Marjane Satrapi bukan perempuan biasa yang lahir dari keluarga Islam modern. Ia senang membaca kartun tentang Marxisme selagi anak lain membaca buku dongeng. Novel grafis dipilih Marjane untuk berekspresi dengan bebas. Menurutnya gambar hitam putih yang minimalis karena sederhanaannya sangat ekspresif melengkapi pandangan tentang dialognya dan memudahkan pembaca memahami dengan sempurna. Karyanya adalah kebalikan dari mitologi, terasa jujur dan memanusiakan Timur Tengah. Novel grafisnya Persepsolis menyita perhatian dunia, bergaya otobiografis. Melalui Persepsolis ia mengisahkan masa kecilnya di Iran pasca revolusi Islam di awal rezim Ayatollah Khomeini dan perang Iran-Iraq. Tokoh Marji yang mempresentasikan Marjane sendiri mengungkap rupa kehidupan di Iran sebelum revolusi itu, menampik anggapan umum tentang Iran yang tunggal, seragam dan homogen. Ada perlawanan terhadap kekuasaan di sana, ada orang-orang yang memberontak terhadap sistem. Tidak hanya di masa Ayatollah, tapi juga ketika Iran masih berupa monarki yang dipimpin seorang raja yang didukung kepentingan Barat dan menggunakan mata-mata untuk mengawasi rakyatnya, menahan dan menginterogasi.
Novel ini bersifat kronologis, mengurai masa-masa suram dengan pilu dan humor. Ketika membaca karya-karya Marjane, kita seolah menemukan mosaik-mosaik sejarah dan perubahan sebuah negeri dari sebuah suara yang menghilang dan tenggelam dalam arus riuh stereotip di media massa. (WHY, LC) Foto: Dok. Arkansastime
Novel ini bersifat kronologis, mengurai masa-masa suram dengan pilu dan humor. Ketika membaca karya-karya Marjane, kita seolah menemukan mosaik-mosaik sejarah dan perubahan sebuah negeri dari sebuah suara yang menghilang dan tenggelam dalam arus riuh stereotip di media massa. (WHY, LC) Foto: Dok. Arkansastime
Author
DEWI INDONESIA
FOOD & TRAVEL
CASA CUOMO, Simfoni Kuliner Italia di Jakarta