Museum MACAN menghadirkan pameran karya terbaru dari seniman asal Thailand yang tinggal di New York dan Bangkok, Korakrit Arunanondchai. Dalam pameran bertajuk “Sing Dance Cry Breathe | as their world collides on to the screen” ini, sang seniman menggabungkan unsur animisme, metafora api, dan memori personalnya untuk mencipta karya yang menyentuh emosi terdalam kita.
Dalam karya Korakrit, ada rasa kehilangan dan ketidakpastian yang menyelimuti, seolah menggambarkan keresahan kita di dunia modern ini. Anda akan menjumpai sederet lukisan yang ‘terbakar’ dipamerkan pada lorong gelap, dengan bunyi-bunyian yang menambah atmosfer kelam dan ‘menghantui’ emosi kita.
Sebuah instalasi bertajuk “Stage” membentang di sepanjang lantai galeri. Instalasi ini membentuk permukaan tanah yang hitam legam, dengan retakan di sana-sini serta tulisan yang penuh pernyataan.
“Stage” dibuat dari campuran abu, tanah, dan cat rumah. Korakrit juga menyebutkan bahwa tanah yang ditambahkan dalam campuran ini berasal dari Kawasan industri di Bekasi, salah satu wilayah paling tercemar di Jabodetabek.
Menurut Korakrit, “Stage” menghubungkan Bumi dengan langit melalui elemen tanah dan udara dalam pembakaran. Partikel-partikel polusi dari pembakaran di udara mengendap dan menjadi bagian dari tanah. Korakrit menarik hubungan antara proses ini dan aspek metaforis kremasi, dengan api yang bertindak sebagai agen pemisah antara tubuh dan roh. Abu, material residu yang tidak dapat dematerialisasi ke atas ke langit, tertinggal di tanah tempat kita hidup.
Bagi perupa asal Thailand ini, seni merupakan sebuah proses spiritual upcycling yang dianalogikan dengan baik oleh elemen api. Alasan ini pula yang membuatnya banyak mengaplikasikan gagasan tentang api pada karya-karyanya ini; baik dalam proses pembuatan, maupun yang mewujud dalam goresan warna di atas kanvas.
“Manusia jaman dulu berkumpul di depan bara api unggun dan berbagi cerita. Sama seperti kita sekarang menatap layar hp untuk menemukan cerita-cerita yang dibagikan di media sosial,” ujar Korakrit, berefleksi tentang ketertarikannya pada api.
Bagi sang seniman, api tak sekadar bersifat memusnahkan, tetapi juga menciptakan sebuah wujud yang baru. Api sebagai sebuah siklus mengejawantah dalam wujud makhluk mitologi burung hong atau phoenix, yang dihadirkan Korakrit dalam bentuk lukisan.
Burung hong yang terlahir kembali dari abu pembakarannya sendiri ini selaras dengan metafora api yang melahirkan wujud baru, serta menjadi kiasan bagi pengalaman spiritual upcycling yang dialami sang seniman.
“Meski saya punya konsep dan gagasan personal dalam pembuatan karya-karya ini, sebenarnya orang-orang bisa langsung datang dan berkeliling saja untuk menikmati semuanya,” ujarnya. “Saya pikir setiap orang akan mendapat kesan-kesan personal yang valid untuk mengapresiasi karya saya.”
Pameran ini menampilkan karya-karya Korakrit dari tahun 2018 hingga saat ini, membangkitkan api yang ada di dalam benak kolektif kita, mengeksplorasi ketegangan antara hasrat akan pembaruan dan rasa takut untuk melepaskan. Pameran ini dibuka untuk publik mulai 30 November 2024 hingga 6 April 2025. Kunjungi www.museummacan.org dan Instagram @museummacan untuk informasi lebih lanjut. (MAR)
Foto: dok. DEWI, Museum MACAN
Topic
ArtAuthor
DEWI INDONESIA
RUNWAY REPORT
Laras Alam Dalam DEWI's Luxe Market: "Suara Bumi"
RUNWAY REPORT
Mengkaji Kejayaan Sriwijaya Bersama PT Pupuk Indonesia