Kisah Calonarang secara tradisional kerap dipentaskan dalam bentuk teater rakyat di berbagai ritual tradisional keagamaan di Bali, terutama dalam ritual sakral yang bertujuan membersihkan atau menyucikan (suddha) yang cemar (mala) dari kehidupan kita. Berangkat dari hal itulah, Titimangsa dan Nicholas Saputra mengangkat epilog Calonarang ke pementasan di ruang terbuka di Jakarta.
“Saya pikir ini merupakan saat yang tepat untuk membawa pentas Sudamala ke luar Bali. Setelah melewati pandemi, ini menjadi momen untuk kita berefleksi dan meninggalkan hal-hal yang buruk, membersihkan diri kita dari hal-hal yang cemar,” ujar Nicholas Saputra selaku co-producer Sudamala, di acara konferensi persnya pada akhir Agustus lalu.
Seperti halnya berbagai cerita, kisah tentang Calonarang pun ternyata memiliki berbagai versi. Sebagai cerita rakyat yang dituturkan di Jawa Timur, sosok Calonarang digambarkan sebagai ratu ilmu hitam penebar wabah yang membuat Raja Airlangga, pemimpin kerajaan Kahuripan pada masa itu, mengutus pendeta kepercayaannya, Mpu Bharada, untuk menumpas malapetaka Calonarang.
Calonarang versi Bali
Meski masih sejalan dengan versi Jawa Timur, kisah Calonarang versi Bali memberikan perspektif lain yang menggugah. Calonarang digambarkan sebagai sosok perempuan sakti penguasa ilmu hitam yang terkucil di tengah hutan. Kesaktiannya itu pun membuat para pemuda urung hatinya untuk menikahi putri Calonarang nan jelita, Ratna Manggali.Melihat kesulitan yang dialami Ratna Manggali, Calonarang meluapkan emosinya dengan petaka ke tengah masyarakat. Kemarahannya ini sempat mereda ketika akhirnya Ratna Manggali menikah dengan Mpu Bahula, murid Mpu Bharada yang merupakan pendeta kesayangan Airlangga.
Sayangnya, rupanya pernikahan Ratna Manggali dengan Mpu Bharada tersebut hanyalah muslihat Mpu Bharada, yang ingin mencuri sebuah pustaka milik Calonarang. Pustaka tersebut berisi pengetahuan tentang kesaktian Calonarang yang akhirnya menjadi senjata bagi Mpu Bharada untuk mengalahkan Calonarang.
Sarat pembelajaran
Kisah yang dihadirkan pada pementasan Sudamala ini tentunya versi Bali. Meski hanya menampilkan bagian epilog kisah Calonarang, pementasan Sudamala ini tetap memberikan pelajaran berharga untuk kehidupan. Misalnya, bahwa amarah yang meluap-luap itu sebaiknya tidak ditujukan untuk menyakiti orang-orang yang tak bersalah. Begitu juga dengan tujuan yang pada dasarnya mulia, sebaiknya tidak dicapai dengan cara-cara yang tidak pantas seperti mencuri.Rwa Bhineda
Masyarakat Bali mengenal konsep rwa bhineda, yaitu dua hal berbeda yang saling berdampingan. Rwa Bhineda juga dikenal sebagai konsep hitam dan putih yang hadir berdampingan, yang juga diartikan sebagai suatu keseimbangan dalam hidup. Dalam cerita Calonarang secara umum, kebaikan dan kejahatan salah satunya hadir dalam wujud Barong dan Rangda.Saat bertarung adu kesaktian, Mpu Bharada berubah wujud menjadi Barong, sementara Calonarang mengubah dirinya menjadi Rangda. Menurut kepercayaan masyarakat Bali, sosok Barong dianggap memiliki kekuatan gaib yang melindungi manusia dari hal-hal jahat. Sementara itu, sosok Rangda sendiri dalam bahasa Jawa berarti janda, yang kerap dihadirkan dalam pentas sebagai representasi dari kekuatan-kekuatan jahat yang merusak.
Sudamala: dari Epilog Calon Arang dipentaskan pada 10-11 September 2022 di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta. Pementasan ini merupakan karya kolaborasi antara 90 orang seniman dan maestro Bali juga kota lainnya. Ini akan menjadi pentas tradisi pertama Titimangsa yang dipentaskan di area terbuka di tengah hiruk pikuk kota Jakarta.
MARDYANA ULVA
Foto: Image Dynamics
Topic
ArtAuthor
DEWI INDONESIA
RUNWAY REPORT
Laras Alam Dalam DEWI's Luxe Market: "Suara Bumi"
RUNWAY REPORT
Mengkaji Kejayaan Sriwijaya Bersama PT Pupuk Indonesia