Dicabutnya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari prolegnas prioritas 2020 mengundang polemik. Yayasan Lentera Sintas Indonesia menemukan bahwa 93% orang yang mengalami kekerasan seksual tidak pernah melapor ke pihak berwajib dan 72% memilih bungkam dan menyimpannya sendiri.
Kurangnya perhatian pemerintah mendorong Lentera Sintas Indonesia untuk membuat sebuah pertemuan tertutup untuk memfasilitasi para penyintas menuturkan kisah-kisah kekerasan seksual dari pelecehan di tempat umum hingga perkosaan. Pertemuan tertutup di berbentuk dukungan.
Tiap kali penyintas merasa sendiri, mereka bisa bertemu teman-teman lainnya yang memiliki kisah sama. Mereka bertemu dan bebas bertukar kisah tanpa disalahkan dan disudutkan dengan pertanyaan, “pakai baju apa?”, “keluar jam berapa?”, dan sebagainya.
Pada dasarnya yang mereka butuhkan hanya dukungan atau sekedar telinga yang bersedia mendengar. Suara mereka menjadi langkah pertama dari proses pemulihan.“Tidak adil ketika kita mulai menyuruh penyintas bicara tapi tidak menyiapkan kondisi dan lingkungan yang aman untuk itu.Kalau kita tidak menyediakan lingkungan yang aman, kita sama saja menjerumuskan mereka ke trauma berikutnya,” kata dr. Sophia Hage Co-Founder Lentera Sintas Indonesia.
Kampanye Mulai Bicara mengajak masyarakat yang melihat, mendengar, atau pernah diceritakan kasus kekerasan seksual untuk mau bicara. Tujuan akhirnya adalah mengajak penyintas berani bersuara. Keberhasilan Lentera menciptakan lingkungan aman dalam skala kecil menumbuhkan keinginan membesarkan ruang aman tersebut dari sebuah ruangan menjadi kota dan negara.
“Kami selalu berdiri bersama penyintas. Betapa bahagianya ketika berhasil menciptakan ruang aman. Mungkin isinya hanya 6 atau 10 orang tapi mereka saling menerima dan menguatkan,”. (WHY) Foto: Dok. Lentera Sintas Indonesia
Topic
Lentera Sintas IndonesiaAuthor
DEWI INDONESIA
RUNWAY REPORT
Laras Alam Dalam DEWI's Luxe Market: "Suara Bumi"
RUNWAY REPORT
Mengkaji Kejayaan Sriwijaya Bersama PT Pupuk Indonesia