Beberapa hari ini publik sedang dibuat terkecoh oleh pemberitaan yang kurang tepat dari sejumlah brand dan desainer Tanah Air yang menghelat fashion show di kota Paris. Ada pihak yang mengklaim bahwa brand mereka mendapat panggung di Paris Fashion Week 2022 lewat sejumlah tagar dan pemberitaan. Nyatanya hal ini menimbulkan polemik karena faktanya acara yang membawa sejumlah brand dan desainer tersebut bukanlah acara resmi yang dihelat oleh Fédération de la Haute Couture et de la Mode alias penyelenggara pekan mode di Paris.
Entah adanya miskonsepsi atau penyampaian pesan yang salah dari pihak brand ke pihak ketiga, kesalahpahaman ini membuat beberapa pihak kecewa. Pada akhirnya Gekrafs (Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional) yang mewadahi brand dan desainer yang tampil di Paris, buka suara dan mengakui memang benar terjadi miskonsepsi di sana.
Gembar-gembor yang sebelumnya digaungkan seakan menjadi serangan balik bagi mereka sendiri karena sebenarnya agenda acara ini tidak masuk dalam kalendar resmi Paris Fashion Week melainkan hanya diselenggarakan berbarengan dan adalah bagian acara dari Gekrafs dan Fashion Division yang notabene merupakan sebuah platform fashion yang mewadahi kolaborasi fashion di Asia dan Eropa.
Miris, tentu saja. Sejatinya tidak mudah masuk ke dalam agenda resmi Paris Fashion Week tetapi dengan semudah itu diklaim oleh sejumlah pihak yang pada dasarnya kurang mengerti untuk membedakan apa itu Paris Fashion Week atau hanya membuat show di kota Paris. Oleh karena itu perlu edukasi agar masyarakat tidak serta merta membuat statement yang berujung bad publicity seperti yang terjadi sekarang ini.
Lalu bagaimana seorang desainer fashion bisa turut serta di perhelatan besar seperti Paris Fashion Week? Satu-satunya cara adalah lewat Fédération de la Haute Couture et de la Mode. Institusi inilah yang menjadi penghelat resmi dan terafiliasi dengan sejumlah fashion week di 3 kota besar lainnya yakni New York, London, dan juga Milan. Jika diperhatikan hal ini yang membuat tanggal penyelenggaraan di 4 Ibukota fashion tersebut selalu berkesinambungan dan tak pernah tumpang tindih.
Para desainer yang berniat untuk mendapat slot show di Paris Fashion Week secara resmi harus mendaftarkan diri via Fédération de la Haute Couture et de la Mode. Desainer atau brand yang mendaftar juga harus memiliki dokumen legal yang lengkap, sudah memiliki koleksi yang diperjualbelikan secara komersil, serta harus berpartisipasi dalam kurun waktu panjang. Itu berarti bukan hanya sekedar sekali dua kali tampil. Di Paris sendiri, tidak semua brand fashion dapat berpartisipasi karena untuk menjadi anggotanya juga harus melewati tahap seleksi yang ketat. Selain itu mereka harus menyiapkan sejumlah dana yang amat besar untuk dapat menghelat show-nya secara tunggal.
Brand aksesori, pakaian dalam, pakaian renang, dan baju pengantin tidak mendapat bagian. Pasalnya untuk baju pengantin sudah memiliki agenda fashion week terpisah di luar perhelatan tersebut. Jika deretan brand tersebut saja tidak diperbolehkan, bagaimana bisa brand kecantikan diikutsertakan apabila bukan sebagai sponsor untuk tim tata rias di balik panggung? Begitu pula dengan sekolah mode. Jika sudah bisa, mengapa sekolah mode ternama di dunia seperti Istituto Marangoni, Parsons School of Design, Esmod, dan sebagainya tidak masuk dalam agenda?
Dari sini masyarakat diminta untuk lebih cerdas menanggapi tiap klaim yang terbesit. Bangga pada karya anak bangsa itu wajib tetapi dengan catatan. Seharusnya yang lebih diberitakan adalah tentang koleksinya. Bagaimana karyanya dipersepsi oleh publik di sana dan dapat membawa nama baik negara. Bukan soal ‘siapa’ yang hadir dan diboyong jauh serta penekanan Paris-nya. Justru sedikit sekali yang memberitakan cerita koleksinya yang mungkin sudah dikerjakan dengan seksama dan memakai hati serta tangan-tangan terampil.
Tak perlu juga menglorifikasi Paris lalu berteriak di tengah jalan yang pada dasarnya bukan hal yang lumrah untuk dilakukan demi dikenal secara luas oleh warga Paris yang mungkin tak peduli dengan itu. Rasanya tampil di negeri sendiri tak pernah salah. Apalagi jika karyanya berhasil mencuri hati banyak pihak yang merasa perlu membawa brand tersebut ke ranah global. Namun nasi sudah menjadi bubur, masyarakat sudah tahu sendiri pro kontra yang terjadi. Biar bagaimanapun mari berpikir positif dan terus mendukung karya anak bangsa dengan cara-cara yang lebih elegan.
JESSICA ESTHER
Foto: Vogue.fr, Fédération de la Haute Couture et de la Mode