Pandemi COVID-19 mengubah hidup kita, salah satunya cara kita berbelanja bahan kebutuhan pokok. Beberapa menggunakan kesempatan pergi ke supermarket membeli bahan makanan sebagai waktu untuk ‘liburan’. Namun ada pula yang lebih memilih berbelanja secara daring dan menanti barang-barang dikirim ke rumah menggunakan layanan pesan-antar.
Layanan tersebut membuat sebagian orang merasa nyaman menjalani masa-masa di rumah saja. Namun layanan pesan-antar juga memiliki sisi yang kurang mengenakkan. Ini diperkuat oleh survei yang dilakukan Pusat Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI. Survei tersebut menyatakan sampah plastik sekali pakai dalam persentase sampah domestik selama PSBB meningkat. Angka ini patut dicermati mengingat sampah rumah tangga merupakan penyumbang terbesar dari total sampah nasional, hingga 62 persen.
Menanggapi hal ini, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia Dr. Ir. Novrizal Tahar IPM mengatakan produsen sangat berperan dalam mewujudkan manajemen pengelolaan sampah yang lebih baik di masyarakat luas. “KLHK juga melakukan pemantauan dan pengawasan upaya produsen dalam mengurangi sampah melalui pengumpulan data jumlah dan jenis bahan baku produk dan kemasan yang mereka gunakan. Sementara itu kampanye pengurangan sampah dari rumah terus dilakukan sebagai bagian dari upaya menekan jumlah timbulan sampah secara nasional. Seperti contohnya memilih produk yang dapat dikomposkan, didaur ulang, dan dapat diguna ulang,” ujarnya pada webinar Menjaga Kesehatan Lingkungan Indonesia dari Rumah Saat New Normal.
Masa pandemi ini memang menguji kita semua. Layanan pesan-antar kendati menyumbang sampah, tidak bisa kita hentikan sama sekali. Namun sebagai masyarakat kita dapat memilih apa dan di mana barang yang kita beli serta aktif dalam pengelolaan sampah. Contohnya masker yang diberitakan mulai mengotori lautan. “Masyarakat bisa menggunakan masker guna ulang bagi yang sehat agar lebih mudah membedakan mana sampah infeksius dari rumah pengelolaan sampah yang optimal dan tidak mencemari lingkungan,” ujar Swietenia Puspa Lestari, penyelam dan pendiri Divers Clean Action (DCA), sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada permasalahan sampah di lautan dan pengembangan masyarakat pesisir.
Sementara itu, untuk soal mengelola sampah, semua pihak perlu terlibat. “Pengelolaan sampah tidak bisa hanya bergantung pada konsep kumpul-angkut-buang,” ujar Pakar Teknologi Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Ir. Enri Damanhuri. Produsen misalnya, ia berkata lebih lanjut, memiliki tanggung jawab untuk mengurangi sampah dengan inovasi kemasan dan model bisnis, contohnya dengan memilih produk dengan kemasan guna ulang yang bisa dikembalikan, termasuk galon guna ulang. “Sebisa mungkin, konsumen perlu memilih produk yang sifatnya sirkular atau bisa dikembalikan agar jumlah sampah yang dihasilkan bisa ditekan. Selain itu, penting juga memilah sampah rumah tangga atau bahkan mengolah sampah organik di rumah untuk kegunaan lain seperti kompos misalnya.”
Salah satu perusahaan yang menerapkan konsep ekonomi sirkular adalah Danone Aqua yang memperkenalkan kemasan guna ulang sejak tahun 1983. Sustainable Development Director Danone-AQUA Karyanto Wibowo menyatakan pihaknya akan terus berinovasi untuk membantu pemerintah mewujudkan ambisinya mengurangi 70 persen sampah di laut pada tahun 2025 dengan mengumpulkan lebih banyak plastik dari yang mereka gunakan pada tahun yang sama lewat gerakan Bijak Berplastik. (NTF) Foto: Dok. Danone-Aqua