Refleksi Raline Shah akan Kemanusiaan di Tengah Pandemi
Dewi berbincang dengan Raline Shah tentang pandemi dan realitas baru yang melanda seluruh masyarakat global. Kepada Dewi ia membagikan refleksinya tentang situasi yang sureal saat ini, tentang kemanusiaan, dan tentang laku mindfulness.
20 May 2020



Sebagaimana banyak orang lain, pandemi COVID-19 dan periode karantina mandiri yang menyertainya membuat Raline Shah merefleksikan kehidupan sebagai manusia. “Buat saya, pandemi ini mengingatkan lagi bahwa semua yang berkondisi itu bisa dan akan berubah,” katanya. Hal lain yang menjadi perenungannya adalah keterhubungan tiap-tiap manusia dan bahwa rasa kemanusiaan punya kekuatan yang begitu digdaya. “Dari pandemi ini juga kita melihat bagaimana manusia mempunyai kesadaran dan kekuatan untuk melawan hasrat kedirian untuk memberikan dampak yang lebih baik. Misalnya dengan tetap berada di rumah dan melakukan tindak pencegahan persebaran pandemi,” lanjut Raline.

Harapannya kemudian, setelah pandemi ini berakhir, kita semua menyadari bagaimana kemanusiaan mestinya bisa menjadi daya untuk membuat perubahan-perubahan yang berarti. Seperti bagaimana mengatasi kerusakan lingkungan, menjalankan konservasi, melawan perang, dan mengatasi ketimpangan. Sebabnya ia menyadari, bahwa segala kerusakan yang timbul di lingkungan kita itu merupakan pilihan yang secara sadar dibuat manusia.

“Karena bahkan ketika bicara tentang perang, harus ada orang yang memutuskan untuk ikut terlibat. Jadi sekarang ketika kita tidak bisa keluar dan bertemu orang lain, kita tidak bisa melakukan hal-hal destruktif, mungkin di rumah inilah saatnya kita melakukan hal-hal berdasarkan cinta kasih dan saling bertumbuh menjadi manusia yang lebih baik.”

Kesadarannya akan kemanusiaan ini seperti melengkapi pelajaran spiritual yang ia dapatkan sepulang dari Kilimanjaro. Jika pandemi ini membuat Raline merefleksikan daya kemanusiaan untuk mengubah peradaban, perjalanan Raline ke Kilimanjaro mengajarkannya bahwa untuk itu manusia terlebih dulu mesti terhubung dengan dirinya sendiri. “Kalau enggak kita hanya akan fokus dengan apa yang ada di depan kita. Tapi itu hal yang sangat kecil sebenarnya.”

Di pendakian amal itu, Raline belajar bahwa yang terpenting dalam hidup adalah untuk menjadi centered. “The only way to make a change is to center yourself, karena kita enggak bisa mengubah hukum alam. Dan saya sadar jika kita mencoba memaksakan semua hal sesuai kehendak kita, I don’t think we would survive.”

Dan setelah semua ini berakhir, Raline berharap kita semua akan fokus ke hal-hal yang esensial, “Which is sandang, pangan, papan. Kita punya tempat untuk tinggal, kita punya makanan yang cukup, dan orang-orang yang kita cintai. Segala hal lain di luar itu adalah suatu kemewahan.” Ia juga berharap orang-orang tak lagi hanya berfokus pada sematan identitas. Entah itu status, kuasa, atau agama. “Semua itu tidak lebih penting dari rasa cinta kasih kepada sesama manusia,” kata aktris yang tengah mempersiapkan proyek film terbarunya itu.

Sementara itu, sembari menunggu situasi kembali baik-baik saja, Raline berusaha untuk menjaga kesehatan mental dan fisiknya. “So during this time I think it’s important for us to stretch or move everyday. Biarpun kita hanya di rumah,” katanya.

Selain itu ia juga menekankan pentingnya untuk menjaga imunitas tubuh. Misalnya dengan memastikan istirahat yang cukup serta asupan makanan bernutrisi. Di samping itu, ia juga rutin bermeditasi. “Harus ada periode relaksasi di mana kita secara sadar bisa khusyuk untuk menjernihkan pikiran dan stay positive.”

Momen-momen relaksasi ini juga penting baginya untuk memproses segala pikiran dan perasaan yang berkecamuk. Sebabnya menurut Raline kini banyak orang yang seperti hidup di sampan bocor. “Jadi sampan itu harus terus dikuras, tanpa benar-benar tahu di mana lubangnya. Tapi sekarang ini kita dikasih waktu 2-3 minggu untuk mencari itu dan menambalnya. Entah itu karena apa yang belum kita capai, atau karena blok mental tertentu,” sambung Raline.

Yang jelas, saat-saat isolasi seperti sekarang justru bisa menjadi kesempatan untuk memfokuskan diri pada kesehatan mental. “Sekarang kita punya banyak waktu untuk berefleksi, untuk membaca, untuk berpikir. Saya rasa kebijaksanaan, cinta kasih, dan mindfullness bahwa semua hal yang berkondisi itu berubah, penting untuk kita resapi sekarang ini dengan kita berdiam diri di rumah.”

Terkait dengan hal itu, perempuan yang gemar bertualang di alam ini mengatakan penting untuk menyaring konsumsi informasi. “Jika kita hanya membaca dan mendengar berita yang membuat stres itu bisa menurunkan imunitas tubuh kita,” kata Raline di penghujung pesan suaranya. Maka dari itu sudah semestinya kita menyadari betul hal yang kita konsumsi. Bukan hanya makanan, tetapi juga apa-apa yang kita baca dan kita dengarkan.

Meskipun ia tak menampik penting untuk tetap terkoneksi dengan realitas dunia saat ini, tetapi penting pula untuk mengonsumsi berita yang bisa menginspirasi. “Karena setelah ini, situasi akan menjadi lebih kompleks dan kita harus berada di keadaan mental dan fisik yang prima. Sebab hanya itu yang bisa kita atur, memastikan kondisi kita sebaik mungkin. Sehingga kita siap menghadapi segala yang datang dengan keadaan mental dan fisik yang maksimal,” tutup Raline.

Begitulah Raline menjalani hari-harinya di tengah pandemi ini. Mencoba menyeimbangkan kesehatan fisik dan mental, menggali spiritualitas, dan melahap banyak-banyak buku dan film dokumenter untuk menyiapkan dirinya dengan gagasan baru ketika tiba saatnya menyambut realitas dunia yang baru pula pasca-pandemi.

Teks: Shuliya Ratanavara
Foto: Ig Bramantya  
Pengarah Gaya: Erin Metasari
Busana: Louis Vuitton
Rias Wajah: Archangela Chelsea
Rias Rambut: Shabura
Lokasi: Kediaman Andra Matin




 

 


Topic

Cover Story

Author

DEWI INDONESIA