Komunitas Hong, Tempat Pelestarian Permainan Tradisional
Selain menjadi tempat pelestarian permainan tradisional, komunitas Hong juga menyediakan peralatan untuk bermain bagi anak–anak.
9 Aug 2016


3 / 3
Seorang pakar sejarah dan filsuf asal Belanda, Johan Huizinga, mengatakan bahwa manusia sejatinya adalah makhluk yang bermain atau dikenal dengan nama ‘Home Ludens’. Sejak usia dini, anak-anak mengenal pola permainan sebagai medianya untuk belajar. Indonesia sendiri memiliki banyak jenis permainan tradisional dan menempati urutas atas dibanding negara lain yang memiliki permainan kurang dari 100 jenis. Fakta ini ditemukan oleh Zaini Alif, pendiri Komunitas Hong dan Yayasan Pusat Kajian Mainan Rakyat Indonesia. Ia mengidentifikasi permainan tradisional Indonesia dalam penelitian yang ia lakukan sejak tahun 1996. Tahun 2005, Zaini mendirikan Komunitas Hong di kawasan Dago Pakar, Bandung, Jawa Barat. Nama ‘Hong’ diambil dari kata yang diucapkan anak-anak ketika tengah bermain petak umpet dalam tradisi masyarakat Sunda. Saat menemukan temannya, seorang anak akan mengucapkan kata ‘Hong’ yang artinya ‘bertemu’.
Dengan Komunitas Hong, Zaini Alif berhasil mendokumentasikan 2.500 mainan dan permainan dari seluruh Indonesia. Di Jawa Barat, ada 250 permainan tradisional. Ada 214 permainan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta 50 jenis permainan asal Lampung. Beberapa di antaranya mungkin akrab di telinga kita, yaitu permainan gobak sodor, congklak, kelereng, petak umpet, enggrang, gangsing, dan lainnya. Lebih dari sekadar dokumentasi, Zaini Alif menjadikan Komunitas Hong sebagai tempat pelestarian permainan tradisional. Secara rutin Komunitas Hong menggelar olimpiade dan festival untuk mengenalkan permainan tradisional ke seluruh Indonesia bahkan dunia internasional. Komunitas ini juga menyediakan pelataran untuk bermain, perlengkapan mainan, dan dokumentasi data permainan tradisional bagi siapa pun yang ingin mempelajari tentang mainan tradisional. Bagi Zaini Alif, cara paling ampuh untuk mengenalkan budaya Indonesia kepada anak-anak adalah melalui dunianya yaitu dunia bermain. Dengan begitu, kesadaran untuk berbudaya akan tumbuh tanpa perasaan terpaksa.    
Ketertarikan Zaini Alif berawal dari rasa prihatinnya terhadap mainan tradisional dan budaya bermain masyarakat Indonesia. Ketika menempuh studi di Institut Teknologi Nasional Bandung, Zaini menemukan fakta 40% dari 2.500 permainan tradisional Indonesia terancam punah. “Anak-anak semakin jarang memainkan permainan tradisional, cenderung nyaman pada perangkat teknologi modern. Perkembangan zaman membawa kenyataan bahwa permainan tradisional negeri ini semakin ditinggalkan”, kata Zaini. Menurutnya, sebab hilangnya permainan tradisional yaitu akibat tidak adanya lahan bermain, tidak tersedia bahan baku mainannya, dan tidak ada data yang menyimpan mainan tradisional sebagai bagian budaya bangsa.  
Tradisi bermain dan permainan tradisional menjadi sangat penting untuk terus dipelihara. “Permainan tradisional menyatukan berbagai kalangan masyarakat dan menciptakan budaya kerja sama. Ini penting untuk masyarakat Indonesia yang majemuk.” ujar Zaini. Ia juga menekankan, sejatinya bermain dilakukan untuk kesenangan dan rasa bahagia, bukan melulu berujung pada kemenangan. Selain menghasilkan perasaan senang, permainan tradisional di Indonesia menjadi budaya yang memuat nilai dan konsep filosofi hidup. “Dalam permainan tradisional, anak-anak akan mengenal dirinya dengan baik. Berlari dengan kaki, tangan yang melempar, serta main petak umpet mengasah mata dan perasaan. Melalui bermain, anak-anak turut mengenal alam semestanya. Main layang-layang mendekatkan kita pada angin, main Icikibung mengenalkan anak-anak pada air, leuleutakan membuat kita mengenal tanah, dan permainan sondah mandah yang menggunakan unsur batu. Jangan lupa, permainan injit-injit semut mengajarkan kita tentang rasa empati”, kata pria lulusan magister Institut Teknologi Bandung ini. Melalui Komunitas Hong, Zaini telah memperkenalkan beragam permainan tradisional ke beberapa negara dunia yaitu Perancis dan Jepang. Ke depannya, Zaini merencanakan untuk membuat museum permainan tradisional Indonesia. Berisi berbagai permainan dari beragam suku dan budaya di Indonesia     
Perubahan waktu membawa kita pada zaman di mana anak-anak kini lebih menikmati asyiknya permainan perangkat elektronik. Menurut Zaini, mainan era modern ini sebetulnya tidak menjadi masalah jika anak-anak tetap menjadi ‘manusia bermain’ yang bersenang-senang di luar rumah bersama teman-temannya. Karena bermain di luar rumah menjadi ciri khas permainan tradisional. “Ada nilai-nilai kebersamaan dan kesenangan yang tercipta dari permainan tradisional. Berbeda dengan mainan modern yang kerap mengejar kemenangan sehingga menjadikan manusia cenderung individualistis”, ungkap Zaini. (RR) Foto: Dok. Komunitas Hong
 

 

Author

DEWI INDONESIA