Anda tentu sudah tak asing lagi dengan kisah tragedi “Macbeth”, salah satu stage-play karya William Shakespeare paling populer yang telah beberapa kali diadaptasi ke film layar lebar. “Macbeth” bercerita tentang ambisi yang berubah menjadi pengkhianatan dan pertumpahan darah. Berbeda dari versi sebelumnya yang berlatar alam Skotlandia—seperti cerita aslinya, adaptasi “Macbeth” terbaru versi sutradara Joel Coen, menghadirkan sensasi visual yang memikat.
Film “The Tragedy of Macbeth” karya Joel Coen ini dibintangi oleh aktor kawakan Denzel Washington dan Frances McDormand, yang memerankan sosok Macbeth dan Lady Macbeth. Menyaksikan film ini memberi sensasi menonton pertunjukan teater dengan tata panggung yang menakjubkan, dengan ilusi optis dari efek gelap dan terang yang diciptakan.
Drama hitam putih
Ditampilkan dalam suasana hitam putih, penonton seperti dibawa masuk ke dalam dunia lain dengan kastil megah yang seolah dipahat dari cahaya dan bayangan. Bila biasanya tragedy Macbeth ini difilmkan dengan kastil abad pertengahan dengan gaya maksimalis, tidak demikian halnya dengan film “The Tragedy of Macbeth” ini.
Di film karya sutradara pemenang Oscar ini wujud istana justru dirombak total dengan desain minimalis yang memberi atmosfer surreal bagai film thriller sepanjang ceritanya bergulir. Sosok di balik memikatnya sensasi visual di ini adalah desainer produksi Stefan Dechant. Sebelumnya ia telah dikenal atas desainnya yang eklektik di film "Avatar," "True Grit" dan "Jurassic Park."
Ekspresionisme Jerman
Sensasi surreal saat menyaksikan film ini mengingatkan kita pada film-film bisu hitam putih di era perang dulu, seperti genre German Expressionism atau ekspresionisme Jerman yang berkembang di masa itu. Mengutip MontaseFilm, secara estetika ekspresionisme Jerman tampak pada aspek misè en scene, yakni latar atau setting, perabot, kostum, pencahayaan hingga karakternya yang wujudnya tidak realistik. Latar seringkali digambarkan tidak lazim, bentuknya tidak beraturan serta surealistik. Gaya ekspresionisme ini biasanya tampak pada film bertema fiksi, fantasi, dan horror.
“Dari awal, Coen mengatakan bahwa dia tak menolak bahwa scenario film ini dari awal diciptakan sebagai pertunjukkan teater,” jelas Dechant kepada CNN tentang dialog film yang dituturkan bagai naskah teater. Ia juga mengatakan bahwa timnya sama sekali tak berniat membuat ini menjadi film naturalis. Dechant bahkan mengatakan bahwa Coen tak tertarik mengikuti jejak Roman Polanski, sutradara yang mengadaptasi kisah Macbeth di tahun 1971, yang melakukan syuting untuk filmnya di kepulauan Inggris Raya.
Kesan surreal
Lokasi syuting yang merupakan studio ini didesain menggunakan 3D modelling. Ini memungkinkan Deschant dan sinematografer Bruno Delbonnel mengeksplorasi set ini secara virtual untuk melihat angle kamera terbaik sebelum set aslinya diwujudkan secara fisik. Menurut Descant, membuat set ini rasanya seperti menciptakan haiku—puisi pendek Jepang—visual. Ia mengatakan bahwa visual menarik ini dibuat berdasarkan arahan sang sutradara yang memintanya untuk memikirkan ‘gagasan tentang kastil,’ bukan sekadar kastil biasa yang sudah melekat di benak setiap orang. Manifestasi gagasan inilah yang terwujud ke dalam film, menghasilkan sensasi visual serta pengalaman menonton yang unik.
Film The Tragedy of Macbeth ini tayang perdana di New York Film Festival pada September 2021. Saat ini, karya sinematis unik yang memberikan pengalaman visual menarik tersebut bisa Anda nikmati di AppleTV+.
MARDYANA ULVA
Foto: ASCMAG