Tidak Adanya Perpustakaan di Desa Pematang Pasir, Lampung Selatan, Mendorong Sugeng Hariyono Membuat Motor Pustaka
Berawal dari prihatin atas tidak adanya perpustakaan di Desa Pematang Pasir, Lampung Selatan, Sugeng Hariyono membuat Motor Pustaka.
16 Sep 2016




Selama ada buku bagus, manusia tidak akan pernah kesepian. Kutipan bijak yang terjadi pada Sugeng Hariyono, pria asal Ponorogo, Jawa Timur. Saat ia baru saja pindah menetap di Desa Pematang Pasir, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan, Sugeng didera rasa sepi dan bosan. Ia pun lantas mencari perpustakaan untuk mengisi waktu dengan membaca. “Saat saya bertanya pada penduduk setempat di mana letak perpustakaan, mereka tidak tahu apa itu perpustakaan. Saya sungguh prihatin”, cerita Sugeng. Ia membayangkan kehidupan di desa Pematang Pasir tumbuh tanpa membaca buku. Ide pun muncul, ingin mendirikan perpustakaan dengan berbagai koleksi buku. Namun cita-cita itu terbentur kendala lahan dan tidak adanya buku-buku untuk dikumpulkan. Hambatan membuat Sugeng harus berpikir bagaimana menciptakan budaya membaca di tengah situasi tak mendukung.
Kerap melihat penjual makanan dengan tas di bagian punggung, Sugeng terinspirasi lalu memantapkan pemikirannya. Ia menggagas Motor Pustaka yaitu perpustakaan bergerak yang membawa buku-buku dengan kendaraan sepeda motor. Maret 2014, kali pertama Motor Pustaka menjangkau satu dusun di desa Lebung Nala, Lampung Selatan. Pria lulusan Universitas Terbuka Surabaya, studi Ilmu Perpustakaan, ini sehari-hari bekerja sebagai penambal ban di bengkel motor. Penghasilannya ia gunakan untuk membeli motor bekas tipe GL MAX model tahun 1986. Motor yang masih harus diperbaiki karena ia beli dalam keadaan mesin mati. Ia juga memakai uang dari kerja di bengkel untuk membeli buku-buku bekas dari penjual barang bekas. “Ada setumpuk buku yang saya seleksi, agar sesuai untuk dibaca oleh anak-anak. Saya pun mendapatkan 60 buku dengan uang 15 ribu rupiah”, kisahnya. Setiap sore, Sugeng berkeliling dengan motornya membawa buku-buku ke beberapa desa di Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan. Warga terlihat semangat menghampiri motor pustaka Sugeng. Sebagian besar adalah anak-anak, lalu sisanya ibu rumah tangga dan kaum remaja.    
Kegiatan membawa buku setiap sore ini menjadi rutinitas yang kerap ditunggu penduduk. Anak-anak pun menanti buku-buku lain yang belum pernah dibaca. Penduduk desa bahkan tak segan-segan mendatangi Sugeng di bengkel tempat ia bekerja untuk meminjam atau mengembalikan buku. Gairah membaca yang menjadi energi penyemangat bagi Sugeng untuk memperbanyak koleksi buku. Ia lantas menggunakan media sosial Facebook sebagai langkah pertama untuk meluaskan eksistensi Motor Pustaka. Melalui Facebook, Motor Pustaka mendapat sumbangan buku dari berbagai komunitas dan banyak orang di berbagai daerah di Indonesia. Upaya menumbuhkan minat baca tak lepas dari tantangan yang kerap kali memberatkan hati. “Penghasilan saya sebagai tukang tambal ban sulit untuk menjadi satu-satunya sumber dana Motor Pustaka. Saya harus mengatur uang secermat mungkin agar setiap rupiah bisa dipakai untuk menghidupi Motor Pustaka sekaligus bagi hidup saya sendiri”, cerita Sugeng kepada dewi.
Pandangan meremehkan turut menghiasi perjuangannya. Orang-orang sering mengira Sugeng menjual buku. Ia berujar, “Bahkan mereka mempertanyakan apa yang saya inginkan. Saya hidup pun tidak berlimpah materi, mengapa saya harus membuang uang dan energi untuk meminjamkan buku-buku?”. Ketika pertama mendirikan Motor Pustaka, ia telah menguatkan hati. Berusaha menyebarkan kebiasaan membaca dan menumbuhkan kesadaran untuk menjadi manusia yang selalu belajar. Kata Sugeng, “Keinginan saya dengan Motor Pustaka ini agar anak-anak dan warga menumbuhkan budaya membaca. Menjadikan buku sebagai salah satu kebutuhan primer yang pada akhirnya bisa membuka banyak pintu kesempatan dalam hidup”. (RR) Foto: Dok. Sugeng Hariyono
 

 

Author

DEWI INDONESIA