Seluruh rangkaian tur pameran “Prihal: arsitektur andramatin” dirancang dengan terperinci. Perjalanan kami dimulai dari Gedung Toto di mana bintang pameran, Isandra Matin Ahmad, serta duo kurator, Danny Wicaksono dan Artiandi Akbar memberikan kisi-kisi pameran yang berlangsung pada 27 November hingga 11 Desember mendatang itu.
“Pameran ini hendak memperlihatkan sisi Andra Matin yang mungkin belum banyak dilihat orang,” jelas Danny dalam sesi konferensi pers. Pengaruh Andra Matin dan studio arsitekturnya, Andramatin, memang tak dimungkiri lagi. Jika bicara tentang arsitektur modern Indonesia, namanya hampir pasti disebut dalam diskusi. Untuk itu, Danny menjelaskan seluruh proyek yang dipamerkan selama dua pekan di Galeri Nasional Indonesia itu dipilih untuk memberikan pemahaman yang menyeluruh tentang perspektif arsitektur Anda Matin.
Waktu menunjukkan pukul 15.00 ketika kami akhirnya diajak berkeliling delapan area pameran. Studio Andramatin mengubah lanskap Galeri Nasional Indonesia untuk pameran ini. Pintu masuk dan penitipan barang dipindahkan ke bagian Artshop. Di sini Anda bisa mendapatkan booklet pameran dan ragan cinderamata spesial pameran.
Dari Artshop itu baru kemudian Anda digiring menuju area “Linimasa” berupa lorong kayu. Partisi dari anyaman bambu membentang menutup satu sisi lorong, menjadi pembatas sekaligu membiarkan cahaya alami masuk menyorot deretan foto-foto proyek yang dikerjakan Andra Matin dan studio arsitekturnya selama dua dekade.
Di ujung lorong, kami berbelok, rangkaian foto yang bermula pada titik waktu 1998 itu berlanjut sekaligus membawa kami ke ruangan terbuka yang lapang. Elemen kayu mendominasi area pameran di luar ruangan ini, selaras dengan suasana halaman Galeri Nasional. Dari area luar, kami lantas dibimbing masuk ke dalam area “Prihal Jakarta”. Di sini dipajang 11 maket proyek yang ia kerjakan untuk Kota Jakarta. Mulai dari proyek revitalisasi Monas dan Taman Ismail Marzuki hingga proyek tiga kamar indekos superkecil yang ia buat sebagai usahanya memahami ruang kehidupan di kota kelahirannya itu.
Nuansa serba putih dalam area itu terus berlanjut ke area selanjutnya, “Prihal Kota yang Lain”. Di sini berderet maket-maket dari berbagai proyek yang ia kerjakan di kota-kota lain. Maket yang menjadi cikal-bakal Bandara Banyuwangi dan Masjid As-Sabur & Sessat Agung di Tubaba Bawang Barat, Lampung, termasuk yang dipamerkan di area ini bersama proyek-proyek lainnya. Entah itu yang sudah direalisasikan atau pun yang belum atau tak jadi dibangun.
Setelah puas melihat-lihat ruang serba putih, kami kemudian diajak masuk ke ruangan serba hitam nan gelap. Semburat cahaya temaram datang dari dasar bidang-bidang maket, cukup untuk memberi penekanan pada bentuk-bentuk setiap proyek. Inilah area “Prihal Bentuk” yang hendak menyoroti eksplorasi bentuk Andra Matin lewat proyek-proyeknya. Dari situ pameran berlanjut ke area “Prihal Material” yang dibagi ke dalam dua ruangan. Ruangan pertama adalah ruangan Kerawang yang menampilkan tumpukan Kerawang. Material ini biasanya digunakan Andra untuk untuk membangun tembok yang tetap memungkinkan cahaya dan ventilasi udara masuk. Sementara, di ruang sampingnya dipajang berbagai material yang biasa digunakan Studio Andramatin dalam karya-karya arsitekturnya.
Pindah lagi ke area ketujuh adalah “Prihal Yang Berulang” di mana terdapat loop video wawancara berbagai klien Andra Matin selama dua dekade perjalanannya di dunia arsitektur. Terakhir, ada “Prihal Sehari-hari” yang menjadi area penutup rangkaian pameran ini. Area ini menjadi replika dari kantor Studio Andramatin, memperlihatkan lingkungan kerja yang membentuk budaya kerja, budaya berpikir, dan standar estetika Studio Andramatin.
Layaknya kenangan yang berkesan, pameran ini tidak ditutup dengan buru-buru. Sebagai transisi, di bagian menuju pintu keluar “Prihal: arsitektur andramatin” mengajak kami berinteraksi dengan instalasi pameran. Terdapat kolam lego di mana kami—juga pengunjung yang lain—bisa mereplika beberapa bangunan ikonis rancangan Studio Andramatin.
Itulah cerita kami perihal “Prihal: arsitektur andramatin”. Lebih dari sekadar ajang presentasi portofolio proyek, pameran ini hendak membumikan bahasa dan fungsi arsitektur kepada khalayak yang lebih luas. mengajak pengunjungnya mengalami langsung arsitektur Andra Matin. Bagaimana aristektur mengeksplorasi dan memanfaatkan ruang dengan fungsional dan estetis.
“Dalam pameran memang ada yang dipamerkan, tetapi saya mengusahakan bagaimana bidang tempat pameran juga memberikan pengalaman langsung berasitektur dan secara tidak langsung membuat pengunjung menikmati dan jatuh hati dengan aristektur,” kata Andra Matin kepada Dewi sebelum ia kembali bersiap untuk pembukaan pameran dan menyambut tamu-tamu istimewanya. (SIR). Foto: Shuliya Ratanavara.
