Pekan lalu Instagram mengumumkan perluasan uji coba privatisasi jumlah Likes ke Indonesia. Perluasan uji coba ini dilakukan ke beberapa akun yang dipilih acak oleh Instagram. Tampilan dari akun-akun yang dipilih dalam uji coba ini tidak akan memperlihatkan jumlah Likes dari unggahan yang berseliweran di feed mereka. Meski demikian para pemilik akun masih dapat mengecek berapa jumlah Likes yang mereka dapat dengan men-tap daftar Likes di bawah tiap unggahan.
Uji coba ini dilakukan Instagram pertama kali di Kanada pada April 2019 dan diperluas ke enam negara lainnya pada Juli 2019, yaitu Brazil, Jepang, Australia, Irlandia, Italia, dan Selandia Baru. Eksperimen ini bermula dari banyaknya studi yang menunjukkan Instagram merupakan salah satu media sosial paling berkontribusi terhadap kesehatan mental, terutama di kalangan anak muda.
Salah satunya adalah penelitian #StatusOfMind yang dipublikasikan United Kingdom’s Royal Society for Public Health pada 2017. Studi ini melibatkan 1.479 responden berusia 14 hingga 24 tahun dari Inggris, Skotlantia, Wales, dan Irlandia Utara. Para responden ini lantas ditanyakan dampak yang diberikan berbagai platform media sosial terhadap kesehatan mental dan fisik mereka.
Hasilnya Instagram berada di posisi paling bontot dan diasosiasikan dengan kecemasan dan depresi, setelah Snapchat, Facebook, Twitter, dan YouTube yang mendapat penilaian paling baik dari kebanyakan responden. Menanggapi berbagai studi tersebut, Instagram pun berinisiatif untuk bereksperimen dengan menyembunyikan jumlah Likes.
“Langkah ini penting bagi perjalanan kami, karena kami berkomitmen untuk membangun ekosistem yang positif dan kami terus mencari cara agar pengguna Instagram bisa merasa lebih nyaman dalam berekspresi dan fokus pada foto dan video yang mereka bagikan, bukan jumlah Likes yang mereka dapat,” kata Head of Instagram Adam Mosseri dalam pernyataan resmi mereka.
Pertanyaannya kemudian adalah apa dampaknya pada industri digital marketing yang selama ini kian bergantung pada platform media sosial ini. Pun bagi para influencer yang bisnisnya sangat bergantung pada pengukuran engagement di akun mereka. Salah satunya diukur lewat jumlah Likes yang didapat. Meski demikian bukan berarti uji coba ini tak mendapat dukungan dari kalangan content creator.
Blogger dan content creator Sonia Eryka misalnya menyatakan dukungannya terhadap uji coba ini. “Menurut saya ini langkah yang baik karena Instagram mendorong orisinalitas & individualitas dari para kreator,” katanya ketika dihubungi Dewi, 18 November 2019.
Lebih lanjut ia menjelaskan meskipun algoritme dan statistik tetap menjadi alat ukur yang penting bagi para kreator, jumlah Likes di bawah foto kerap kali mendikte apa yang “trendy” dan apa yang tidak. “Padahal itu bukan ukuran yang akurat. Jadi semoga setelah ini akan banyak content creator yang berani bereksperimen dengan kontennya dan tidak harus ‘seragam’ dengan konten yang banyak disukai orang di Instagram,” tutup Sonia.
Setelah uji coba ini, tentu akan menarik jika Instagram juga mengeluarkan laporan resmi untuk memperlihatkan metrik yang menjadi tolak-ukur keberhasilan mereka. Termasuk agaimana dampaknya terhadap perbaikan kesehatan mental penggunanya dan bagaimana para pelaku bisnis di Instagram bisa tetap menjalankan bisnisnya tanpa publikasi jumlah Likes kepada para audiens mereka. (SIR). Foto: Instagram.