Kisah yang berakar dari karya sastra kembali menarik hati Happy Salma untuk mengangkatnya ke pentas teater modern melalui Titimangsa, sebuah wadah seni budaya didirikannya bersama Yulia Evina Bhara pada Oktober 2007, yang berupaya menghidupkan dan menggelorakan karya-karya sastra, kepenulisan, dan seni pertunjukan (teater), di tanah air. Namun kali ini Titimangsa tak sendiri; ia bersama aktor Nicholas Saputra dan www.indonesiakaya.com, sedang bersiap-siap untuk kembali menghadirkan produksi ke-59 yang bertajuk “Sudamala: Dari Epilog Calonarang.”
Pementasan tradisional Bali
Sudamala merupakan pementasan yang terinspirasi dari pentas tradisi Bali yang berakar dari sastra, yaitu cerita “Calonarang.” Sudamala sendiri berasal dari kata ?uddha yang berarti bersih, suci, atau bebas dari sesuatu; dan mala yang bersinonim dengan cemar, kotor, atau tak-murni. Singkat kata, Sudamala merupakan upaya untuk menghilangkan yang cemar dari kehidupan kita.Seperti tajuknya, pementasan Sudamala ini diambil dari epilog kisah Calonarang. Nicholas Saputra, selaku co-producer pementasan ini, mengatakan bahwa cerita Calonarang ini kerap dipentaskan dalam teater tradisional di Bali pada berbagai ritual, terutama ritual pembersihan dan acara hajatan.
Hadir di ibukota
Pementasan Sudamala: Dari Epilog Calonarang merupakan karya kolaborasi antara 80 orang seniman dan maestro Bali juga kota lainnya. Ini akan menjadi pentas tradisi pertama Titimangsa yang dipentaskan di area terbuka di tengah hiruk pikuk kota Jakarta.“Saya tinggal cukup lama di Ubud, Bali, selama pandemi. Selama itu, saya beberapa kali datang ke acara-acara kultural di Bali, yang selama ini saya tak terekspos dengan hal itu. Dari sana saya terpikir untuk sharing pengalaman saya itu dengan teman-teman di Jakarta,” jelas Nicholas.
Ia pun berbincang dengan Happy Salma untuk mewujudkan idenya itu. Happy, yang sempat ragu dengan rencana Nicholas, akhirnya mantap setelah melihat katalog Exposition Coloniale Internationale Paris 1931. Pada perhelatan yang diselenggarakan kaum kolonial itu, Calonarang tampil di Paris selama 6 bulan bersama Legong dan Janger.
Sinopsis pementasan Sudamala
Sudamala menceritakan kisah Walu Nateng Dirah, seorang perempuan yang memiliki kekuatan dan ilmu yang luar biasa besar. Kekuatan Walu Nateng Dirah itu juga membuatnya ditakuti banyak orang, bahkan Raja Airlangga yang berkuasa di Kerajaan Daha kala itu pun ikut dibuat resah karenanya.Takut pada kekuatan Walu Nateng Dirah, tak banyak pemuda yang berani mendekati putri semata wayangnya, yaitu Ratna Manggali. Kecewa karena hal itu, Walu Nateng Dirah sangat mengekspresikan kepedihannya dengan menebar berbagai wabah. Luka hatinya itu akhirnya sementara terobati, setelah Ratna Manggali menikah dengan Mpu Bahula.
Kehidupan pernikahan ini ternyata dicederai Mpu Bahula. Ia yang ternyata adalah utusan pendeta kepercayaan Raja Airlangga, mengambil pustaka sakti milik Walu Nateng Dirah yang akhirnya jatuh ke tangan Mpu Bharada. Walu Nateng Dirah kecewa dan murka, kemurkaanya lalu menimbulkan wabah yang menyengsarakan banyak orang. Setelah Mpu Bharada mengenali ilmu yang dimiliki Walu Nateng Dirah, Ia lantas menantang Walu Nateng Dirah untuk beradu ilmu, agar dapat menuntaskan bencana dan wabah yang melanda.
Pementasan terbesar
Sudamala merupakan pertunjukan terbesar yang kami lakukan di Titimangsa. Kami menyatukan akademisi dengan para pelaku seni yang terlibat dalam pementasan ini, untuk membuat Sudamala ini tak kehilangan unsur tradisinya, tapi juga tetap relevan dengan kondisi zaman,” jelas Happy.Menurut Happy, dari riset yang dilakukan oleh para akademisi dan pelaku seni itu, mereka menemukan bahwa benang merah yang menghubungkan tradisi dengan kondisi saat ini yaitu tentang pembersihan. Nicholas menambahkan bahwa di setelah pandemi, pementasan Sudamala ini juga berarti membersihkan diri kita dari hal-hal yang tidak baik.
“Di Bali ada konsep Rwa Bhineda, yaitu tentang dualisme yang ada di kehidupan. Ada hitam, ada putih. Ada siang, ada malam. Ada kebaikan, ada keburukan, dan dua hal ini yang akhirnya melandasi pementasan Epilog Calonarang ini sekarang,” pungkas Nicholas.
Sudamala akan dipentaskan pada 10-11 September 2022 di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta.
MARDYANA ULVA
Foto: Titimangsa
Topic
ArtAuthor
DEWI INDONESIA
RUNWAY REPORT
Laras Alam Dalam DEWI's Luxe Market: "Suara Bumi"
RUNWAY REPORT
Mengkaji Kejayaan Sriwijaya Bersama PT Pupuk Indonesia