Perempuan kelahiran Padang Panjang, 27 Juli 1950 ini tak pernah mengira bahwa usaha kecil yang dirintisnya 34 tahun lalu akan menjadi sebesar sekarang. Berawal dari home industry dengan satu karyawan, PT Paragon Technology and Innovation (PTI) kini telah menjadi perusahaan manufaktur kosmetik nasional dengan empat brand unggulan (Wardah, Make Over, Emina dan Putri), pabrik seluas 20 hektar dan 11.000 karyawan.
Nurhayati Subakat adalah lulusan Farmasi ITB 1975 dan Apoteker ITB 1976. Awalnya, ia ingin menjadi dosen, tetapi beralih menjadi staf Quality Control (QC) di perusahaan kosmetik multinasional. Setelah bekerja beberapa tahun, Nurhayati memutuskan berhenti dan mendirikan usaha sendiri. Pada 1985, berbekal ilmu dari kantor lama, ia mendirikan usaha di rumah dan membuat produk perawatan rambut bermerek Putri, khusus untuk hair professional salon. Ia mendapat modal dari suami yang bekerja di perusahaan swasta.
Namun musibah memusnahkan benih yang baru tumbuh. Pada 1990, usaha sekaligus rumahnya habis dilalap api. Ia tak hanya kembali pada titik nol, tetapi minus. Ia punya utang usaha, sementara piutang sulit ditagih karena dokumen-dokumen administrasi ikut terbakar. Sempat terpikir untuk menutup saja usaha ini. Toh suaminya mampu mencukupi keluarga. Namun Nurhayati memikirkan nasib karyawannya yang sudah mencapai 25 orang. Apalagi, saat itu bertepatan dengan Ramadan. Mereka tentu mengharapkan Tunjangan Hari Raya (THR). Bagaimana pula ia mempertanggungjawabkan utang-utangnya?
Niat baik ini segera menemukan jalan. Nurhayati menyebutnya pertolongan Tuhan. Ada relasi menawarkan tempat untuk melanjutkan produksi. Selain itu, Bank Indonesia mengeluarkan regulasi baru yang mewajibkan bank memberikan dua persen kredit untuk usaha kecil. Nurhayati mengajukan kredit 50 juta rupiah, tetapi malah ditawari 150 juta. Dua hari sejak peristiwa kebakaran, produksinya kembali berjalan. Produknya pun laris karena Ramadan itu kebutuhan salon meningkat.
Lima tahun kemudian, Nurhayati meluncurkan produk yang kemudian menjadi identik dengan PTI. Apalagi kalau bukan Wardah, yang disebut-sebut sebagai pionir kosmetika halal. Namun, meskipun telah beredar sejak 1995, Wardah baru menggenjot popularitasnya setelah relaunch produk pada 2009.
“Dahulu, Wardah terlalu segmented. Di kemasannya ada tulisan Arab, juga tagline ‘Kosmetika Suci dan Aman’. Sampai ada yang tanya apa Wardah hanya untuk orang berjilbab. Setelah relaunch, tulisan Arab dihilangkan. Tagline diganti dengan ‘Inspiring Beauty’. Kemasannya juga lebih modern dan model iklannya ada yang tak berjilbab. Kebetulan, momentum relaunch ini bertepatan dengan naiknya fenomena hijabers (sebutan untuk perempuan muslim berjilbab dan tetap fashionable—Red) dari kelas menengah atas. Kami pun saling bersinergi,” urai Nurhayati.
Kepiawaian Wardah memanfaatkan momentum sosial ini membuat namanya kian meroket. Berdasarkan Riset Audit Nielsen 2018, Wardah menempati peringkat satu kategori dekoratif (makeup) dan moisturizer, serta peringkat tiga kategori cleanser. Per September 2018, Wardah juga dinobatkan sebagai merek kosmetik dengan pertumbuhan tertinggi, mencapai 25 persen. Nurhayati pun menerima berbagai penghargaan, antara lain sebagai satu dari dua pengusaha wanita yang berdampak besar dalam dunia bisnis Asia versi majalah Forbes 2018. Namun semua pencapaian ini tak lantas membuat Nurhayati mengakui bahwa dirinya adalah pebisnis hebat.
Author
DEWI INDONESIA
RUNWAY REPORT
Laras Alam Dalam DEWI's Luxe Market: "Suara Bumi"
RUNWAY REPORT
Mengkaji Kejayaan Sriwijaya Bersama PT Pupuk Indonesia