Menjadi ibu bekerja di era modern ini ternyata masih belum bisa dianggap sebagai suatu hal yang wajar. Berkaca dari pengamatan serta sekelumit pengalamanku sendiri, tampaknya sebagian orang masih berekspektasi bahwa sudah seharusnya perempuan berada di rumah dan mengurus anak. Sementara itu, sejak dulu, bebas saja bagi laki-laki sebagai suami untuk bekerja di luar rumah, tanpa ekspektasi masyarakat untuk berbagi peran dengan istri dalam hal mengurus anak. Berkaca dari pengalamanku menjalani peran sebagai ibu, istri, sekaligus desainer, menurutku perempuan perlu dukungan dan mendukung dirinya sendiri agar bisa menghapus bias-bias gender yang menghambat kemajuan dirinya.
Menekuni passion di bidang fashion sebagai seorang desainer adalah sebuah panggilan bagiku. Sejak kecil keluargaku mendukung kegemaranku menggambar, hingga memberiku dukungan penuh untuk belajar fashion design secara formal di universitas. Setelah kelulusanku dari Lasalle College of the Arts Singapore di tahun 2016, aku sempat bergabung di beberapa label busana lokal tanah air, sebelum meluncurkan lini FREDERIKA (sebelumnya bernama EUREKA) di tahun 2019. FREDERIKA telah menjadi wadah untuk menuangkan kreativitas dan ajang pengembangan diriku, bahkan setelah menikah dan melahirkan anak perempuan di tahun 2018 lalu.
Sebetulnya ambisiku membesarkan brand FREDERIKA ini tidak sampai mengorbankan waktuku untuk keluarga. I’m my own boss; menjalankan FREDERIKA memungkinkanku mendelegasikan beberapa hal kepada tim, sebelum aku mengerjakan tanggung jawabku sendiri. Aku juga bisa beralih peran dengan cukup mudah jika sewaktu-waktu keluarga membutuhkan bantuanku. Keseimbangan antara semua itu penting sekali bagiku.
Tentu aku ingin FREDERIKA menjadi besar, tetapi saya percaya bahwa maju pelan-pelan itu bukan sesuatu yang buruk, dibanding brand lain yang bisa ekspansi lebih luas dalam tempo singkat. Saat ini koleksi FREDERIKA hadir di beberapa stockist di beberapa kota di Indonesia, Frederika juga sedang dalam proses melebarkan sayap ke Singapura.
Meski terkesan sudah memiliki segalanya—support dari keluarga, pekerjaan sesuai passion, serta adanya suami dan anak—sebenarnya akupun tak luput dari bias gender di masyarakat kita. Ketika pergi sendirian, sering banget orang bertanya ‘anaknya kemana?,’ ‘kok anaknya nggak diajak, sama siapa?’, padahal kalau laki-laki yang pergi sendirian nggak ditanya begitu.
Asumsinya, laki-laki tidak mengurus anak, maka wajar bila mereka bekerja di luar rumah. Asumsinya lagi, kalau laki-laki yang sudah berkeluarga bekerja di luar rumah, sudah tentu anaknya di rumah bersama sang istri. Pertanyaannya, mengapa perempuan tak mendapat perlakuan serupa? Bagaimana caranya agar bias-bias gender seperti ini bisa hilang dari tengah masyarakat kita?
Perempuan memang perlu dukungan untuk bisa maju. Perempuan juga perlu stand up for herself, dan mengutarakan apa yang ia percaya sebagai hal yang benar. Dalam hal ini, sebisa mungkin aku melatih diriku untuk mengedukasi orang-orang di sekitarku mengenai hal ini dengan memberi jawaban singkat dan lugas:
“Iya nggak diajak. Anak di rumah bersama suami karena kami gantian mengurus anak.”
Kalau dari pengalamanku, jika kita sendiri berpegang pada prinsip, orang lain juga akan lebih sadar untuk nggak mengulangi ‘pertanyaan jadul’ yang sama di lain waktu. Orang jadi tahu bahwa aku dan suami menempatkan diri secara setara dalam pernikahan dan membesarkan anak, juga bahwa ini adalah hal yang sudah sewajarnya demikian. Kami ‘kan sama-sama bekerja, menekuni apa yang menjadi passion kami: aku di fashion, sementara suamiku di arsitektur. Jadi kesetaraan ini memang sudah diterapkan antara aku dan suami.