“Pameran ini hendak memperlihatkan sisi Andra Matin yang mungkin belum banyak dilihat orang,” jelas Danny dalam sesi konferensi pers. Pengaruh Andra Matin dan studio arsitekturnya, Andramatin, memang tak dimungkiri lagi. Jika bicara tentang arsitektur modern Indonesia, namanya hampir pasti disebut dalam diskusi. Untuk itu, Danny menjelaskan seluruh proyek yang dipamerkan selama dua pekan di Galeri Nasional Indonesia itu dipilih untuk memberikan pemahaman yang menyeluruh tentang perspektif arsitektur Anda Matin.
Waktu menunjukkan pukul 15.00 ketika kami akhirnya diajak berkeliling delapan area pameran. Studio Andramatin mengubah lanskap Galeri Nasional Indonesia untuk pameran ini. Pintu masuk dan penitipan barang dipindahkan ke bagian Artshop. Di sini Anda bisa mendapatkan booklet pameran dan ragan cinderamata spesial pameran.
Dari Artshop itu baru kemudian Anda digiring menuju area “Linimasa” berupa lorong kayu. Partisi dari anyaman bambu membentang menutup satu sisi lorong, menjadi pembatas sekaligu membiarkan cahaya alami masuk menyorot deretan foto-foto proyek yang dikerjakan Andra Matin dan studio arsitekturnya selama dua dekade.
Di ujung lorong, kami berbelok, rangkaian foto yang bermula pada titik waktu 1998 itu berlanjut sekaligus membawa kami ke ruangan terbuka yang lapang. Elemen kayu mendominasi area pameran di luar ruangan ini, selaras dengan suasana halaman Galeri Nasional. Dari area luar, kami lantas dibimbing masuk ke dalam area “Prihal Jakarta”. Di sini dipajang 11 maket proyek yang ia kerjakan untuk Kota Jakarta. Mulai dari proyek revitalisasi Monas dan Taman Ismail Marzuki hingga proyek tiga kamar indekos superkecil yang ia buat sebagai usahanya memahami ruang kehidupan di kota kelahirannya itu.
Nuansa serba putih dalam area itu terus berlanjut ke area selanjutnya, “Prihal Kota yang Lain”. Di sini berderet maket-maket dari berbagai proyek yang ia kerjakan di kota-kota lain. Maket yang menjadi cikal-bakal Bandara Banyuwangi dan Masjid As-Sabur & Sessat Agung di Tubaba Bawang Barat, Lampung, termasuk yang dipamerkan di area ini bersama proyek-proyek lainnya. Entah itu yang sudah direalisasikan atau pun yang belum atau tak jadi dibangun.
Setelah puas melihat-lihat ruang serba putih, kami kemudian diajak masuk ke ruangan serba hitam nan gelap. Semburat cahaya temaram datang dari dasar bidang-bidang maket, cukup untuk memberi penekanan pada bentuk-bentuk setiap proyek. Inilah area “Prihal Bentuk” yang hendak menyoroti eksplorasi bentuk Andra Matin lewat proyek-proyeknya. Dari situ pameran berlanjut ke area “Prihal Material” yang dibagi ke dalam dua ruangan. Ruangan pertama adalah ruangan Kerawang yang menampilkan tumpukan Kerawang. Material ini biasanya digunakan Andra untuk untuk membangun tembok yang tetap memungkinkan cahaya dan ventilasi udara masuk. Sementara, di ruang sampingnya dipajang berbagai material yang biasa digunakan Studio Andramatin dalam karya-karya arsitekturnya.
Pindah lagi ke area ketujuh adalah “Prihal Yang Berulang” di mana terdapat loop video wawancara berbagai klien Andra Matin selama dua dekade perjalanannya di dunia arsitektur. Terakhir, ada “Prihal Sehari-hari” yang menjadi area penutup rangkaian pameran ini. Area ini menjadi replika dari kantor Studio Andramatin, memperlihatkan lingkungan kerja yang membentuk budaya kerja, budaya berpikir, dan standar estetika Studio Andramatin.
Layaknya kenangan yang berkesan, pameran ini tidak ditutup dengan buru-buru. Sebagai transisi, di bagian menuju pintu keluar “Prihal: arsitektur andramatin” mengajak kami berinteraksi dengan instalasi pameran. Terdapat kolam lego di mana kami—juga pengunjung yang lain—bisa mereplika beberapa bangunan ikonis rancangan Studio Andramatin.
Itulah cerita kami perihal “Prihal: arsitektur andramatin”. Lebih dari sekadar ajang presentasi portofolio proyek, pameran ini hendak membumikan bahasa dan fungsi arsitektur kepada khalayak yang lebih luas. mengajak pengunjungnya mengalami langsung arsitektur Andra Matin. Bagaimana aristektur mengeksplorasi dan memanfaatkan ruang dengan fungsional dan estetis.
“Dalam pameran memang ada yang dipamerkan, tetapi saya mengusahakan bagaimana bidang tempat pameran juga memberikan pengalaman langsung berasitektur dan secara tidak langsung membuat pengunjung menikmati dan jatuh hati dengan aristektur,” kata Andra Matin kepada Dewi sebelum ia kembali bersiap untuk pembukaan pameran dan menyambut tamu-tamu istimewanya. (SIR). Foto: Shuliya Ratanavara.
Topic
ExhibitionAuthor
DEWI INDONESIA
RUNWAY REPORT
Laras Alam Dalam DEWI's Luxe Market: "Suara Bumi"
RUNWAY REPORT
Mengkaji Kejayaan Sriwijaya Bersama PT Pupuk Indonesia