Dengan segala yang terjadi pada 2020, percakapan kita makin menajam ke persoalan-persoalan lingkungan dan hajat hidup. Perihal cara-cara kita memperlakukan lingkungan hidup maupun lingkungan sekitar. Itu mengapa kami memilih turut menegaskan perhatian atas keselarasan kehidupan manusia dengan alam lewat gelaran Dewi Fashion Knights 2020. Tema Gaia atau Ibu Bumi menjadi pilihannya.
Tahun ini, Dewi mengkurasi tiga desainer untuk menginterpretasikan tema tersebut ke dalam bentuk pakaian. Lewat koleksi Sejauh Mata Memandang, Chitra Subiyakto menampilkan koleksi serba putih dengan aksen motif ayam jago. Dalam video fashion film-nya Chitra menghadirkan koleksinya dengan latar pabrik tekstil, di mana penonton bisa menyaksikan seluruh proses mulai dari pemilahan kapas hingga penenunan menjadi kain.
Sementara itu Toton menampilkan rangkaian pakaian yang menggali elemen-elemen spiritualitas. Mulai dari penutup kepala hingga tameng yang dibuat menyerupai pecahan arca. Begitu pula motif-motif bordiran yang diambil dari cerita-cerita spiritualitas Nusantara. Tentang dewa-dewi pelindung dan pemberi keselamatan. Tema yang hadir di tengah situasi serba sulit seperti pandemi saat ini.
Terakhir, ada Lulu Lutfi Labibi yang mengusung tajuk Sandang Hening Cipta. Lewat koleksinya, Lulu menggabungkan fashion dengan sastra. Puisi-puisi Joko Pinurbo adalah api inspirasinya kali ini. Itu terlihat pula dari penggalan-penggalan puisi Joko Pinurbo yang menghiasi sudut-sudut sandang rancangannya.
Secara tema dan estetika ketiga desainer ini memang menawarkan karakter dan cerita yang berbeda. Masing-masing mempunyai posisi sendiri yang sama kuat. Namun ada satu benang merah yang menyatukan ketiga peragaan busana desainer ini. Ketiganya lahir dari keterbatasan.
Dibuat pada masa pandemi, membeli bahan baru adalah keputusan yang sulit. Oleh karena itu ketiganya sebisa mungkin mengumpulkan lagi bahan-bahan yang belum sempat diolah atau kain-kain sisa yang sekiranya masih cukup dirangkain menjadi pakaian. Tidak hanya itu, ketiganya juga menawarkan elemen fundamental yang sama, yaitu kesederhanaan dan praktikalitas.
Tentu kedua hal itu hadir dalam bentuk yang sangat berbeda sesuai karakter masing-masing desainer. Chitra dan Lulu misalnya menghadirkan pakaian-pakaian putih dengan siluet lurus yang bisa digunakan untuk acara formal maupun acara sehari-hari. Lulu kemudian mendefinisikan konsep itu sebagai pakaian yang membebaskan. Begitu pula Toton yang meski koleksinya terlihat elaborate tetapi sejatinya mengeksplorasi konsep modular untuk merancang outfit dari penggalan-penggalan puzzle berpotongan basic.
Seluruh koleksi Dewi Fashion Knights bisa ditonton di kanal YouTube Jakarta Fashion Week 2020. (SIR). Foto: Dok. Jakarta Fashion Week.
Tahun ini, Dewi mengkurasi tiga desainer untuk menginterpretasikan tema tersebut ke dalam bentuk pakaian. Lewat koleksi Sejauh Mata Memandang, Chitra Subiyakto menampilkan koleksi serba putih dengan aksen motif ayam jago. Dalam video fashion film-nya Chitra menghadirkan koleksinya dengan latar pabrik tekstil, di mana penonton bisa menyaksikan seluruh proses mulai dari pemilahan kapas hingga penenunan menjadi kain.
Sementara itu Toton menampilkan rangkaian pakaian yang menggali elemen-elemen spiritualitas. Mulai dari penutup kepala hingga tameng yang dibuat menyerupai pecahan arca. Begitu pula motif-motif bordiran yang diambil dari cerita-cerita spiritualitas Nusantara. Tentang dewa-dewi pelindung dan pemberi keselamatan. Tema yang hadir di tengah situasi serba sulit seperti pandemi saat ini.
Terakhir, ada Lulu Lutfi Labibi yang mengusung tajuk Sandang Hening Cipta. Lewat koleksinya, Lulu menggabungkan fashion dengan sastra. Puisi-puisi Joko Pinurbo adalah api inspirasinya kali ini. Itu terlihat pula dari penggalan-penggalan puisi Joko Pinurbo yang menghiasi sudut-sudut sandang rancangannya.
Secara tema dan estetika ketiga desainer ini memang menawarkan karakter dan cerita yang berbeda. Masing-masing mempunyai posisi sendiri yang sama kuat. Namun ada satu benang merah yang menyatukan ketiga peragaan busana desainer ini. Ketiganya lahir dari keterbatasan.
Dibuat pada masa pandemi, membeli bahan baru adalah keputusan yang sulit. Oleh karena itu ketiganya sebisa mungkin mengumpulkan lagi bahan-bahan yang belum sempat diolah atau kain-kain sisa yang sekiranya masih cukup dirangkain menjadi pakaian. Tidak hanya itu, ketiganya juga menawarkan elemen fundamental yang sama, yaitu kesederhanaan dan praktikalitas.
Tentu kedua hal itu hadir dalam bentuk yang sangat berbeda sesuai karakter masing-masing desainer. Chitra dan Lulu misalnya menghadirkan pakaian-pakaian putih dengan siluet lurus yang bisa digunakan untuk acara formal maupun acara sehari-hari. Lulu kemudian mendefinisikan konsep itu sebagai pakaian yang membebaskan. Begitu pula Toton yang meski koleksinya terlihat elaborate tetapi sejatinya mengeksplorasi konsep modular untuk merancang outfit dari penggalan-penggalan puzzle berpotongan basic.
Seluruh koleksi Dewi Fashion Knights bisa ditonton di kanal YouTube Jakarta Fashion Week 2020. (SIR). Foto: Dok. Jakarta Fashion Week.