Sebanyak 30 arsitek, akademisi, komunitas dan pemerintah kota terlibat dalam pameran yang dikuratori arsitek Sarah M. A. Ginting. Menurut Sarah, dalam kurasi yang dilakukannya, ia mengedepankan ide bahwa arsitektur merupakan bagian integral dari kebudayaan manusia. “Istilah saya, mengarsitekturkan manusia dan memanusiakan arsitektur sehingga ia layak disebut sebagai arsitektur yang paripurna,” kata Sarah.
Pameran ini dikatakannya juga berikhtiar untuk mengisahkan "apa-adanya" proses masyarakat Indonesia dalam mengelola konflik dan potensi ruang urbannya, dalam berbudaya sehari-hari. Indonesialand mempresentasikan arsitektur sebagai sistem poleksosbudhankam di sebuah negeri bernama Indonesia.
Sebagai sebuah upaya untuk menggaris ulang estetika berarsitektur dalam tatanan masyarakat Indonesia, pameran ini juga hendak secara kritis membaca dan mendudukkan secara sejajar fenomena arsitektur dan arsitektural di Indonesia, dengan menghubungkan dimensi negara, warga dan kapital. “Saya mencoba untuk menghadirkan pameran ini sebagai sebuah proses mengoleksi ragam gagasan – sebagai sebuah bricolage realitas kebudayaan Indonesia,” Sarah mengungkapkan. Pameran ini diharapkannya menjadi gerbang masuk bagi proses “mencari tahu” bagaimana masyarakat−terutama urban−berarsitektur dan berbudaya saat ini. Hal ini belum pernah lugas dipresentasikan dalam galeri seni rupa, setidaknya di Indonesia. Selain pameran, sejumlah workshop dan diskusi juga diadakan sebagai rangkaian dari Indonesialand. (ISA), Foto: ISA
Pameran ini dikatakannya juga berikhtiar untuk mengisahkan "apa-adanya" proses masyarakat Indonesia dalam mengelola konflik dan potensi ruang urbannya, dalam berbudaya sehari-hari. Indonesialand mempresentasikan arsitektur sebagai sistem poleksosbudhankam di sebuah negeri bernama Indonesia.
Sebagai sebuah upaya untuk menggaris ulang estetika berarsitektur dalam tatanan masyarakat Indonesia, pameran ini juga hendak secara kritis membaca dan mendudukkan secara sejajar fenomena arsitektur dan arsitektural di Indonesia, dengan menghubungkan dimensi negara, warga dan kapital. “Saya mencoba untuk menghadirkan pameran ini sebagai sebuah proses mengoleksi ragam gagasan – sebagai sebuah bricolage realitas kebudayaan Indonesia,” Sarah mengungkapkan. Pameran ini diharapkannya menjadi gerbang masuk bagi proses “mencari tahu” bagaimana masyarakat−terutama urban−berarsitektur dan berbudaya saat ini. Hal ini belum pernah lugas dipresentasikan dalam galeri seni rupa, setidaknya di Indonesia. Selain pameran, sejumlah workshop dan diskusi juga diadakan sebagai rangkaian dari Indonesialand. (ISA), Foto: ISA
Author
DEWI INDONESIA
FOOD & TRAVEL
CASA CUOMO, Simfoni Kuliner Italia di Jakarta