Bukan tanpa alasan Bandung menjadi destinasi relaksasi di era kolonial. Iklimnya sejuk
dengan sederet daya tarik alami yang memanjakan mata. Kini, kecantikan alamnya menjadi satu paket dengan gedung-gedung bersejarah peninggalan era kolonial. Ketika Anda sudah puas melihat-lihat isi factory outlet dan menikmati jajanan khas Bandung, luangkan waktu untuk menjelajahi alam dan arsitektur bersejarahnya. Berikut ini beberapa tempat pilihan dewi:
- Tangkuban Parahu. Gunung berapi aktif yang berjarak sekitar 30 kilometer di Utara kota
Bandung, dengan ketinggian 2084 meter di atas permukaan laut yang dilingkupi rimbun
pinus dan hamparan kebun teh serta ragam vegetasi tropis lainnya. Pesonanya tak
berkurang meski harus berkelindan dengan aroma belerang yang pekat. Langkanya penjual makanan di lokasi ini bisa diatasi dengan membawa bekal sendiri.
- Kawah Putih. Terletak di puncak Gunung Patuha, Bandung Selatan, Kawah Putih yang
sejatinya bersemu hijau itu didiami ratusan batang pohon meranggas yang ranting-ranting
kerontangnya menjadi hiasan artistik panorama di sana.
- Kebun Teh Rancabali. Pada hamparan pucuk-pucuk teh yang hijau terawat, dan sejuknya udara di ketinggian 1628 meter di atas permukaan laut, kita akan menemukan alasan untuk sejenak melepaskan penat dan meghirup keleluasaan.
- Situ Patenggang. Pada permukaannya yang tenang, berbayang legenda tentang kisah cinta dua sejoli, Ki Santang dan Dewi Rengganis yang saling mencari. Patenggang, berasal dari kata dalam bahasa Sunda, pateang-teangan yang berarti saling mencari. Sebuah pulau berbentuk hati konon terbentuk dari perahu yang ditumpangi keduanya mengelilingi danau di ketinggian 1600 meter di permukaan laut itu.
- Gedung Konferensi Asia Afrika (Gedung Merdeka). Tempat penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955 silam, yang kini difungsikan sebagai museum bagi koleksi benda dan foto serta arsip yang berkaitan dengan KAA.
- Gedung Sate dan Museum Pos Indonesia. Meski kini berfungsi sebagai Kantor Pusat
Pemerintah Daerah Jawa Barat, gedung bergaya asitektur Indo Eropa ini menyimpan catatan tentang bagaimana bangunan bisa mereduksi arogansi dan kedigdayaan kolonialisme Belanda atas negeri jajahannya lewat kearifan, kerendahan hati serta rasa takzim yang diberikan para perancangnya kepada budaya Nusantara.
- Saung Angklung Udjo. “Selama Saung Angklung Udjo (SAU) ada, mungkin kita tak perlu khawatir angklung punah dari bumi ini,” begitu seorang teman pernah berkata. Didirikan oleh seniman Udjo Ngalagena dan istrinya Uum Sumiati pada 1966, SAU memberi pengalaman holistik soal angklung pada tamu-tamunya. Tak hanya menonton pertunjukan, dan melihat proses pembuatan instrumen musik bambu itu, setiap pengunjung juga bisa terlibat membuat sendiri satu angklung untuk dibawa pulang.
- Selasar Sunaryo Art Space (SSAS). Di ruang seni yang didirikan oleh seniman Sunaryo pada 1998 ini, kita bisa melihat perkembangan wajah seni rupa kontemporer Bandung, (bahkan Indonesia) lewat berbagai pameran seni rupa juga residensi, diskusi dan lokakarya yang kerap diadakan. SSAS juga mengadakan banyak kegiatan yang berhubungan dengan disiplin seni lain seperti desain, kriya, seni pertunjukan, sastra, arsitektur, dan lain sebagainya baik dari Indonesia maupun mancanegara.
