Dibangun pada abad ke-14, The Charterhouse di London menjadi latar dari press presentation dari Alexander McQueen. Berawal dari sebuah biara yang kemudian berubah menjadi kompleks kastil Tudor serta kemudian menjadi sekolah, Direktur Kreatif Alexander McQueen Sarah Burton seakan menemukan benang merah kesamaan sejarah panjang rumah modenya dengan bangunan ini.
Burton memang selalu apik dalam merangkai cerita. Ini sekali lagi terlihat pada koleksi pria musim semi/panas 2020 yang pertengahan Juni lalu dipresentasikan. Lewat koleksi prianya, McQueen melanjutkan cerita yang terlantun dalam koleksi wanitanya, musim gugur/dingin lalu.
Taburan permata ada di sana-sini. Telinga berhias tengkorak, sepatu tebal berantai perak kekar, bertentangan dengan sulaman benang sutera yang tersemat di dada, punggung atau selendang. Seperti pada koleksi wanita, koleksi pria ini juga tentang kontradiksi.
Kenangan era 90an lalu dikawinkan dengan garis-garis tegas setelan jas yang dipotong asimetrik, memamerkan kualitas pengrajin kain dari Inggris bagian utara yang tersohor. Ingatan akan Jepang lalu vokal mendominasi. Kadang terwujud dalam bunga-bunga yang berjajar diagonal di atas kemeja putih.
Jepang memang punya makna khusus bagi McQueen semasa hidupnya. Negara ini merupakan salah satu tempat yang menjadi inspirasi koleksi-koleksi ikonis McQueen.
Burton membaca semangat itu dengan membuka kembali arsip McQueen dan membuat koleksi prianya tampil dengan semangat adibusana yang fenomenal. Tentu, dengan kemunculan buying power dari kategori pria, yang—menurut data survey Euromonitor—terus tumbuh secara konsisten sejak 2016, Burton harus menyuguhkan sesuatu yang mampu mengguncang pasar dan mencuri hati para pria. (Penulis: Ni Luh Sekar, Foto: Kering/Alexander McQueen)
Burton memang selalu apik dalam merangkai cerita. Ini sekali lagi terlihat pada koleksi pria musim semi/panas 2020 yang pertengahan Juni lalu dipresentasikan. Lewat koleksi prianya, McQueen melanjutkan cerita yang terlantun dalam koleksi wanitanya, musim gugur/dingin lalu.
Taburan permata ada di sana-sini. Telinga berhias tengkorak, sepatu tebal berantai perak kekar, bertentangan dengan sulaman benang sutera yang tersemat di dada, punggung atau selendang. Seperti pada koleksi wanita, koleksi pria ini juga tentang kontradiksi.
Kenangan era 90an lalu dikawinkan dengan garis-garis tegas setelan jas yang dipotong asimetrik, memamerkan kualitas pengrajin kain dari Inggris bagian utara yang tersohor. Ingatan akan Jepang lalu vokal mendominasi. Kadang terwujud dalam bunga-bunga yang berjajar diagonal di atas kemeja putih.
Jepang memang punya makna khusus bagi McQueen semasa hidupnya. Negara ini merupakan salah satu tempat yang menjadi inspirasi koleksi-koleksi ikonis McQueen.
Burton membaca semangat itu dengan membuka kembali arsip McQueen dan membuat koleksi prianya tampil dengan semangat adibusana yang fenomenal. Tentu, dengan kemunculan buying power dari kategori pria, yang—menurut data survey Euromonitor—terus tumbuh secara konsisten sejak 2016, Burton harus menyuguhkan sesuatu yang mampu mengguncang pasar dan mencuri hati para pria. (Penulis: Ni Luh Sekar, Foto: Kering/Alexander McQueen)