
"Apa sebenarnya makna hidup ini?" Pertanyaan eksistensial itu terus menggelayuti benak Arahmaiani Feisal, seorang seniman Indonesia yang tak hanya berkarya, tetapi juga lantang menyuarakan kegelisahan sosial dan lingkungan.
Dengan latar belakang pengalaman yang penuh tantangan—ditahan karena dianggap menampilkan karya yang subversif hingga tuduhan penistaan agama—Iani tak pernah gentar menyuarakan isu-isu global melalui karyanya.
Simbol Kebersamaan dan Perubahan

Salah satu karya Arahmaiani yang paling populer yaitu "Proyek Bendera" (The Flag Project). Ini merupakan serangkaian karya seni dan performans yang melibatkan komunitas, pertama kali dikembangkan oleh Arahmaiani pada tahun 2006. Karya ini merupakan proyek berkelanjutan yang terdiri dari teks-teks yang dijahit pada serangkaian bendera berwarna-warni. Arahmaiani menemukan jawaban dalam bendera, yang mampu menyatukan komunitas di seluruh dunia untuk mendukung nilai-nilai positif.
Proyek ini bermula dari respons Arahmaiani terhadap gempa bumi yang melanda Yogyakarta pada tahun 2006. Tujuan utamanya adalah untuk mendorong dialog dan komunikasi demi kreativitas kolektif dan pemecahan masalah. Seiring waktu, "Proyek Bendera" (berkembang menjadi proyek global yang telah ditampilkan sebagai proyek komunitas di berbagai negara, termasuk Australia, Belgia, Cina, Jerman, Indonesia, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura, Tibet, dan Thailand.
Aktivisme untuk Kemandirian Pangan

Fokus aktivisme Arahmaiani seringkali tertuju pada isu lingkungan, terutama kemandirian pangan. Ia percaya bahwa masyarakat yang mandiri secara pangan akan lebih berdaya untuk menolak penindasan dan ketidakadilan.
"Kalau masyarakat pangan mandiri, nggak akan takut-takut, nggak akan gampang di ini juga dikerjain. Karena lebih mandiri, kalau nggak punya pangan, yaudahlah, nurut aja kita butuh makan. Kalau kita berdaya, jadi bisa menolak yang malah akan me-repress kita, mengimbangi kekuatan elite yang senderung mendikte," jelasnya.
Di Yogyakarta, Arahmaiani aktif bekerja dengan berbagai komunitas untuk mempromosikan pertanian organik dan pelestarian lingkungan. Ia menentang penggunaan pupuk kimia yang merusak lingkungan dan kesehatan manusia.
"Kalau menggunakan sistem Orde Baru dulu, menggunakan pupuk kimia, ya ampun udah pangan nggak sehat, kita juga kena dampaknya. lingkungan hidup rusak, tercemar, air tercemar, tanah tercemar, mau apa sih? Kalau kayak gitu, ngancurin diri sendiri namanya," tegasnya.
Demi Kebebasan Berpendapat
Keberaniannya menyuarakan protes melalui seni berakar dari pengalaman hidup di bawah rezim militer. Katanya, “Saya melihat persoalan rezim militer itu, hilangnya kebebasan, ya. kalau sesuatu itu tidak benar, ya, harus disuarakan. Namun, baginya protes saja tak cukup. Arahmaiani menekankan pentingnya tindakan nyata, seperti kerja kolaborasi dan pemberdayaan komunitas.
Karya-karya Arahmaiani juga seringkali provokatif, seperti lukisan “Lingga Yoni” yang dianggap subversif, namun, baginya, simbol tersebut justru tentang keseimbangan. Katanya, "Simbol lingga-yoni itu menunjukkan bahwa kekuatan yang berlawanan di alam harus kita pahami secara berimbang,” jelasnya.
Ia juga menikmati karya performans, yang memungkinkan interaksi langsung dengan penonton. "Kalau performance, kelebihannya, kita bisa berinteraksi. Jadi, kreativitas itu bisa diolah secara bersama-sama, nggak cuma sendirian, nggak menjadi ruang yang akhir, ruangku saja, gitu," katanya.
Salah satu penampilannya yang menuai kontroversi adalah “Breaking Words”, di mana ia memecahkan piring dengan tulisan kata-kata, termasuk Allah. Ia menjelaskan maksudnya, “Justru saya ingin mengingatkan, 'waspada, konsep ketuhanan ini bisa dimanipulasi'. Aksi memecah piring ini melambangkan kembali ke keadaan awal, atau dalam istilah Jawa disebut 'suwung', yang dalam bahasa Inggris bisa diartikan sebagai 'emptiness' atau kekosongan
Pengakuan Internasional dan Semangat Transformasi
Melalui seni dan aktivismenya, Arahmaiani terus menginspirasi banyak orang untuk berpikir kritis, bertindak nyata, dan mencari jalan tengah dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.
Keberanian dan inovasi Arahmaiani dalam menggabungkan performans, instalasi, dan aktivisme ini pun telah mendapatkan berbagai pengakuan internasional. Yang teranyar, ia menjadi salah satu finalis untuk Joan Miró Prize yang bergengsi, penghargaan yang diberikan kepada seniman yang karyanya berani, menggugah pemikiran, dan mengeksplorasi tema-tema spiritualitas, lingkungan hidup, dan keadilan sosial. Praktiknya yang inovatif mencerminkan semangat transformatif Joan Miró.
Teks: Mardyana Ulva
Foto: dok. Arahmaiani