Bentuk dukungan lain yang juga perlu dilakukan perempuan untuk bisa terus maju dan bertumbuh adalah self-care. Bagiku ini penting sekali, apalagi ketika banyak to-do list yang harus diselesaikan jelang peluncuran koleksi terbaru Frederika. Kalau traveling sedang nggak memungkinkan, aku ganti suasana aja dengan work from café. Saat ini bisnis F&B udah berkembang banget sehingga ada aja café baru untuk dijajal, dan ini buatku refreshing banget. Aku juga memastikan kesehatan dan hidrasi kulit serta tubuh aku dengan rajin minum air putih, supaya badan tetap segar dan kulit tetap lembap alami.
Self-care dengan memakai skincare juga penting buatku, karena ini membantu memberdayakan perempuan dari dalam dirinya sendiri. Caranya yaitu dengan memberikan perawatan yang dibutuhkan kulit, misalnya dengan mengganti skincare pencerah kulit biasa ke anti-aging skincare di umur 25 tahun. Hal ini karena di usia 25 tahun, produksi kolagen yang merupakan zat yang menjaga kulit agar tetap prima terus berkurang. Jadi kulit akan menunjukkan tanda-tanda penuaan seperti munculnya garis halus, noda hitam, kusam, dan tekstur kasar.
Aku memilih untuk mencegah dan menunda munculnya tanda-tanda penuaan itu, daripada baru melakukan perawatan setelah masalah kulit itu terlihat. Skincare andalanku yaitu krim pelembap yang mengandung retinol, hyaluronic acid, dan B3 atau niacinamide. Semua kandungan skincare itu bermanfaat merawat kulit sejak dini dan mencegah munculnya tanda-tanda penuaan.
Sejak dulu aku konsisten merawat kulit dengan basic skincare: membersihkan, melembapkan, dan melindungi dengan sunscreen. Dari umur 25 tahun, aku rutin memakai krim pelembap bermanfaat anti-aging. Selain day cream dan night cream, aku mulai memakai serum dan eye cream dari POND’S Age Miracle juga. Hasilnya kulitku jadi lebih cerah dan bebas kusam, teksturnya juga jadi lebih halus dan kenyal setelah 1 minggu pemakaian. Kamu bisa mencoba sendiri manfaatnya dengan mendapatkan produk POND’S Age Miracle di sini.
Rangkaian skincare dari POND’S Age Miracle membantuku untuk bisa memberikan yang terbaik untuk diriku sendiri. Ini adalah self-care yang kulakukan untuk memberdayakan diri sendiri. Kalau kita sudah feel good dengan diri sendiri, kita jadi lebih percaya diri untuk melakukan berbagai hal yang sekilas kelihatannya sulit atau sungkan untuk dilakukan. I feel good about myself, so I can stand up for myself; misalnya dengan berani mengutarakan kesetaraan dalam membesarkan anak.
It's a long journey for us women to break the biases. Namun kita bisa memulainya dari diri sendiri, juga dengan support orang-orang terdekat. Caranya bisa dengan pengembangan karier, menekuni passion, dan merawat diri dengan skincare yang sesuai dengan kebutuhan kulit kita. Selamat Hari Perempuan Internasional!
Frederika Cynthia Dewi adalah seorang desainer di balik label FREDERIKA (sebelumnya EUREKA). Akrab disapa Erika, perempuan kelahiran 15 Maret 1995 ini merupakan pemenang Lomba Perancang Mode 2019 dan salah satu pemenang Harper's BAZAAR Asia NewGen Fashion Award 2018. Saat ini Erika menikmati perannya sebagai seorang ibu dan istri, sembari tetap menekuni passion-nya di bidang fashion.
Dituturkan langsung oleh Frederika Cynthia Dewi
Editor: Mardyana Ulva
Foto: dok. DEWI Magazine
Topic
BeautyAuthor
DEWI INDONESIA
RUNWAY REPORT
Laras Alam Dalam DEWI's Luxe Market: "Suara Bumi"
RUNWAY REPORT
Mengkaji Kejayaan Sriwijaya Bersama PT Pupuk Indonesia