Simak Kisah Perjalanan Menuju Pentas Seni I La Galigo
Dibutuhkan perjuangan panjang untuk mewujudkan pentas dunia I La Galigo menjadi kenyataan
2 Jul 2019


1 / 5
Pertunjukkan teater kelas dunia, I La Galigo terbukti telah memikat perhatian orang banyak. Bercerita melalui tarian, dan gerak tubuh, I La Galigo merupakan kisah yang diadaptasi dari Sureq Galigo, sebuah wiracarita mitos penciptaan suku Bugis (circa abad 13 dan 15) yang diabadikan lewat tradisi lisan dan naskah-naskah, dan kemudian dituliskan dalam bentuk syair menggunakan bahasa Bugis dan huruf Bugis kuno. Pertama kali dipentaskan pada tahun 2004 di Esplanade Theaters on The Bay Singapura, kini pentas seni dunia ini akan kembali di pentaskan di Jakarta pada tanggal  3, 5, 6, dan 7 Juli 2019 di Ciputra Artpreneur Theate. 

Rhoda Grauer, seorang New Yorker yang sudah menetap di Indonesia dan juga merupakan salah satu pendiri Yayasan Kelola, terkesima dengan kisah yang disampaikan oleh Sureq Galigo, dan memutuskan bahwa ia ingin mewujudkan kisah ini di panggung teater. Namun, keinginannya tidak semudah itu tercapai, nyatanya, hanya terdapat sebuah rangkuman sebanyak 1.000 halaman yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia, sedangkan manuskrip ini terdiri dari 6.000 halaman. Ia mulai pergi menjumpai pakar Galigo dari Indonesia dan luar negeri untuk mengumpulkan pengetahuan mereka tentang puisi epos ini, yang akhirnya mempertemukan Rhoda dengan Drs. Muhammad Salim, penerjemah paling terkemuka Sureq Galigo di dunia, yang kemudian menjadi penasihat teks dan juga cerita.

Selain Drs. Muhammad Salim, Rhoda Grauer kemudian mengajak Restu I. Kusumaningrum, direktur artistik Yayasan Bali Purnati, dan keduanya pun sepakat untuk menggandeng teaterawan Robert Wilson. Perjalanan keduanya kemudian berlanjut ke Cerekang dan Malili untuk mengadakan pertemuan dengan tetua Luwuq, tanah Sureq Galigo. Luwuq merupakan tempat yang dianggap sebagai bermulanya kebudayaan Bugis. Selain meminta restu kepada para tetua, menjadi hal penting bagi Restu untuk meminta izin kepada para leluhur. 

Pementasan I La Galigo menceritakan tentang suatu epos petualangan, dongeng moral, dan pencarian cinta sejati yang dilakukan dengan penuh keberanian oleh keturunan para dewa. Inti cerita ini adalah cinta yang tabu antara tokoh utamanya, Sawerigading, dengan saudari kembarnya, We Tenriabeng; pertarungannya untuk mengusir nafsu yang dapat menghancurkan kerajaan mereka; dan pencarian cinta yangn sempurna dan tak bermasalah kepada sepupu mereka, We Cudaiq. Terdiri  dari 11 babak, melibatkan setidaknya 50 penampil dan 13 orang musisi selama hampir dua jam, Sureq Galigo telah diakui UNESCO sebagai World Heritage – Memory of The World. (AU) Foto: Courtesy of Bali Purnati, Photo by Fendy Siregar

 

Author

DEWI INDONESIA