Siddhartha Mukherjee menerbitkan The Gene tahun lalu, menyusul kesuksesan The Emperor of All Maladies pada 2011. Dalam buku ini, ia membahas genetika dengan narasi yang menarik dan bahkan, mengambil contoh dalam keluarganya sendiri sebagai prolog buku ini, ketika mengungkap warisan genetik berupa penyakit-penyakit yang mengkhawatirkan, mulai dari pneumonia hingga skizofrenia. Membaca buku ilmiah yang ditulis menyerupai sebuah novel ini membuat kita mengerti betapa pentingnya mengetahui perihal keturunan dan lingkungannya untuk menjaga ras manusia dari kepunahan.
Humor ternyata membuat ras manusia dapat bertahan hidup dalam situasi genting. Yusi Avianto Pareanom mempercayai ini, sehingga menulis novel Raden Mandasia Pencuri Daging Sapi yang meraih penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2016. Selain penderitaan yang disampaikan dengan humor, suasana cerita silat sangat terasa dalam adegan maupun pilihan kata.
Buku fiksi terbaru Colm Tóibín berjudul House of Names menggali legenda dari Yunani Kuno, dengan menawarkan kepada pembaca sebuah cara pandang baru yang lebih kritis tanpa bias gender untuk memahami setiap tragedi dan keterlibatan tokoh-tokoh perempuan di dalamnya. Tóibín bersikap kritis terhadap praktik agama Katolik dan mitos Eropa, Boualem Sansal mengkritik Islam fundamentalis dalam novelnya, 2084. Sansal mengisahkan situasi di sebuah negeri teokrasi yang dipimpin seorang kalifah bernama Abi. Sementara itu sang protagonis, Ati, tengah mendekam di sebuah sanatorium. Novel yang kontroversial ini meraih penghargaan French Academy Grand Prize tahun lalu. (LC) Foto: Newsroom, Insights, Banana Publishing, Europaeditions
Author
DEWI INDONESIA
FOOD & TRAVEL
CASA CUOMO, Simfoni Kuliner Italia di Jakarta