Tempa, kelompok seni asal Jogja yang terdiri dari Rara Kuastra dan Putud Utama, kembali menjadi salah satu nama yang memamerkan karyanya di Art Jakarta 2022. Dua karya teranyar Tempa menjadi bagian dari pameran di dua galeri di Jakarta, yaitu Rachel Gallery dan 2Madison, di perhelatan seni tahunan tersebut. Simak obrolan Tempa bersama DEWI berikut ini, dari tentang karya mereka ajang Art Jakarta keempat bagi Tempa, hingga proses kreatif mereka.
Apa yang menginspirasi karya “Authentic Domestic”?
Putud Utama (PU): Bentuk karyanya sendiri menjuntai seperti tirai sepanjang lima meter. Karya ini dibuat di awal tahun ini untuk proyek bersama seniman-seniman Jogja lainnya. Waktu itu tema besarnya adalah soal bagaimana kita merespons catatan sejarah tentang Serangan Umum 1 Maret 1949 di Jogja, yang dilatarbelakangi Agresi Militer Belanda II sekitar akhir tahun 1948.Dari catatan sejarah itu, salah satu cerita yang akhirnya menginspirasi kami yaitu tentang dapur umum di Jogja. Dapur umum ini yang menyuplai makanan ke pejuang yangs edang bergerilya di garis depan, dan jadi cara untuk bertukar informasi untuk menyusun strategi perjuangan waktu itu
Rara Kuastra (RK): Dari dapur umum itu, ada istilah nasi untuk rakyat. Itu yang kami olah narasinya jadi karya bahwa perjuangan itu gak hanya pakai senjata. Berjuang itu bisa dari dapur, dari rumah masing-masing yang membantu pejuang dengan suplai bahan makanan. Jadi material yang dipakai di karya ini ada kanvas untuk kita lukis, dan di pinggirnya itu ada patchwork kain serbet, yang dari jaman dulu sampai sekarang warnanya sama itu, merah kotak-kotak.
Di karya kami yang ini, pengunjung pameran bisa memindai QR code yang ada di samping tapestry ini untuk melihat animated objects yang terlukis di karya kami ini. Bisa juga dengan masuk ke profil Instagram @_tempa_ untuk memakai langsung filter Instagramnya.
Bagaimana dengan karya Anda untuk 2Madison, apakah masih satu seri dengan “Authentic Domestic”?
RK: Berbeda. Karya untuk 2Madison ini bentuknya lukisan dua dimensi dan memang dibuat untuk pameran di Art Jakarta, tapi masih satu seri dengan karya kami sebelumnya, Mindful Energy Series. Secara visual, lukisan ini menampilkan kepala manusia yang penuh dengan benda-benda seperti tanaman, batu-batuan, hewan peliharaan, dan benda-benda yang ada di dalam rumah kita.PU: Konsep yang dipakai dalam lukisan ini sudah sering kami bawa dalam karya-karya kami, yaitu menggabungkan obyek-obyek pada satu lukisan. Di sini kami membahas tentang pentingnya kita untuk mengontrol kesehatan pikiran, emosi, dan tubuh dengan mengenal diri sendiri, yang merupakan ‘rumah’ untuk ketiga hal tadi itu.
Seperti apa proses kerja sama kalian dalam berkarya?
PU: Kami percaya prosesnya akan seru ketika berlangsung organic aja, kami gak punya pembagian hierarki di Tempa, dan benar-benar berkarya bareng. Kami saling menambah, mengurangi, menambal, menyulam, mengolase, dan merekomposisi setiap karya yang dikerjakan. Tapi memang di awal kami buat sketsanya dulu, lalu saya buat desain digitalnya. Itu yang akhirnya direkomposisi bareng sebelum akhirnya kita tuangkan dalam bentuk lukisan.RK: Nah, yang menyatukan kami berdua ini sebetulnya selera kami dalam hal pilihan warna. Saya dan Putud sama-sama suka warna mentah, warna-warna cerah yang kontras satu sama lain, yang akhirnya juga memberi kesan playful di karya-karya kami.
