Program Basri Menyapa Seri 4 pada tanggal 7 Juli 2020 lalu, berbincang dengan seniman Jumaldi Alfi mengenai pergulatan estetis tentang apa itu seni, lukisan dan dirinya sebagai subyek pencipta.
Publik seni mengenal karya perupa Alfi acapkali menggunakan strategi visualisasi puitik. Alfi salah seorang pendiri dan anggota kelompok seni rupa Jendela, yang piawai mengeksplorasi akar kultural Minang dan tentunya bermantra pengucapan kontemporer.
Alfi dan lukisannya mengorek masa lalu, menghubungkannya dengan pengalaman individual hari ini serta berisi pengalaman akan tempat-tempat yang sempat dikunjungi. “Meskipun berasal dari Minangkabau, karya saya bercampur. Karena banyak pengalaman yang saya rasakan di luar Minang. Karya saya seperti ada layernya,” ujar Alfi dalam diskusi virtual Basri Menyapa.
Jumaldi Alfi tahu benar pandemi mencipta krisis. Ia menjadikan momen ini sebagai waktu untuk isolasi diri dengan karyanya. Dua tahun terakhir, ia mempertanyakan praktek berkeseniannya. Ia banyak merenungi apa yang telah ia kerjakan. Tajuk Isolasi dan Kontemplasi adalah aktivitas menguak pengalaman batiniah, melacak jaraknya, menakar arah, mengupas ikatan antara diri dan lukisannya.
“Pandemi yang benar-benar mengisolasi saya untuk merenung. Saya menghabiskan waktu di studio membuka karya lama saya,” katanya. Ia melihat kembali, lukisan berjudul Color guide series_Dear Painter Paint for Me tahun 2018-2020 dibuat saat ia merengkuh kegundahan lamanya, tentang dirinya, seni lukis dan kemisteriusan yang selalu terhampar diantaranya.
“Saya ingin memandang dan melihat seni lukis kembali. Sebab praktik kekaryaanku selama lebih dari 20 tahun adalah bahasa sangat personal. Secara kultural, Minang menyumbang kekayaan metafor lisan lebih dari visual. Jadinya, dialog saya dengan lukisan-lukisanku memungkinkan ditafsir lebih kaya yang kelak mungkin menjadi pengetahuan-pengetahuan anyar” ujarnya.
Sebagai orang Sumatera Barat, Alfi dianugerahi intelektualitas dan kepekaan rasa dekat dengan alam, karya puisi, serta seabrek tata ungkap metafor-metafor keseharian tradisi. Hal itu memperkaya gagasan, mempertanyakan seni kontemporer tak menegasi hal-hal yang beraroma tradisional.
Pada waktu lain, ia mengingatkan tentang eksistensi hidup manusia yang rapuh. Dalam saat-saat tertentu, Alfi bicara hal non inderawiah, mahir menyentuh spiritualitas dengan hidup mengingat kematian. Itulah mengapa ia mengeksplorasi imej-imej raga transenden dan gambar-gambar tragik serupa tengkorak.
Alfi berupaya mencari-cari gagasan baru, ide-ide tentang kelahiran ulangnya sebagai seniman secara terus-menerus. Pada acara Basri Menyapa, Alfi juga menyisihkan 10 buku tentang perjalanan karirnya secara eksklusif yang ditorehkan sketsa atas nama pembelinya. (WHY) Foto: Dok. Basri Menyapa