- Babakan Siliwangi. Berada di daerah resapan air, Babakan Siliwangi yang biasa disebut Baksil itu dinobatkan sebagai Hutan Kota Dunia oleh United Nations Environment Programme pada 27 September 2011 lalu. Terhampar di lahan seluas 3,8 hektar dengan 48 jenis pohon, 14 jenis burung, dan beberapa hewan mamalia, sesungguhnya Baksil adalah wahana interaksi ideal bagi warga kota. (ISA), Foto: ISA, Dok. Dewi, Dok Saung Angklung Udjo, Dok. Bandung Creative City/Galih Sedayu
dengan sederet daya tarik alami yang memanjakan mata. Kini, kecantikan alamnya menjadi satu paket dengan gedung-gedung bersejarah peninggalan era kolonial. Ketika Anda sudah puas melihat-lihat isi factory outlet dan menikmati jajanan khas Bandung, luangkan waktu untuk menjelajahi alam dan arsitektur bersejarahnya. Berikut ini beberapa tempat pilihan dewi:
- Tangkuban Parahu. Gunung berapi aktif yang berjarak sekitar 30 kilometer di Utara kota
Bandung, dengan ketinggian 2084 meter di atas permukaan laut yang dilingkupi rimbun
pinus dan hamparan kebun teh serta ragam vegetasi tropis lainnya. Pesonanya tak
berkurang meski harus berkelindan dengan aroma belerang yang pekat. Langkanya penjual makanan di lokasi ini bisa diatasi dengan membawa bekal sendiri.
- Kawah Putih. Terletak di puncak Gunung Patuha, Bandung Selatan, Kawah Putih yang
sejatinya bersemu hijau itu didiami ratusan batang pohon meranggas yang ranting-ranting
kerontangnya menjadi hiasan artistik panorama di sana.
- Kebun Teh Rancabali. Pada hamparan pucuk-pucuk teh yang hijau terawat, dan sejuknya udara di ketinggian 1628 meter di atas permukaan laut, kita akan menemukan alasan untuk sejenak melepaskan penat dan meghirup keleluasaan.
- Situ Patenggang. Pada permukaannya yang tenang, berbayang legenda tentang kisah cinta dua sejoli, Ki Santang dan Dewi Rengganis yang saling mencari. Patenggang, berasal dari kata dalam bahasa Sunda, pateang-teangan yang berarti saling mencari. Sebuah pulau berbentuk hati konon terbentuk dari perahu yang ditumpangi keduanya mengelilingi danau di ketinggian 1600 meter di permukaan laut itu.
- Gedung Konferensi Asia Afrika (Gedung Merdeka). Tempat penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955 silam, yang kini difungsikan sebagai museum bagi koleksi benda dan foto serta arsip yang berkaitan dengan KAA.
- Gedung Sate dan Museum Pos Indonesia. Meski kini berfungsi sebagai Kantor Pusat
Pemerintah Daerah Jawa Barat, gedung bergaya asitektur Indo Eropa ini menyimpan catatan tentang bagaimana bangunan bisa mereduksi arogansi dan kedigdayaan kolonialisme Belanda atas negeri jajahannya lewat kearifan, kerendahan hati serta rasa takzim yang diberikan para perancangnya kepada budaya Nusantara.
- Saung Angklung Udjo. “Selama Saung Angklung Udjo (SAU) ada, mungkin kita tak perlu khawatir angklung punah dari bumi ini,” begitu seorang teman pernah berkata. Didirikan oleh seniman Udjo Ngalagena dan istrinya Uum Sumiati pada 1966, SAU memberi pengalaman holistik soal angklung pada tamu-tamunya. Tak hanya menonton pertunjukan, dan melihat proses pembuatan instrumen musik bambu itu, setiap pengunjung juga bisa terlibat membuat sendiri satu angklung untuk dibawa pulang.
- Selasar Sunaryo Art Space (SSAS). Di ruang seni yang didirikan oleh seniman Sunaryo pada 1998 ini, kita bisa melihat perkembangan wajah seni rupa kontemporer Bandung, (bahkan Indonesia) lewat berbagai pameran seni rupa juga residensi, diskusi dan lokakarya yang kerap diadakan. SSAS juga mengadakan banyak kegiatan yang berhubungan dengan disiplin seni lain seperti desain, kriya, seni pertunjukan, sastra, arsitektur, dan lain sebagainya baik dari Indonesia maupun mancanegara.
- Babakan Siliwangi. Berada di daerah resapan air, Babakan Siliwangi yang biasa disebut Baksil itu dinobatkan sebagai Hutan Kota Dunia oleh United Nations Environment Programme pada 27 September 2011 lalu. Terhampar di lahan seluas 3,8 hektar dengan 48 jenis pohon, 14 jenis burung, dan beberapa hewan mamalia, sesungguhnya Baksil adalah wahana interaksi ideal bagi warga kota. (ISA), Foto: ISA, Dok. Dewi, Dok Saung Angklung Udjo, Dok. Bandung Creative City/Galih Sedayu
Author
DEWI INDONESIA
RUNWAY REPORT
Laras Alam Dalam DEWI's Luxe Market: "Suara Bumi"
RUNWAY REPORT
Mengkaji Kejayaan Sriwijaya Bersama PT Pupuk Indonesia