Asupan nutrisi yang lebih baik ternyata tak hanya bermanfaat untuk dirinya, tetapi juga bagi kedua anaknya. Nina menceritakan bagaimana efeknya terhadap sang putra yang berada dalam spektrum autisme. “Dia enggak bisa berkomunikasi dengan baik. Tapi kemudian setelah saya belajar nutrisi dan mempraktikkannya di rumah, saya jadi melihat ternyata dia tuh selama ini butuh makanan yang lebih di-tailored saja,” jelas perempuan yang sekarang beralih profesi menjadi VP Marketing di perusahaan rintisan barunya.
Mendengar bagaimana Nina juga menerapkan asupan nutrisi yang baik dan berimbang kepada kedua anaknya, mungkin akan membuat banyak orangtua bertanya, “How?” Jawaban Nina adalah dengan secara konsisten memperlihatkan ke anak-anak bahwa kita juga makan hal yang sama seperti mereka makan dan juga menikmatinya. “Karena anak-anak itu pada dasarnya monkey see monkey do. Kalau mereka melihat mamanya nyemil aur-auran, ya mereka juga pasti ikut. Enggak peduli mau kita kasih tahu kayak gimana pun. Jadi ketika anakmu enggak doyan sayur, coba tanya dirimu juga doyan sayur enggak? Karena kita mesti kasih lihat ke mereka secara konsisten kebiasaan makanan yang sama.”
Bagi banyak orang, wellness dipahami dalam bentuk-bentuknya yang terlihat. Lewat foto-foto salad nan cantik dan pose-pose olahraga. “Saya rasa orang cenderung melihatnya seperti itu karena itu yang paling mudah. Kita melihat refleksi di cermin dan kemudian mempersepsikan wellness dari yang kita lihat. Tapi kan sebenarnya wellness juga tentang yang tak terlihat,” kata Nina tegas. Salah satu yang paling pasti adalah kesehatan mental. Pengalaman menunjukkan langsung kepadanya, bagaimana kesehatan mental berpengaruh langsung ke kesehatan fisik. Ia pun bercerita bagaimana ia sering melihat orang yang fit secara fisik. “Badannya bagus banget, makannya juga sehat. Tapi enggak bisa tidur, cemas juga, and put a lot of pressure on themselves. Saya pikir di situlah posisi kesehatan mental yang kita bicarakan. Maka dari itu, wellness adalah bagaimana kita menyeimbangkan keduanya. Enggak hanya fisik atau enggak hanya mental. Tapi dua-duanya.“