Kendati demikian, ia mengaku menyukai tempo kerja di Locavore yang cepat dan disiplin. Hari-harinya dilalui dengan keseruan. Locavore punya banyak koneksi di luar negeri dan sering menyelenggarakan acara seperti menghadirkan chef tamu dari restoran lain. “Saya suka restoran seperti ini. Tidak hanya tentang makanan tapi juga hubungan antar manusia. Ada koneksi yang baik dari kita ke tamu maupun sesama pekerja,” tambah mantan finalis Masterchef Indonesia tahun 2011.
Suatu hari nanti, Mega bermimpi dapat memiliki restorannya sendiri. Lokasinya belum ia ketahui namun yang pasti restoran tersebut memiliki koneksi yang bersinergi. Konsepnya kasual tetapi tetap menerapkan disiplin fine dining. Ia suka gaya menghidangkan makanan secara sharing. “Menurut saya, makanan harus terlihat seperti makanan. Saya lebih senang sesuatu yang rustic, tidak terlalu fine dining atau cantik dalam plating, serta mengarah ke gaya Nordic. Apapun yang dibakar dan charred pakai kayu bakar atau arang. Semuanya terlihat seperti dibakar tapi tidak juga. Lebih ke arah karamelisasi,” ia menjelaskan. Makanannya tidak harus tradisional atau menggunakan bahan lokal. Ia bisa mengkombinasikan segala macam teknik dan bahan. Tren saat ini mengarah ke sustainability membuat Mega tertarik dengan filosofi fleksitarian. Termasuk dalam jenis diet, fleksitarian mengutamakan makan sayuran atau buah tapi tetap mengijinkan orang mengkonsumsi daging. “Saya sedang mencoba konsisten pada filosofi ini,” ungkap Mega.
Melihat dunia kuliner, terutama profesi chef yang berat, Mega memilih untuk menikmati. Bukan berarti tak pernah merasa lelah dan menyerah. Ia sadar semua yang ia lalui adalah bagian dari proses. Meski telah beralih dari satu tempat ke tempat lain, Mega mengaku masih mencari identitasnya. Makanan seperti apa yang bisa menggambarkan dirinya. Perjalanan akan membentuk identitas dengan sendirinya. Ia menyerap ilmu dari setiap tempat yang disinggahinya bersama orang-orang hebat secara teknik hingga energi. Bukan kebetulan Mega berhasil masuk ke restoran-restoran terbaik dunia. Ia memang sengaja menentukan ke mana ia harus belajar sambil bekerja. Bersamaan dengan standarnya yang semakin tinggi, pengalaman-pengalamannya menjadi modal untuk mewujudkan restoran impiannya kelak. (Wahyu Septiyani) Foto: Zaky Akbar.