Kota Taipei yang penuh dinamika dipilih sebagai tuan rumah untuk presentasi Gucci musim gugur/dingin 2016. Bertempat di sebuah bangunan industrial yang letaknya berada di antara gedung-gedung pencakar langit, instalasi busana serta aksesori teranyar kreasi Alessandro Michele menyemarakkan bangunan lapang tanpa sekat tersebut. Ketika melangkahkan kaki masuk ke dalam, kesan eksentrik segera terasa. Disambut dengan dinding merah berlogo Gucci yang diapit beberapa maneken dalam balutan busana dekoratif, merengkuh rasa ingin tahu untuk semakin ditelusuri.
Alur presentasi dimulai dengan tampilan yang diunggulkan musim ini. Permainan warna yang begitu menyorot mata, detail yang diperkaya, dan siluet busana yang penuh intrik. Segalanya tentang hingar bingar. Memang saat melihatnya sudah bisa dipastikan bahwa identitas Alessandro Michele terasa begitu kental. Kepiawaiannya mengusung material yang dibiarkan mengalir dengan desain dekoratif tak lagi terbantahkan. Aplikasi seperti ruffle, bordir, dan bebatuan tersusun dalam komposisi yang menggugah decak kagum. Bisa dibilang kreasi pria kelahiran Roma tahun 1972 ini menorehkan metode eksperimental sebagai panduan untuk melahirkan karya dramatis. Seperti yang terlihat pada sederet balutan bergaya quirky dalam kilau kristal bercampur taburan mutiara. Ada pula trench coat yang dihasilkan dari bulu-bulu lembut berwarna pink bubble gum yang menggemaskan. Ilusi bulu fauna juga dapat ditemukan sebagai aksentuasi menawan pada potongan gaun serta mantel lainnya. Mayoritas siluet busananya mengingatkan pada era Victorian yang kerap diidentikkan dengan permainan proporsi bahu mengembang. Napas oriental pun diusung lewat koleksi kerah qipao dengan percikan bunga-bunga berwarna yang bergelimang cahaya. Sementara gaun panjang penuh embellishment dieksekusi dengan pengolahan siluet yang melambai dan cenderung bertekstur.
Secara kasat mata, semua terlihat sebagai koleksi utuh yang bernaung di bawah prinsip kemewahan. Mungkin karena sebagian besar materi busana yang digunakan bersifat formal dalam sentuhan konteks adibusana. Namun, Michele pun tak luput menciptakan potongan kasual. Memasuki lorong terdalam, jajaran busana yang dikawinkan dengan elemen kasual menggantung elok seakan memanggil untuk membiarkan indera perasa menyentuh langsung. Hanya ide jenius Michele-lah yang mampu menyematkan drama pada koleksi sweter. Ia menghadirkan sweter dengan efek menggembung di pangkal lengan bak zaman Renaisans kemudian dimodifikasi dengan sulaman timbul macan hitam dalam material mengilap. Hadir pula sweter yang menyiratkan kesan mewah dengan corak burung yang kontras. Sedangkan bagi wanita dengan kebutuhan profesional, rancangan blazer kini dikemas dalam beragam gaya. Tak ada lagi kata monoton. Dalam kamus Michele, eksplorasi material hingga goresan corak adalah kunci yang sempurna.
Di sisi lain, tampak koleksi yang lebih bermain-main. Koleksi tersebut merupakan hasil kolaborasi bersama seniman graffiti asal New York City, Trouble Andrew atau yang lebih dikenal dengan Gucci Ghost. Rok, jaket, dan tas hadir dalam goresan graffiti. Begitu atraktif dengan kesan jenaka. Salah satu yang menuai perhatian adalah tas cable shopper bertuliskan “Real Gucci”. Dikemas secara praktis dengan ukuran yang kaya ruang, menjadikan tas kompak ini diprediksi mampu meraih status it bag setelah koleksi tas ikonis Dionysus. Sedangkan untuk koleksi sepatu dikemas dalam nuansa nostalgia. Siluet sepatu disko era 70-an mendominasi dengan desain platform yang tebal.
Memang hanya Alessandro Michele yang mahir memaksimalkan imajinasi tanpa batasnya untuk rumah mode asal Italia ini. Rupanya Michele menganut sebuah filosofi “Rhizomatic” dari Gilles Deleuze dan Felix Guattari untuk rancangan Gucci musim ini. Filosofi tersebut merupakan hasil pemikiran yang tidak hanya terpusat pada satu orientasi saja, melainkan berkembang ke berbagai perspektif. Maka tak heran jika peraih penghargaan International Fashion Designer of The Year dari British Fashion Council ini memadukan berbagai unsur material sedemikan rupa, sehingga ia ingin memastikan bahwa karyanya tidak ada keteraturan, justru membuahkan keanekaragaman. (YK) Foto: Dok. Gucci