Pernah mengalami proses penggarapan karya yang mandek?
PU: Pernah, tapi kami sudah sama-sama tahu bahwa kalau prosesnya sendiri terasa membelenggu, biasanya kami tinggal dulu. Kami pikir mandek dalam diskusi atau mandek sampai buntu nggak tahu mau dibawa kemana karyanya, itu berarti memang belum saatnya tercipta.
RK: Betul. Kalau sudah mandek begitu, kami memang harus loncat ke proyek yang lain dulu. Bisa jadi kemandekan itu tadi, baru akan bisa dimengerti di waktu yang akan datang, dengan inspirasi-inspirasi baru pula. Jadi semisal membuat satu karya lalu kita konflik dalam artian menemui jalan buntu itu tadi, kita tinggal dulu proses yang ini.
Bagaimana awal terbentuknya Tempa, apakah sebelumnya kalian berkarya sendiri-sendiri?
RK: Saya dan Putud sudah lama berteman. Dia bisa mendesain, aku bisa melukis. Sekitar tahun 2014, Putud mengajak berkarya bareng, katanya, ‘kayaknya karyamu dan karyaku bisa bagus kalau kita bikin dalam bentuk berbeda. Gimana kalau kita bikin notebook cover?’Nah, berangkat dari bikin sampul buku catatan, kami lanjut produk merchandise bareng yang lain, misalnya T-shirt dan scarf sampai setahunan di tahun 2015.
PU: Dulu iya kami kerja sendiri-sendiri, tapi setelah dua tahun sejak 2015 itu, semua karya kami jadi melebur di Tempa. Jadi sekarang ini portfolio kami jadi satu Tempa.
Saat ini artworks dalam bentuk apa saja yang menjadi fokus tempa?
RK: Kami senang mengeksplorasi material. Selain kanvas 2 dimensi, kami juga bermain dengan material kayu, juga logam seperti kuningan dan alumunium. Print juga. Tapi pada intinya kami tetap fokus di lukis.
PU: Betul, selalu ada unsur lukisan di karya-karya Tempa. Seperti karya-karya yang ada di Art Jakarta tahun ini, kan, meski materialnya berbeda-beda, kami tetap melukis di material itu.
Menurut Tempa, seperti apa peranan ajang pameran seni seperti art jkt untuk membesarkan nama seniman?
PU: pameran seni itu seperti tempat bertemunya para seniman dengan kurator, kolektor, dan art galleries. Ini ekosistem yang saling dukung untuk mengembangkan masing-masing seniman, untuk memasarkan karya juga. Jadi peranannya penting sekali untuk saling menyeimbangkan dan mengembangkan mereka yang memang berkecimpung di ranah seni.RK: Ini keempat kalinya Tempa ikut Art Jakarta, dan kami juga jadi mendapat banyak relasi, menambah teman, karena galeri yang bergerak bersama kami sangat suportif dan membantu. Gak hanya saat acara, setelahnya pun masih menjalin komunikasi.
PU: Art Jakarta ini kan tergolong masif perhelatannya, jadi jelas sekali bisa menjadi ajang buat jual beli karya, tapi gak hanya itu. Pameran seni seperti Art Jakarta ini bisa jadi tempat munculnya seniman-seniman baru, karena memberi ruang dan kesempatan untuk bisa tampil di art fair. Jadi skena seninya sendiri pun berkembang terus berkat art fair seperti Art Jakarta ini.
Art Jakarta dihelat di Jakarta Convention Center (JCC) selama tiga hari pada 26-28 Agustus 2022. Setelah partisipasi mereka di perhelatan seni tahunan ini, Tempa berencana menggelar pameran tunggal mereka di luar Yogyakarta. Saat ini Rara dan Putud masih menyusun karya dan rencana untuk mewujudkan pameran ini, yang akan menjadi pameran tunggal kedua mereka setelah tahun 2017 lalu.
Teks dan foto: MARDYANA ULVA