Inilah Dunia Jasad Renik Seorang Is Helianti
Is Helianti, peneliti dan doktor di bidang bioteknologi melakukan rekayasa genetika enzim untuk mendukung industri yang ramah lingkungan.
5 Mar 2017


Is Helianti merupakan peneliti di Pusat Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.  Ia memimpin timnya untuk melakukan rekayasa genetika enzim. Belum lama ini mereka menemukan bakteri yang potensial sebagai penghasil xilanase jenis baru, enzim yang digunakan sebagai pemutih kertas. “Untuk memutihkan kertas, biasanya menggunakan bahan kimia, klorin, dan memang lebih murah. Tapi efeknya membahayakan manusia dan mengancam lingkungan,” ucapnya. Meskipun belum banyak industri berbasis bioteknologi di Indonesia, ia yakin penemuan di bidang ini sangat bermanfaat.

 

Ketertarikannya pada enzim, zat yang selama ini dikenal mempercepat reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup, dimulai ketika ia belajar di Jepang. Lulus dari SMA di Jakarta, Is memperoleh beasiswa untuk kuliah di jurusan Applied Life Science, Tohoku University, dan kemudian melanjutkan kuliah masternya di Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST). Pada 2001 ia meraih gelar doktor di bidang bioteknologi juga dari JAIST. Sejak itu ia terikat dengan enzim.

 

Rasa cintanya terhadap riset dan teknologi ternyata tidak berawal dari rumah, melainkan di sekolah. Suatu hari gurunya di SMP bercerita tentang Bacharuddin Jusuf Habibie, menteri riset dan teknologi di masa Orde Baru dan kelak mantan presiden Indonesia. Sosok ini telah mengubah jalan hidup Is. Ia bertekad menjadi ilmuwan dan belajar lebih giat.

 

Bagaimana cara bakteri memproduksi enzim? Ia antusias menjelaskan, “Di dalam selnya  ada enzim dan dia menggunakan enzimnya untuk makan. Bakteri mempunyai kemampuan untuk memproduksi enzim keluar sel. Enzim-enzim yang keluar sel itulah yang kelak mengurai daun atau kayu busuk menjadi gula buat nutrisi mereka, agar mereka dapat berkembang biak.”

 

Namun, bakteri memproduksi enzim sesuai kebutuhannya, bukan berdasarkan kebutuhan manusia. Rekayasa genetika bertujuan merekayasa bakteri penghasil enzim untuk memproduksi enzim lebih banyak dan sesuai kebutuhan manusia.

Teknologi telah meringankan hidup manusia dan tak jarang memberi solusi di tengah ketegangan antara rasionalisme dan keimanan. Katanya, “Dulu insulin diambil dari babi. Tapi sebagian orang muslim ‘kan tidak bisa menerima. Teknologi rekayasa genetika ternyata sangat membantu.”

 

Di sela-sela kesibukan yang mendera, Is mengelola Microbiology Indonesia, sebuah jurnal online Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. Dedikasi terhadap ilmu pengetahuan serta upaya menerapkannya dalam kehidupan, membuat perempuan ini meraih Indihome Women Awards 2014 untuk kategori “Scientist and Technologist” dan finalis L’Oreal Fellowship Women in Science 2005 yang membuat dirinya terpilih dari ribuan calon lain.

Sejumlah angan-angan Is belum terwujud, “Membangun tempat ibadah dan perpustakaan yang dapat digunakan banyak orang." Tetapi imajinasinya terhubung dengan bakteri. Ia membayangkan ada bakteri ideal yang mampu memproduksi banyak enzim berguna bagi manusia. (LC) Foto: Dok. Dewi

 

 

Author

DEWI INDONESIA