Galeri Nasional Indonesia (Galnas) bersama Goethe-Institut menjadi tuan rumah bagi pameran seni bertajuk "Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak." Ini adalah bagian dari proyek Collecting Entanglements and Embodied Histories, sebuah proyek dialog kuratorial jangka panjang yang diprakarsai oleh Goethe-Institut, bekerja sama dengan empat institusi penting di Thailand (MAIIAM Contemporary Art Museum), Singapura (Singapore Art Museum), Jerman (Hamburger Bahnhof—bagian dari Nationalgalerie – Staatliche Museen zu Berlin di Jerman), dan Indonesia (Galeri Nasional Indonesia). Karya-karya seni dari koleksi keempat institusi inilah yang akan dipamerkan dalam pameran di Galnas.
Pameran ini menghadirkan karya seni spesial yang dikurasi untuk menghadirkan narasi tentang awal mula koleksi serta menyoroti hubungan interpersonal di antara para senimannya. Meski demikian, kurator pameran ini, Grace Samboh, mengatakan bahwa perihal pemaknaan karya-karya seni yang dihadirkan dalam pameran ini, pengunjung bisa bebas menginterpretasikannya, tanpa terikat pada sudut pandang kuratorial.
“Misalnya di segmen “Kekerabatan,” secara exhibition making menurutku itu bridging antara ide-ide kuratorial apa aja, sih, yang bisa diomongin lewat bentuk sebuah pameran, serta kenyataan bahwa pameran ini berkomunikasi bukan cuma sama orang seni, tapi juga orang-orang yang akan melihat ini sebagai gambar saja,” jelasnya kepada DEWI.
“Kalau orang melihat (karya-karya seni) ini sebagai gambar aja, di bagian “Kekerabatan” tadi akan kelihatan bahwa itu tentang keluarga. Di situ akan dilihat bahwa kekerabatan tak selalu ‘keluarga,’ ada persoalan karena pilihan dalam karya Jimmy Ong, preferensi agama dalam karyanya Nuriya Waji. Tergantung orang mau melihatnya dari layer yang mana.”
Judul Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” diambil dari salah satu karya yang akan ditampilkan, yaitu “Paduan Suara yang Tidak Bisa Berkata Tidak” (1997) oleh seniman S. Teddy Darmawan. Karya ini terdiri atas beberapa balok kayu yang disusun seperti anak tangga. Di atas tiap kayu, terdapat kepala-kepala ayam dari resin warna kuning—yang mewakili warna partai penguasa pada masa itu—yang dibariskan seperti kelompok paduan suara. Potret sang seniman yang terpasang di dinding, seolah-olah ia adalah konduktor dari paduan suara itu. Karya ini menggambarkan sikap dominan dalam budaya politik, yaitu ketidakmampuan untuk mengatakan tidak.
Selain itu, Sebagian seniman lain yang karyanya akan hadir dalam pameran ini antara lain Agus Suwage, Araya Rasdjarmrearnsook, Basoeki Abdullah, Belkis Ayón Manso, Bruce Nauman, Danarto, Dolorosa Sinaga, Emiria Sunassa, Ary "Jimged" Sendy, Kathe Kollwitz, Marintan Sirait, Nguy'n Trinh Thi, Öyvind Axel Christian Fahlström, Siti Ruliyati, Tisna Sanjaya, dan Wassily Kandinsky. Pengunjung pameran juga dapat menyaksikan karya instalasi yang dibuat untuk pameran ini oleh Ho Tzu Nyen dan Cinanti Astria Johansjah.
Pameran "Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak" digelar di Gedung A Galnas dan dibuka untuk umum selama periode 28 Januari–27 Februari 2022. Calon pengunjung diwajibkan melakukan registrasi daring terlebih dahulu di galnas-id.com sebelum datang ke pameran. Pameran berlangsung pukul 10.00-19.00 WIB setiap hari (tutup pada hari libur nasional), dengan dibagi menjadi beberapa sesi kunjungan. Pengunjung dapat mengakses info lengkap seputar karya dan narasi pameran dengan memindai kode QR yang tersedia di area pameran, juga mendengarkan panduan audio dengan gawai pribadi.
MARDYANA ULVA
Foto: DEWI, Galeri Nasional Indonesia-Goethe Institut