Kebakaran lahan di Australia belum menunjukkan tanda-tanda reda. Sejak Agustus 2018, tiga provinsi di Australia, New South Wales, Queensland, dan Victoria mengalami kebakaran lahan dan hingga hari ini sudah melalap 15,6 juta hektare lahan, menghanguskan 1.400 rumah, dan menewaskan sekitar satu miliar hewan.
Ini menjadikan kebakaran lahan di Australia saat ini yang terbesar dalam tiga puluh tahun terakhir sejarah mereka. Musim kering dan kebakaran lahan memang bukan hal baru bagi Australia. Namun, hal tersebut diperparah dengan catatan rekor suhu terpanas sepanjang sejarah Negeri Kangguru itu. Belum lagi perubahan iklim yang menyebabkan periode musim kering terparah di sana.
Tren kekeringan ini sebetulnya sudah terlihat sejak 2017 dengan menurunnya curah hujan di daerah New South Wales dan Queensland. Hal ini pun berdampak terhadap industri agrikultur di kedua daerah tersebut. Kekeringan ini merupakan dampak langsung dari pemanasan global yang meningkatkan suhu di permukaan bumi. Dilansir dari Vox, suhu di Australia sudah meningkat lebih dari satu derajat sejak 1910.
Menurut laporan NASA, kenaikan suhu sebesar 0,5 derajat Celcius aja mempunyai dampak signifikan. Peningkatan suhu di antaranya menyebabkan periode gelombang panas yang berkepanjangan, hujan badai yang semakin intens, kenaikan permukaan laut akibat lelehan es juga glaiser, serta peningkatan suhu laut yang berakibat pada degradasi ekosistem batu karang.
Kita melihatnya secara nyata terjadi ketika bada-badai besar menerjang daerah Amerika Utara dengan intensitas yang semakin besar. Begitu pula kebakaran hutan yang melanda Amerika Serikat, Indonesia, dan Brazil yang jadi semakin parah setiap tahunnya.
Puncaknya kini kita melihat titik-titik api melalap dan membakar bahkan area-area yang cenderung lembap dan basah di Australia. Di Indonesia, curah hujan yang tinggi terus mendera, mengakibatkan banjr dengan campak yang cukup parah. Krisis iklim sudah benar-benar di depan mata dan ia sudah menunjukkan taringnya.
Kini giliran kita untuk sama-sama bergerak menghadapi dan meminimalisasi dampaknya. Salah satu cara yang paling signifikan adalah dengan memberikan tekanan publik terhadap pemerintah untuk mengeluarkan regulasi seputar penanggulangan krisis iklim. Misalnya mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan, mengatasi manajemen sampah, serta pengelolaan investasi dengan kesadaran akan lingkungan hidup.
Hal ini menjadi penting sebab biaya yang mesti digelontorkan untuk memulihkan satu wilayah pasca-bencana amat besar. Belum lagi waktu yang dibutuhkan untuk benar-benar memulihkan satu ekosistem. Dilansir dari Business Insider, kerugian materiil dari kebakaran lahan di Australia saat ini berkisar di angka US$260 juta, empat kali lebih besar dari kerugian akibat kebakaran Amazon di Brazil. Kerugian ini tentu di luar kerugian akibat hilangnya ekosistem dan jutaan bahkan miliaran hewan akibat si jago merah.
Untuk itu, untuk membantu saudara-saudara kita dalam kemanusiaan di Australia. Anda bisa memberikan donasi ke beberapa lembaga berikut:
- Australian Red Cross Disaster and Recovery Relief yang menolong para korban di tempat-tempat evakuasi dan memberikan bantuan darurat seperti bantuang uang tunai bagi mereka yang kehilangan tempat tinggal.
- Salvation Army Disaster Appeal yang membantu menyediakan konsumsi bagi para relawan di garda terdepan penanggulangan kebakaran.
- St. Vincent de Paul Society Bushfire Appeal yang membantu menyediakan pakaian, makanan, dan uang bagi korban yang memerlukannya untuk membayar tagihan.
- WIRES yang membantu penyelamatan hewan-hewan terdampak kebakaran lahan.
- World Wildlife Fund yang tengah mengumpulkan dana untuk merestorasi habitat koala yang hangus dilalap si jago merah.