Mari kita mulai dari Barat Indonesia, Jika Anda penikmat tetralogi Laskar Pelangi dan dwilogi Padang Bulan karya Andrea Hirata, pastilah Anda sadar bahwa Suku Sawang disebut-sebut di dalamnya. Setelah tinggal terapung-apung di atas perahu, Suku Sawang akhirnya mulai terbiasa tinggal di daratan Bangka Belitung. Meski bermukim di Bangka Belitung, tapi sebenarnya suku ini adalah pendatang dari Kepulauan Riau. Bahkan suku ini menggunakan bahasa Suku Laut yang bermukim di Kepulauan Riau.
Kehidupan Suku Sawang sangatlah bergantung dengan laut, Buang Jong demikianlah nama salah satu adat, budaya dan tradisi yang dimiliki oleh Belitung. Tradisi Buang Jong pun dilakukan ketika masa-masa melaut untuk mencari ikan sedang buruk. Sedikit kembali ke masa sekolah, Anda akan mengingat kembali Angin Musim Barat yang mana berhembus antara bulan Agustus hingga November. Cuaca menjadi buruk, angin bertiup kecang, ombak tinggi menghujam. Laut bak amukan yang tak kunjung menjadi tenang. Buang Jong yang berarti membuang perahu kelaut telah menjadi tradisi dan juga daya tarik. Miniatur perahu yang digunakan untuk persembahan ke laut tidaklah dibuat sembarangan. Miniatur dibuat dengan kayu jeruk antu lalu diisi oleh beragam kue, ketupat, dan makanan yang dibungkus daun. Setelah siap, pesta pun dilakukan semalam suntuk dengan menari mengelilingi miniatur perahu dan mendendangkan syair yang dinilai mengandung magis. Menjelang subuh perayaan diakhiri dengan membuang miniatur perahu ke laut dan pantang melaut selama 3 hari berturut-turut. Buang Jong ini selain memohon perlindungan ketika melaut, juga dimaksudkan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan. (WN/IL) Foto: Dok. Corbis