber inspirasinya. Melainkan juga ide kreatif. Pertengahan abad ke-20, tepatnya era ’40an mempengaruhi gaya-gaya pakaian dalam koleksi ini. Alasannya itulah saat terakhir Negeri Paman Sam itu terasa menyatu. “Dunia sedang bergejolak dan masyarakat Amerika menyingsing lengan baju mereka untuk pergi bekerja,” kata Kors lagi.
Untuk membuatnya terlihat lebih modern, Kors menambahkan aksen paku-paku metal pada beberapa pakaian. Memperlihatkan sisi punk yang berlawanan dari keseluruhan koleksi yang nampak rapi, dengan kata lain sedikit penyegaran. Ia juga menyajikan satu kaus statement dengan tulisan “Hate” yang dicoret, menjadi bentuk kecaman mereka atas semua tindak kebencian.
Namun, perlu kita lihat kembali semangat optimisme macam apa yang dibawa oleh Kors ini. Apakah ini merupakan seruan dukungan untuk perubahan progresif yang tengah gencar disuarakan di Amerika? Ataukah ini merupakan cerminan rasa aman dari “harmoni” normatif masa lalu? Kala diskusi-diskusi tentang kesetaraan gender, ras, dan pertarungan kelas belum seterbuka sekarang, persi seperti era 1940-an. (SIR). Foto: Michael Kors.
Di tengah itu semua, Michael Kors menawarkan semangat optimistis lewat koleksi musim semi/panas terbarunya. “Seiring dengan keadaan dunia yang semakin kacau, [optimisme] merupakan satu-satunya yang kita punya,” kata Kors.
Pemikiran itu ia dapatkan setelah mengunjungi Pulau Ellis di New York dan mempelajari sejarah kedatangan keluarganya yang juga seorang imigran. Seperti dilansir Vogue pengalaman itu membuatnya lebih patriotis, lebih terbuka.
Perjalanan itu tak Hanya membuahkan semangat patriotisme sebagai sumber inspirasinya. Melainkan juga ide kreatif. Pertengahan abad ke-20, tepatnya era ’40an mempengaruhi gaya-gaya pakaian dalam koleksi ini. Alasannya itulah saat terakhir Negeri Paman Sam itu terasa menyatu. “Dunia sedang bergejolak dan masyarakat Amerika menyingsing lengan baju mereka untuk pergi bekerja,” kata Kors lagi.
Untuk membuatnya terlihat lebih modern, Kors menambahkan aksen paku-paku metal pada beberapa pakaian. Memperlihatkan sisi punk yang berlawanan dari keseluruhan koleksi yang nampak rapi, dengan kata lain sedikit penyegaran. Ia juga menyajikan satu kaus statement dengan tulisan “Hate” yang dicoret, menjadi bentuk kecaman mereka atas semua tindak kebencian.
Namun, perlu kita lihat kembali semangat optimisme macam apa yang dibawa oleh Kors ini. Apakah ini merupakan seruan dukungan untuk perubahan progresif yang tengah gencar disuarakan di Amerika? Ataukah ini merupakan cerminan rasa aman dari “harmoni” normatif masa lalu? Kala diskusi-diskusi tentang kesetaraan gender, ras, dan pertarungan kelas belum seterbuka sekarang, persi seperti era 1940-an. (SIR). Foto: Michael Kors.