Sekolah Rakyat didirikan sejak Juli 2014 oleh Agus Setyawan dan Yani Aryanto. Ada 12 lokasi belajar yang biasanya menempati lahan-lahan di salah satu rumah penduduk, halaman masjid, puskesmas, dan tempat lain yang bisa dipakai untuk kegiatan belajar. Satu kelas Sekolah Rakyat diikuti 60 murid, anak-anak pelajar SD dan SMP serta mereka yang putus sekolah. Ada tiga kelas yaitu pagi, siang, sore, dengan durasi 60 menit setiap belajar. Anak-anak diajarkan pelajaran Bahasa Inggris, Ilmu Komputer, dan baca Al-Quran. Yang juga ditekankan dalam setiap pertemuan belajar adalah gagasan tentang pentingnya menata masa depan. “Anak-anak di Dompu kebanyakan tumbuh tanpa cita-cita. Nggak punya mimpi karena fasilitas yang terbatas.” kata Yani Aryanto kepada dewi.
Yang menarik dari Sekolah Rakyat adalah syarat anak untuk ikut belajar. Anak-anak di Dompu yang akan mengikuti kelas wajib membawa 50 sampah plastik. Sampah ini digunakan sebagai tiket masuk kelas di Sekolah Rakyat. Bukan tanpa alasan syarat ini dibikin. Para pendiri Sekolah Rakyat merasa perlu meningkatkan kesadaran anak-anak untuk menjaga kebersihan. Sekolah Rakyat saat ini memiliki 22 tenaga pengajar. Relawan pengajar adalah guru honorer dan mahasiswa di Dompu, Nusa Tenggara Barat. Ada lebih dari 600 orang murid yang ditangani relawan pengajar. (RR) Foto: dok. Sekolah rakyat
Yang menarik dari Sekolah Rakyat adalah syarat anak untuk ikut belajar. Anak-anak di Dompu yang akan mengikuti kelas wajib membawa 50 sampah plastik. Sampah ini digunakan sebagai tiket masuk kelas di Sekolah Rakyat. Bukan tanpa alasan syarat ini dibikin. Para pendiri Sekolah Rakyat merasa perlu meningkatkan kesadaran anak-anak untuk menjaga kebersihan. Sekolah Rakyat saat ini memiliki 22 tenaga pengajar. Relawan pengajar adalah guru honorer dan mahasiswa di Dompu, Nusa Tenggara Barat. Ada lebih dari 600 orang murid yang ditangani relawan pengajar. (RR) Foto: dok. Sekolah rakyat
Author
DEWI INDONESIA
FOOD & TRAVEL
CASA CUOMO, Simfoni Kuliner Italia di Jakarta