Selama dua tahun terakhir di masa pandemi ini, terjadi fenomena pengunduran diri dari tempat kerja oleh banyak pekerja. Menurut laporan Jobstreet, banyak pekerja di sektor tertentu seperti teknologi dan pusat kesehatan, tak sekadar mempertimbangkan untuk mengambil langkah ini, tetapi sudah banyak yang mengundurkan diri dari pekerjaan mereka. Banyaknya karyawan yang mengundurkan diri ini merupakan dampak pandemi yang masih berlangsung, yang membuat banyak orang memikirkan kembali karir, kondisi kerja, dan tujuan jangka panjang mereka.
Fenomena banyaknya pengunduran diri ini dikenal sebagai "The Great Resignation" atau "Big Quit." Ini merupakan sebuah istilah yang digaungkan oleh Anthony Klots, seorang professor manajemen di Texas A&M. Menurut Anthony Klotz, yang dimaksud dengan “The Great Resignation” adalah “pengunduran diri besar-besaran sebagai tren meluas dari sejumlah besar pekerja yang meninggalkan pekerjaan mereka selama COVID-19”.
“The Great Resignation” telah terjadi di negara-negara seperti Inggris di mana sekarang ada sekitar 1 juta orang yang sudah mengundurkan diri menurut Kantor Statistik Nasional setempat (ONS). Di Amerika Serikat, sekitar 4,3 juta orang mengundurkan diri dari pekerjaan mereka. Sementara itu di Indonesia, Menurut data JobStreet, industri yang mengalami pengunduran diri terbanyak adalah di sektor kesehatan dan teknologi, yang salah satunya ditunjukkan dengan adanya peningkatan sebesar 45% pada lowongan di industri kesehatan serta peningkatan 66% pada pencarian kerja di bagian pemasaran digital.
Masih menurut JobStreet Jobs report, 50% karyawan yang bekerja dari rumah (WFH) bekerja lebih lama, yang menjadi penyebab kelelahan berlebih yang dialami para pekerja. Ini pula yang menurut Anthony Klotz menjadi salah satu tren yang mengarah pada terjadinya “The Great Resignation.”
1. Keadaan pandemi yang membaik
Jika sebelumnya ada keinginan mengundurkan diri untuk mendapatkan posisi baru, di awal pandemi banyak yang memutuskan untuk tetap bertahan di pekerjaan sekarang karena ketidakpastian masa depan ditengah-tengah pandemi. Saat ekonomi mulai membaik dan vaksin mulai bekerja, mereka yang tadinya menunda akhirnya benar-benar mengundurkan diri.2. Tingkat kelelahan yang tinggi
Anthony Klotz mengutip laporan tertentu yang menunjukkan tingkat kelelahan yang tinggi pada pekerja yang bekerja di perawatan kesehatan, ritel, restoran, dan perhotelan. Ini adalah sederet industri yang paling terdampak dengan adanya pandemi, dengan angka pemutusan hubungan kerja yang tinggi. Karyawan yang tersisa harus menanggung beban kerja lebih karena minimnya sumber daya, dengan banyak kejadian di berbagai perusahaan yang juga melakukan pemotongan gaji karyawan mereka selama pandemi.3. Jam kerja ‘fleksibel’ yang tak ideal
Perusahaan yang meminta karyawannya untuk bekerja dari jarak jauh memungkinkan para karyawan untuk mengalami kebebasan dalam mengatur jadwal mereka, yang membuat sebagian orang ragu untuk kembali bekerja secara fisik di kantor. Di saat yang sama, jam kerja fleksibel juga dirasa tidak ideal karena membuat pekerja dituntut untuk bekerja dengan waktu lebih panjang. Ini pula yang menjadi penyebab seseorang mempertimbangkan untuk resign dari pekerjaannya.Menurut laporan Jobstreet tersebut, di tahun 2021, jumlah lowongan kerja meningkat 31% setiap bulannya. Jumlah lamaran per lowongan pun meningkat sebesar 89%. Jumlah besar pengunduran diri disebabkan banyak karyawan menghadapi kelelahan yang berlebih. Selain itu, kesehatan mental semakin menjadi prioritas bagi banyak orang, sehingga mereka mencari pekerjaan yang tidak menguras tenaga mereka secara mental.
MARDYANA ULVA
Foto: Unsplash