Ngete atau nyahi, demikian warga asli Jakarta menyebut momen minum teh gaya Betawi baik di pagi maupun sore hari. Sajian teh ala mereka, biasanya cenderung ringan alias tidak seberapa kental dengan citarasa yang mengarah ke tawar. Menurut Ratna Somantri, konsultan teh yang juga penulis buku The Story in a Cup of Tea, tradisi minum teh gaya Betawi biasanya dinikmati dengan gula kelapa. Pemanis tersebut akan digigit terlebih dahulu, dilanjutkan dengan menyeruput teh hangat. Namun ada banyak variasi jajanan khas Jakarta yang dapat memberi rasa manis pada sebuah momen minum teh, sehingga bisa saja Anda tak lagi harus repot menggigit gula kelapa.
Sagu Rangi
Kekenyalan hidangan berbentuk persegi panjang yang sedap disantap hangat ini, didapat dari adonannya yang mengandung tepung sagu. Parutan kelapa menyumbangkan rasa gurih, ditambah aroma yang menggiurkan karena cara pembuatannya yang dipanggang dengan kayu bakar. Menyantapnya dengan saus gula merah, tak sulit membuat ketagihan. Apalagi ketika saus tersebut diberi irisan buah nangka, nenas, bahkan durian.
Kue Cucur
Makanan kecil yang antara lain dibuat dari tepung beras dan gula merah, disebut sebagai salah satu sajian wajib di berbagai upacara adat Betawi. Bentuknya bulat, tebal di bagian tengah namun tipis di bagian pinggir-pinggirnya. Karakter rasanya yang manis dan legit memang cocok dijadikan pelengkap keramaian. Apalagi mengingat asal-usul makanan Betawi yang cukup lekat dengan tradisi kuliner Tiongkok, kue cucur ini bisa saja dianggap perlambang hubungan kekerabatan yang manis dan harmonis.
Kue Cincin
Tanah Betawi memiliki versi donatnya sendiri, dengan bentuk lingkaran yang berlubang di tengahnya. Sebutannya adalah kue cincin atau ali agrem. Meski bisa menjadi teman minum teh atau kopi sehari-hari, kudapan yang juga terbentuk dari tepung beras berimbuhan gula merah ini kerap disajikan di acara pernikahan. Kabarnya sebagaimana bentuk cincin yang melingkar, kue ini juga menyimpan harapan akan keabadian pernikahan.
Geplak
Hidangan manis yang kerap terdapat dalam menu resepsi pernikahan ala Betawi, terbuat lagi-lagi dari tepung beras dan kelapa parut. Dua bahan ini disangrai lalu dicampur dengan gula pasir yang sudah dicairkan. Tantangannya, meratakan adonan harus dilakukan saat masih panas dengan tangan. Baru selanjutnya adonan dimasukkan ke cetakan, dan diratakan oleh tangan dengan cara dipukul-pukul. Demikianlah nama Geplak didapat. Cita rasa dan teksturnya membuat kue ini banyak dinantikan kehadirannya, tapi keterbatasannya membuat Anda harus memesan terlebih dulu misalnya di Setu Babakan, sebuah desa budaya Betawi.
Kue Cubit
Populer sebagai jajanan sekolah dasar, jenis kue ini sedang naik daun dengan berbagai kemasan dan presentasi yang mencolok mata. Bahan-bahan pembuatnya semisal tepung terigu, gula, dan margarin, hampir tak jauh beda dengan poffertjes, kudapan khas Belanda. Begitu pula cara memasaknya yang menggunakan loyang dengan cekungan-cekungan. Poffertjes sendiri di negara asalnya disebut sebagai kudapan yang banyak ditemukan pada keriaan festival atau perayaan, tapi kesederhanaannya dengan cita rasa yang mudah diterima secara luas membuatnya jadi kudapan favorit sehari-hari. Tak jauh berbeda dengan kue ubit, yang mendapatkan namanya dari cara kue diangkat dari cetakan yaitu dengan alat penjepit.
TIP TATA SAJI
Ulang tahun Jakarta yang jatuh di bulan Juni, bisa menjadi inspirasi bagi perjamuan minum teh gaya Betawi dengan para sahabat. Untuk mendapatkan tampilan elegan dan variatif pada dessert table, misalnya, Anda bisa memadankan kudapan khas Betawi dengan jajan pasar yang dikenal lebih luas di Indonesia. Putu Mayang, contohnya,yang menggoda mata dengan trio warna hijau, putih, serta merah jambu. Saus santan dan gula merahnya dapat diwadahi di dalam carafe mini. Tambahkan pula kue clorot yang berbentuk kerucut ‘berbusana’ daun kelapa muda, serta wajik berhiaskan potongan daun pandan.
(MUTHI KAUTSAR)
Foto: Dachri MS
Hidangan & Lokasi: The Dharmawangsa Jakarta