Lahan Eksplorasi Desainer Produk Denny Priatna
Simak kisah desainer produk Denny Priyatna yang produk-produknya telah melalang buana berkeliling dunia.
18 Nov 2015


Unik dan berbeda. Kartu nama itu terlihat seperti deretan karcis bioskop yang baru saja keluar dari mesin printer. Bedanya, benda itu terbuat dari material serupa kertas kardus yang dipotong menjadi bentuk persegi panjang dengan ukuran lazim sebuah kartu nama. Denny Priyatna, sang pemilik, menyobek salah satu kartu dan memberikan pada dewi di perjumpaan pertama di awal tahun yang tak disengaja di sebuah acara diskusi arsitektur di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Jika menuliskan namanya di Google, muncul tautan situs resmi Maison & Objet Asia, salah satu ekshibisi desain prestisius bertaraf internasional. Laman tersebut menuliskan desainer produk Denny Priyatna sebagai Rising Asian Talent 2014. “Waktu itu saya mendapat telepon dari pihak penyelenggara Maison &Objet Asia. Dari karya-karya saya selama ini, ada lima produk yang saya pilih untuk Maison & Objet Asia. Apolite, Anna Wall, Flame, Phare, dan J-Low, masing-masing berupa lampu meja, jam dinding, lampu dinding, dan sebuah kursi mungil,” ceritanya dengan gaya bicara tenang dan perlahan. Ini kali kedua dewi bertemu dengannya, hanya tiga hari sebelum ia bertolak ke London untuk mengikuti program beasiswa desain yang diadakan Kementerian Luar Negeri.

Inspirasi utamanya ialah hal-hal dalam hidup sehari-hari yang luput dari perhatian kaum awam. Debut pertama Denny selepas kuliah, lahir melalui Apolite, sebuah  lampu meja berbentuk bundar yang terbuat dari rotan. Karya tersebut tercipta saat ia mengikuti kompetisi desainer muda yang diselenggarakan oleh majalah desain dalam negeri. Denny memilih masuk dalam kategori lighting, ranah yang belum pernah ia sentuh sebelumnya. Lalu ia memikirkan rotan dan hendak menonjolkan seberapa besar kekuatannya. Denny membuat sketsa yang akhirnya membentuk gambar layaknya gerakan gelombang yang berada dalam sebuah lingkaran. Garis-garisnya tampak tak berujung dan begitu lentur. Apolite meraih nilai tertinggi dalam kompetisi dan mulai bergaung di dalam dan luar negeri.  

Debut itu nyatanya bukan penghargaan pertama yang diperoleh desainer produk Denny Priyatna. Di tahun terakhir sebagai mahasiswa desain produk Institut Teknologi Bandung, ia mengambil kesempatan untuk mengikuti kompetisi Furniture Deisgn Award untuk mahasiswa, yang diselenggarakan oleh Singapore Furniture and Industry Council. Para peserta diminta untuk menjawab permasalahan ruang dan permasalahan craftmanship dalam menyambut masa depan. Untuk ruang, Denny mempersembahkan Pipe, sebuah lounge chair yang juga bisa dijadikan stool. Benda tersebut berangkat dari hal sederhana sewaktu ia melihat pipa saat tengah merapikan barang di rumahnya. “Ketika melihat pipa di bawah area mencuci piring, kita tidak pernah tahu di mana ujungnya. Apakah di dinding atau di bawah lantai. Kita juga tidak tahu seberapa besar rangkaian pipa tersebut. Saya ingin menyampaikan sesuatu yang tampaknya terbatas tetapi sebenarnya memiliki fungsi yang tidak terbatas oleh ukuran ruang,” ungkapnya.

 Pipe bersanding dengan Exploded Chair untuk menjawab permasalahan craftsmanship. Kursi transparan dengan material kayu pada bagian rangka. “Tenaga manual yang kita miliki sebagian besar masih belum bisa menghasilkan sesuatu yang sempurna, tetapi saya ingin memperlihatkan ketidaksempurnaan itu dan mengemasnya menjadi sesuatu yang menarik. Saya tonjolkan bagian yang biasanya tidak terlihat dari sebuah produk, yakni sambungannya. Saya bereksperimen dengan resin dan kayu agar masyarakat bisa melihat bagian yang tidak sempurna itu dan berharap mereka bisa mengerti kesulitan tekniknya. Saya ingin kesempurnaan dari ketidak sempurna, sisi kasar dan halus sekaligus,” ungkap desainer produk Denny Priyatna ketika menjelaskan produk paling menantang yang pernah ia buat.

Ada kisah menarik dalam perjuangannya di Furniture Design Award. “Produk saya belum sampai di Singapura padahal waktu itu sudah beberapa jam menjelang presentasi penjurian. Ada masalah dalam proses pengiriman barang,” kenangnya. Ia yang seorang diri berada di hotel dalam kepanikan lantas terpaksa berjalan kesana kemari mencari perusahaan pengiriman barang lain yang bisa menerima produknya dalam waktu singkat. Tak terpikirkan lagi soal persiapan presentasi. Tetapi pada akhirnya ia berhasil mengantongi penghargaan Merit Award, setara dengan juara tiga. (JAR). Foto: Rizhky Rezahdy.
 

 

Author

DEWI INDONESIA