Ketika ditemui Dewi, Mega baru saja menyelesaikan magang di Noma, restoran bintang dua Michelin yang dikelola oleh koki René Redzepi di Kopenhagen, Denmark. Noma menempati posisi nomor dua menurut The World’s 50 Best Restaurant. Sebelumnya, Noma juga telah memperoleh penghargaan sebagai restoran terbaik di dunia empat kali pada tahun 2010, 2011, 2012, dan 2014. Noma dinilai berhasil menghadirkan masakan genre baru yaitu New Nordic yang berani. Setelah tiga bulan magang, Mega mendapat tawaran untuk bekerja full time.
“Di Noma saya mulai dari mengerjakan hal kecil tetapi memakan waktu di bagian produksi hingga membantu chef de partie,” kata lulusan The Culinary Institute of America, New York jurusan Culinary Science. Mega sendiri kagum sekaligus senang berada dalam budaya dapur Noma. “Banyak sekali yang saya pelajari. Semua orang saling mendorong dan peduli. Mereka sudah berada di level berbeda secara organisasi maupun teknik. Noma punya banyak departemen seperti Fermentasi, Produksi, Uji Coba, dan Pelayanan. Biasanya, menu diciptakan dan diatur oleh Departemen Uji Coba. Head Chef hanya memastikan operasional harian restoran terlaksana dengan baik,” katanya lagi.
Mega punya ambisi untuk berkerja di restoran terbaik pilihannya. Langkahnya pasti dan tujuannya jelas. Pondasi masa depannya ia bangun kokoh sejak awal. Ia tahu untuk menjadi yang terbaik ia harus belajar di tempat yang terbaik. Sebelum menjadi anggota keluarga Noma, Mega juga sempat mencicipi dapur restoran Yono's milik Chef Yono Purnomo dan Cosme di New York. Cosme sendiri menduduki peringkat 22 The World’s 50 Best Restaurant. Chef Daniela Soto-Innes dari Cosme meraih predikat sebagai Chef Perempuan Terbaik Dunia 2019. “Di Cosme sangat kasual tapi memiliki disiplin seperti restoran formal. Kami dapat bekerja sambil mendengarkan musik, menari, dan pemanasan sebelum menerima tamu. Bisa dibilang, Cosme ramah perempuan. Pekerjanya 50 persen perempuan, 50 persen laki-laki, dari berbagai kebangsaan,” kata penggemar Soto Betawi ini.