Jika melihat peran yang di perankan oleh Marsha Timothy beberapa waktu ke belakang seperti Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak, Bidadari Angin Timur dalam film Wiro Sableng, hingga Nyai Ontosoroh, karakter-karakter tersebut menggambarkan sosok perempuan yang kuat. Ia sendiri kesulitan memilih satu di antara mereka yang terkuat. Karena baginya semua perempuan adalah makhluk yang kuat, dengan caranya masing-masing. Ia bersyukur lahir sebagai perempuan. Sosok yang luar biasa dengan semua peran dan tugasnya. Banyak ibu di luar sana yang bekerja lebih keras darinya. Apalagi di masa sekarang, di mana sebagian besar perempuan bebas menentukan pilihan. Ia tak hanya menjadi seorang istri bagi suami atau ibu untuk anak-anaknya yang terkungkung dalam rumah.
“Ibu saya seorang ibu rumah tangga sejati. Sejak kecil saya lihat ia membesarkan anak-anaknya dan mengesampingkan dirinya sendiri. Beda dengan saya yang masih sering memikirkan diri sedniri. Bayangkan saja, pada usianya yang menginjak 79 tahun ia masih bisa mengurus soal makanan apa yang akan ia masak untuk keluarga,” kisah Marsha penuh bangga.
Melihat semua yang bisa perempuan capai, tak jarang sisi emosional perempuan dianggap kelemahan. Maka tak salah jika Marsha mendefinisikan gamparan perempuan kuat sebagai mereka yang dapat menjaga kestabilan emosi dan menghadapi masalah dengan baik menggunakan logika. (WHY) Foto: Anton Ismael