Sulwhasoo, label kecantikan global asal Korea, memilih tema cinta sebagai bahasa untuk mengkomunikasikan filosofi brand-nya pada dunia. Dalam bentuk pameran seni Sulwha Cultural Exhibition yang digelar setiap akhir tahun, di 2015 ini telah memasuki tahun ke-9. Mengapa label kecantikan memilih pameran seni untuk berkomunikasi? Jawabannya sederhana, karena seni seperti juga cinta, bersifat universal. Siapapun bisa menikmati dan menginterpretasikannya, tanpa terhalang kendala bahasa atau budaya.
Hari pertama pameran yang berlangsung hampir satu bulan itu, dibuka pada sore hari yang dingin dan berangin. Bangunan 3 lantai Nemo Gallery disoroti berbagai cahaya lampu berpendar, bergerak dalam formasi kepingan salju. Itu adalah dua hari terakhir sebelum salju turun, menandai datangnya musim dingin di Korea. Mata langsung tertuju pada eksterior gedung yang tampak begitu berwarna. Permainan garis dan kotak yang kental nuansa pop, beradu dengan warna fuchsia, pink, hijau, kuning dan elemen warna-warna terang lainnya.
Total ada 11 seniman muda yang diundang untuk berpartisipasi dalam Sulwha Cultural Exhibition yang tahun ini bertajuk, “Once Upon A Time: Tale of The Crape Myrtle.” Crape Myrtle adalah bunga dari tumbuhan perdu yang mekar di musim panas. Kelopaknya berwarna merah pucat dan berkerut, seperti kertas crape yang biasa Anda pakai untuk prakarya di sekolah.
Sulwha Cultural Exhibition tahun ini memang terasa begitu istimewa. Instalasi seni modern kontemporer dengan berbagai perangkat teknologinya, berhasil mengisahkan dengan sangat indah, filosofi budaya timur yang terkandung dalam kisah Crape Myrtle. Mengajak kita untuk selalu ingat bahwa tubuh dan pikiran, alam dan manusia, adalah entitas yang saling terkoneksi, tidak bisa dipisahkan. Selayaknya Sulwhasoo yang selalu percaya bahwa solusi untuk kulit wajah indah berseri datangnya dari alam, lewat berbagai bahan alami berharga yang ilmunya telah dipelajari sejak ratusan tahun. (WENY SANTIKA). Foto: WS. Dok. Sulwhasoo.
Hari pertama pameran yang berlangsung hampir satu bulan itu, dibuka pada sore hari yang dingin dan berangin. Bangunan 3 lantai Nemo Gallery disoroti berbagai cahaya lampu berpendar, bergerak dalam formasi kepingan salju. Itu adalah dua hari terakhir sebelum salju turun, menandai datangnya musim dingin di Korea. Mata langsung tertuju pada eksterior gedung yang tampak begitu berwarna. Permainan garis dan kotak yang kental nuansa pop, beradu dengan warna fuchsia, pink, hijau, kuning dan elemen warna-warna terang lainnya.
Total ada 11 seniman muda yang diundang untuk berpartisipasi dalam Sulwha Cultural Exhibition yang tahun ini bertajuk, “Once Upon A Time: Tale of The Crape Myrtle.” Crape Myrtle adalah bunga dari tumbuhan perdu yang mekar di musim panas. Kelopaknya berwarna merah pucat dan berkerut, seperti kertas crape yang biasa Anda pakai untuk prakarya di sekolah.
Sulwha Cultural Exhibition tahun ini memang terasa begitu istimewa. Instalasi seni modern kontemporer dengan berbagai perangkat teknologinya, berhasil mengisahkan dengan sangat indah, filosofi budaya timur yang terkandung dalam kisah Crape Myrtle. Mengajak kita untuk selalu ingat bahwa tubuh dan pikiran, alam dan manusia, adalah entitas yang saling terkoneksi, tidak bisa dipisahkan. Selayaknya Sulwhasoo yang selalu percaya bahwa solusi untuk kulit wajah indah berseri datangnya dari alam, lewat berbagai bahan alami berharga yang ilmunya telah dipelajari sejak ratusan tahun. (WENY SANTIKA). Foto: WS. Dok. Sulwhasoo.
Author
DEWI INDONESIA
FOOD & TRAVEL
CASA CUOMO, Simfoni Kuliner Italia di Jakarta