Air laut dingin yang menusuk kulit mengiringi irama dayungan tangan Inge Prasetyo, waktu menunjukkan pukul lima pagi dan langit yang gelap masih memeluk erat kota Puerto Chacabuco yang terletak di Patagonia. Kedua hal tersebut menjadi segelintir dari sekian kenangan Inge akan salah satu turnamen triatlon yang paling berkesan baginya. Nama wanita yang lahir di Yogyakarta ini sudahlah tidak asing bagi para pecinta olahraga triatlon Tanah Air. Pasalnya, Inge merupakan wanita Indonesia pertama yang berhasil lolos ke Kona Ironman World Championship di tahun 2017.
Triatlon merupakan kontes olahraga ekstrim yang terdiri dari tiga cabang olahraga yaitu renang, sepeda, dan lari. Pada ajang triatlon umumnya seorang atlet dituntut untuk berenang sejauh 1,5 km, kemudian dilanjutkan bersepeda sejauh 40 km, dan berlari sepanjang 10 km. Namun, untuk ajang Ironman, peserta ditantang untuk berenang di perairan bebas, melintasi jalur sepeda yang penuh liku, dan berlari maraton dalam jangkauan yang lebih berat. Mereka yang biasanya mengikuti ajang World Championship Ironman adalah atlet terpilih, yang telah lolos kualifikasi.
Ketika matahari masih malu menampakkan wajahnya, Inge dan peserta triatlon lain dari seluruh dunia, telah memulai turnamen. Menyelusuri lautan sepanjang 3,8 km menuju daratan, lalu bersepeda di jalan pegunungan yang berangin dan penuh liku sepanjang 180 km, dan dilanjutkan dengan berlari sepanjang 42,2 km menelusuri Sungai Ibanez melalui hutan dan jalan tanah yang berpuing. “Melihat jalan trail running-nya saja rasanya sudah tidak semangat,” kisahnya mengenang kembali pengalamannya saat mengikuti ajang triatlon Patagonman Xtri 2019. Tiga belas jam dihabiskannya dengan penuh perjuangan menyelusuri tiap-tiap tantangan. Antara cuaca dingin yang mengigit, jalan berbatuan yang penuh liku, hingga rasa pegal dan lelah yang mulai menghantui. Meski sempat terbesit di benaknya ia tak akan berhasil menyelesaikan turnamen ini, nyatanya Inge berhasil mencapai garis finish jauh sebelum batas waktu berbunyi
Ajang triatlon Ironman singkatnya, adalah ajang paling ekstrem dari yang ekstrem. Meskipun telah beberapa kali menaklukkan rintangan tersebut, Inge tetap merasa segan ketika orang menyebutnya sebagai seorang atlet. “Sebenarnya saya tidak menganggap diri sebagai atlet sih, cuman hobi saja,” ucapnya, meskipun begitu ia telah memenangkan beragam penghargaan dari turnamen triatlon di dalam negeri maupun di luar negeri. “Ya, dapat penghargaan sebagai bonus saja,” ucapnya disusul dengan tawa. Ia menganggap seorang atlet adalah sosok yang telah berdedikasi pada olahraga sedari mereka kecil, berbeda dengan dirinya yang menghabiskan setengah hidupnya menjadi wanita karier.