Menilik Tantangan Perempuan di Dekade Baru
Masuk 2020 dan peran perempuan di masyarakat kita masih kerap diperdebatkan: perlukah perempuan mengejar karier dan posisi strategis? Atau cukupkah seorang perempuan menjadi ibu? Adakah dampak yang diberikan perempuan bagi masyarakat ketika ia berkarya de
29 Jan 2020




Katanya perempuan selalu benar. Nyatanya perempuan adalah mahluk yang paling serba salah. Bahkan hingga hari ini. Keputusan-keputusan yang diambil perempuan untuk dirinya sering kali menjadi bahan penilaian dan perdebatan orang lain seakan perempuan tidak bisa memutuskan untuk dirinya sendiri.

Di masyarakat kita, menjadi ibu masih dianggap sebagai “kodrat” perempuan. Bahwa tujuan perempuan di dunia adalah untuk memberikan kehidupan baru dan mengasuh keluarganya. Dan meskipun perempuan bekerja adalah hal yang sudah lumrah dalam tatanan sosial kita, hal itu masih sering dipadang sebagai bentuk ambisi pribadi perempuan untuk membuktikan “perempuan juga bisa”. Perdebatan antara kedua kubu ibu ini, mereka yang di rumah dan mereka yang bekerja, juga masih kerap kita dengar. Masih ada ada saja yang merasa bahwa satu hal lebih superior ketimbang yang lain. Bahwa yang satu lebih berdaya ketimbang yang lain.

“Padahal yang paling penting bagi perempuan adalah otonomi. Ketika kita membicarakan gender dan feminisme, itu sebenarnya kita sedang bicara cara mendorong perempuan mempunyai otonomi untuk mengenali diri kita sendiri dan apa yang mau kita lakukan dengan hidup kita,” kata Dosen Senior Kajian Gender Universitas Indonesia Ani Widyani Soetjipto kepada Dewi. Sebab, seiring dengan perempuan mempunyai otonomi akan diri dan gagasannya, kita akan berproses menuju kesetaraan dan keadilan gender.

Tentunya hal ini mesti didasari dengan kesadaran akan ketimpangan relasi kuasa antargender. “Sehingga ketika ia secara sadar memutuskan untuk berada di rumah pun, ia tahu mau ngapain dan apa perjuangannya di rumah. Kalau ia mau melawan patriarki maka bagaimana caranya. Begitu pula ketika di publik,” lanjut Ani.

Kemudian, ketika bicara tentang kesuksesan perempuan di ranah publik, sering kali wacananya masih terbatas pada lingkup aktualisasi diri. Masih jarang rasanya kita membahas dampak dari pemberdayaan perempuan dalam lingkup yang lebih luas dari sekadar dirinya. Apalagi ketika ia berada dalam posisi pengambil keputusan di bidang-bidang strategis.

Politik salah satunya. Ani kemudian juga menjelaskan kita membutuhkan lebih banyak perempuan yang terjun aktif di parlemen dan ikut andil dalam membuat keputusan politik sebagai wujud keadilan dan representasi. “Juga prinsip kepentingan, bahwa kita perempuan punya kepentingan berbeda yang harus kita bawa sendiri dan tidak bisa diwakilkan oleh laki-laki,” jelas Ani lagi. Politisi muda sekaligus Koordinator Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia Dara Nasution secara sederhana menyebutnya perspektif gender perempuan, yakni perspektif dari pengalaman perempuan yang tidak mungkin dialami laki-laki.

Tak cuma di bidang politik, pemberdayaan ekonomi bagi perempuan pun menjadi kunci pembangunan suatu masyarakat. Vice President Small Enterprise Assistance Fund (SEAF) of Indonesia, Katharina Inkriwang menyatakan, perempuan yang berdaya secara ekonomi bisa memberikan dampak langsung bagi lingkungan sekitarnya. Baik itu di lingkup keluarga atau pun di lingkup sosialnya.

Sementara produser, sutradara, penulis naskah, sekaligus penggagas Wahana Kreator Nusantara, Gina S. Noer menyatakan keterlibatan perempuan di posisi-posisi kunci di bidang kebudayaan—khususnya perfilman—bisa memberikan perspektif baru dalam kebudayaan kita. Terutama bagaimana kita memandang tiap-tiap individu sebagai manusia yang utuh.

Dalam seri tulisan ini, Dara, Katharina, dan Gina bercerita tentang sisi lain dari pemberdayaan perempuan di berbagai bidang. Bagaimana perempuan bisa memberikan dampak signifikan dalam kehidupan sosial kita. Bahwa perempuan layak mendapatkan kesempatan untuk berdaya dan berkembang bukan hanya demi kepentingan diri melainkan demi kemaslahatan bersama. (SIR). Foto: Dok Istimewa.



 

 

 


Topic

Culture

Author

DEWI INDONESIA