Saat berpose, raut kelelahan dari seorang Asmara Abigail lenyap begitu saja. Tubuhnya yang bergerak seringan kapas, melayangkan beban, mengisi matanya dengan energi yang kemudian menjalan ke seluruh persendiriannya membuat ruang studio pada saat itu berubah menjadi sebuah panggung lengkap dengan sorotan lampu dan mata kamera yang siap membidik keindahan tarian dan emosinya.
Seni tari memang telah lama mengisi seorang Asmara Abigail, “Saya suka tango dan Pole Dance,” ia mengawali perbincangan. Sejak menyaksikan film tentang tarian seperti Dirty Dancing, ia tertarik untuk mencoba tango. Sedangkan Pole dance diikuti berkat saran ibunya. Tango dan pole dance bukan hanya tarian. Kedua jenis tarian tersebut berhubungan dengan kekuatan perempuan. “Di dalamnya terkandung sensualitas wanita. Bagaimana kita mengenal dan membaut diri kita merasa seksi. Itu bukan hal yang mudah. Karena seksi, kaitannya bukan hanya fisik tapi juga aura dari dalam jiwa. Dan wanita tidak perlu bersalah akan hal itu.” Lanjutnya.
Kemampuan menari juga akhirnya membantu Asmara dalam peran pertamanya sebagai Asih dalam film Setan Jawa garapan sutradara Garin Nugroho. Ia dituntut bisa berlakon hanya dengan menggunakan bahasa tubuh. Ekspresi dan emosi dipaparkan dalam kebisuan dialog. Hadirnya iringan orchestra, gamelan, tarian, hingga sinden membuat film ini menjadi yang paling berkesan baginya. Kemasan dan kompisisi Setan Jawa merupakan sebuah sentilan bagi industri film Indonesia. Saat ini budaya menonton film telah memasuki masa transisi dari bioskop ke media online. Perubahan gaya menonton tersebut yang harusnya segera disadari dan disiasati dengan membuat konten baru yang berbeda dan dapat memberikan pengalaman lebih. (WHY) Foto: Thomas Sito